[7] Bukan Akhir Penyelidikan

121 26 1
                                    


[7] Bukan Akhir Penyelidikan

Oleh: Nurul Tristianti


Jika anev Sat Reskrim Polres Jakarta Utara lazimnya dilaksanakan tiga bulan sekali untuk mengevaluasi kinerja anggota, maka tidak kali ini. Bukan hanya para Kanit yang diundang, melainkan seluruh anggota Sat Reskrim yang berjumlah 143 anggota wajib ikut. Ruang rapat yang digunakan pun ikut berpindah dari ruang rapat Reskrim yang berada di lantai 4 gedung Polres ke rupatama yang berada di lantai 3.

Wajah-wajah tegang dan penuh tanda tanya jelas tergambar dari setiap anggota yang hadir. Waktu yang bergulir terasa sangat lambat. Bisikan dari sesama anggota menguar, apakah kondisi negara benar-benar dalam keadaan darurat sehingga harus diadakan rapat mendadak dengan pengerahan kekuatan secara utuh.

Jantung yang berdegub kencang, berusaha untuk memompa oksigen dalam darah ke seluruh tubuh demi menjaga kewarasan pikiran. Rupatama Polres seketika senyap ketika terdengar langkah kaki bergaung dari koridor lantai 3 Polres. Wajah para Perwira maupun Bintara yang duduk di kursi masing-masing semakin mengeras, bahkan pendingin ruangan yang terpasang di beberapa sisi ruangan tak mampu mencegah keringat dingin menetes di dahi beberapa anggota.

"Kriek ..." suara pintu rupatama Polres Jakut dibuka dari luar.

Keheningan seketika pecah ketika wajah Rambu dengan rambutnya yang acak-acakan menyembul dari balik pintu. Segala sumpah serapah termasuk beberapa gulungan kertas sukses melayang ke arah Rambu yang tetap bergeming dengan senyum kecut dan ekspresi tak mengerti.

Segala kegaduhan yang tak sengaja tercipta seketika berhenti ketika ajudan Kapolres tampak tergesa memasuki rupatama dan memungut beberapa gulungan kertas yang ada di sekitar meja pimpinan rapat.

"Ijin ... Bapak Kapolres segera masuk dan memimpin anev yang akan dilanjutkan dengan gelar perkara!" ujar sang ajudan singkat.

Tanpa membuang waktu, Rambu pun bergegas mencari kursi yang masih kosong. "Wah sedikit saja gue terlambat masuk rupatama, bakal runyam urusannya," gumam Pama Polres yang terkenal nyentik itu.

Tangan ajudan tampak terampil meletakkan map, pena dan buku agenda Kapolres di atas meja sebelum memastikan mikropon yang akan digunakan berfungsi sebagaimana mestinya. Nyali para anggota semakin ciut mengetahui anev kali ini akan diambil alih oleh Kapolres langsung. Ya jika bukan karena sesuatu yang mendesak, tak mungkin rasanya seorang Kapolres sampai turun tangan dan memimpin jalannya rapat.

Berbagai spekulasi muncul, tapi bisa dipastikan jika Kapolres ingin mengetahui secara langsung perkembangan proses penyidikan kasus 338 KUHP yang sampai saat ini belum juga ditemukan titik terang terkait pelakunya. Reputasi jabatan sedang dipertaruhkan, terlebih satu kasus belum terungkap sudah jatuh korban kedua dengan modus operandi yang sama yaitu korban adalah wanita dengan kepala terpotong dan hilang.

Seorang Perwira Menengah berseragam lengkap dengan melati tiga di pundaknya tampak berjalan tenang dan duduk di kursi yang telah disiapkan sang ajudan. Khariswa dan wibawa yang begitu kuat terpancar dari sorot matanya nan tajam, membuat setiap anggota merasa segan dan lebih memilih untuk tidak bertatapan secara langsung. Semua anggota sangat paham jika Kapolres terkenal sangat tegas dan tidak pandang bulu dalam menerapkan aturan yang harus dipatuhi.

Catatan dan penekanan-penekanan yang diberikan Kapolres sudah cukup membuat muka Kasatreskrim memerah menahan malu atas kinerja kesatuaan yang dipimpinnya. Percuma juga membantah, jika memang kenyataannya dua kasus pidana yang cukup menonjol di wilayah hukum yang menjadi tanggung jawabnya belum juga terpecahkan.

"Ipda Rambu coba sampaikan kendala apa yang dihadapi sehingga proses penyidikan berjalan sangat lambat!" suara Kapolres terdengar bergaung ke seluruh penjuru rupatama.

NirkapalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang