Setelah mencium tangan suaminya, Dira mengangkat handphone nya hingga menampakkan teman-temannya dari layar benda pipih canggih itu.

Abi menatap layar handphone istrinya yang menampilkan banyak wajah dari teman-temannya. Dan, yeah, perempuannya hanya satu, Mega. Sisanya laki-laki.

"Siapa ini?" Tanya Abi sambil menatap Dira dengan tatapan tidak suka.

"Temen-temen aku." Jawab Dira.

"Temen kok laki-laki semua? Perempuannya cuma satu?" Kata Abi dengan nada tidak suka.

"Y-ya kan temen aku rata-rata cowok. Ceweknya cuma Mega doang."

"Matiin vidio call nya." Perintah Abi.

"Baru juga ngobrol sama mau ngenalin Mas ke temen-temen, masa udah disuruh matiin aja?" Dira menggerutu.

Sedangkan teman-teman Dira hanya memperhatikan percakapan kecil itu dengan tatapan bingung, beda lagi dengan Mega yang malah terkagum-kagum menatap ketampanan Abi meski dari vidio call saja.

"Matiin atau sita?"

"Iya sebentar lagi. Sekarang aku mau kenalin mas ke temen-temen aku abis itu baru aku matiin. Janji deh." ujar Dira meyakinkan.

Abi menghela nafas pasrah dan akhirnya mengangguk, membuat Dira semakin bersemangat untuk memperkenalkan suaminya ke teman-temannya.

Baru juga Dira hendak berbicara, Mega sudah berbicara duluan.

"Siapa itu? Cakep bener. Kenalin boleh kali." Tanya Mega sambil mesem-mesem sendiri.

"Suami gue itu woy!"

"HAH?!"




🍒🍒🍒





Dira melangkahkan kakinya masuk ke ndalem lewat pintu belakang. Ditangannya ada keranjang belanjaan yang berisi sayuran dan beberapa bahan dapur.

Perempuan itu baru pulang dari pasar bersama Abi, dan laki-laki itu kini tengah memarkirkan motornya, jadi Dira masuk duluan.

"Assalamu'alaikum." Ucapnya.

"Wa'alaikumussalam." Jawab Alma dan Dinda yang tengah piket di ndalem.

Dira melangkah masuk lebih dalam dan meletakkannya keranjang belanjaannya di atas meja. Lalu mengeluarkan isinya untuk ia masukkan ke dalam kulkas.

"Minta maaf sampean sama Ning Dira." Bisik Alma sambil menyenggol lengan Dinda yang sedang menunduk takut.

"Aku takut." Balas Dinda yang sama-sama berbisik.

"Ya sampean harus minta maaf. Waktu itu sampean udah kelewatan banget loh. Udah ngehina Ning Dira, ngehina orang tuanya juga, sampe ngelepasin hijabnya Ning Dira loh."

"Gimana caranya?"

"Katanya udah lama mondok, tapi minta maaf aja nggak tau caranya." Ejek Alma yang sudah sangat kesal dengan gadis seumurannya ini.

Kenapa juga dirinya harus ditakdirkan piket bareng sama perempuan minus akhlak macam Dinda.

"Ning Dira, aku bantuin, ya." Ujar Alma yang menawarkan diri, ia malas harus berlama-lama dengan Dinda.

"Ya sini." Balas Dira.

Dengan senang hati Alma membantu perempuan yang sudah ia anggap seperti Kakaknya sendiri.

Tak lama, Abi muncul dari pintu belakang sambil mengucap salam dan langsung menghampiri Dira.

"Mau bikin teh?" Tawar Dira.

"Boleh." Abi menjawab.

"Alma, terusin, ya." Ujar Dira sambil beranjak dari kulkas untuk membuatkan teh.

"Siap, Ning."

Abi berdiri di samping Dira, menyangga tubuhnya menggunakan tangan yang bertumpu pada meja pantry sambil mengobrol-ngobrol kecil.

"Eee.... Ning Dira, saya mau minta maaf." Celetuk Dinda yang akhirnya memberanikan diri untuk meminta maaf.

Dira, Abi, serta Alma langsung mengalihkan perhatiannya pada gadis itu.

"Minta maaf buat apa?" Tanya Dira dengan ketus.

"Buat masalah yang waktu itu. Saya minta maaf, saya ngaku saya salah. Maaf Ning, saya nggak tau kalo Ning Dira ternyata istrinya Gus Abi." Jawab Dinda dengan takut-takut.

"Jadi kalo gue bukan istrinya Gus Abi, lo tetep bakal ngelakuin hal itu? Gitu?"

"Jangan gitu." Tegur Abi pada Dira, karena istrinya itu berkata sangat ketus.

"Maaf, Ning. Saya nggak akan ngulangin hal itu lagi ke siapapun."

"Lo boleh aja ya ngehina gue, tapi jangan sekali-kali lo hina orang tua gue." Dira berdesis dengan tajam sambil menatap Dinda yang hingga saat ini masih belum berani menatapnya.

"Jangan kaya gitu sih. Kasian dia." Abi kembali menegur.

Dira hanya berdecak malas dan memilih untuk kembali fokus membuatkan teh untuk Abi, dirinya sangat malas meladeni Dinda.

"Kasih dia maaf. Allah saja maha pemaaf, dan kita sebagai manusia juga harus bisa memaafkan meski hati masih sakit." Tutur Abi.

Dira tak menyahut.

"Dan Dinda, perbuatan kamu kemarin sangat tidak bisa dilumrahkan. Kamu nggak seharusnya menghina orang tanpa kejelasan, apalagi kamu sampai menghina orang tua. Coba kamu yang ada di posisi Dira, apa yang bakal kamu lakukan? Apa yang bakal kamu rasakan?"

"Maafin saya, Gus. Maafin saya, Ning." Ucap Dinda penuh sesal.

"Maafin." Ujar Abi pada istrinya yang masih memasang wajah kesalnya.

"Nggak baik menyimpan dendam, bikin penyakit hati." Lanjutnya sambil mengusap kepala Dira.

"Kesel banget tau nggak." Ucap Dira kesal.

"Iya tau, tapi nggak ada salahnya buat maafin dia. Dinda udah ada niat baik mau minta maaf. Maafin, ya?"

Dira berdecak sebal dan beralih menatap Dinda dengan tangan yang dilipat di depan dada, "Oke. Gue mau kasih lo maaf, tapi," Ujarnya menjeda kalimatnya, membuat Dinda yang wajahnya sudah sumringah kini kembali sendu lagi.

"Lo harus minta maaf ke Papah sama Mamah gue. Kalo lo nggak mau, gue juga nggak mau kasih lo maaf."

*****



Happy 1jt pembaca dan 200k vote teman!!🥳

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy 1jt pembaca dan 200k vote teman!!🥳

Makasih loh udah mau kasih dukungan kalian ke aku🤍

SPAM BUAH CERINYA SABI KALI🍒🍒🍒

Sekian, terima vote








The Hidden [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now