Lihat saja mereka sekarang ini. Bertatapan, berduaan di tempat yang sepi, dan Abi juga menggandeng serta menyentuh pipinya. Hal ini tidak terjadi sekali dua kali, tapi seringkali. Dan Dira baru menyadarinya.

"Katanya cowok sama cewek nggak boleh saling tatap. Katanya cowok sama cewek nggak boleh saling bersentuhan. Katanya cowok sama cewek nggak boleh berduaan di tempat sepi. Tapi kenapa Gus Abi nggak kaya gitu? Kenapa Gus nggak menjalankan apa yang udah Gus ucapkan?" Dira melontarkan pertanyaan yang kini bersarang di otaknya.

"Gus Abi sering pegang tangan saya, sering menyentuh pipi saya, dan kita sering cuma berduaan seperti sekarang ini? Kenapa? Laki-laki dan perempuan boleh melakukan hal-hal tadi kalo mereka mahram, kan? Tapi kita?"

Laki-laki itu tersenyum lembut sambil menyentuh kepala Dira. "Status saya bagi kamu memang dirahasiakan dari semua orang, termasuk diri kamu sendiri. Kamu tidak tau status kamu sekarang, kamu pun tidak tau siapa saya di hidup kamu. Hubungan kita ini memang tersembunyi. Tapi, insya Allah, nama dan status kita bukan rahasia lagi di lauhul mahfudz."

"Hal-hal yang kamu sebutkan tadi memang haram dan menghasilkan dosa bagi orang yang bukan mahram. Tapi bagi kita, itu adalah sebuah pahala."

"Kenapa nggak jawab, Gus? Saya nggak ngerti." Tanya Dira lagi.

"Perbaiki akhlak kamu dulu, baru kamu tau arti dari perlakuan saya ke kamu."

Dira menunduk lesu. "Saya emang minus akhlak, tapi emang nggak bisa kasih tau sekarang aja apa?" Lirihnya.

Abi tertawa pelan. "Kalo kamu paham, kamu pasti tau kita itu apa."

"Cari tau lah Dira. Saya sudah kasih banyak clue ke kamu. Semoga kamu cepet sadar dengan petunjuk yang saya tinggalkan. Dan Insya Allah, saya akan terus bantu kamu."







****








"Nadira."

Dira yang sedang menghafal Al-Qur'an sambil duduk di kursi meja makan, menoleh kearah Bilqis yang memanggilnya.

Gadis itu berdiri dan menutup buku kecil serta Al-Qur'an nya. "Ada apa, ya, Ning?" Tanya Dira.

"Dipanggil sama Abah. Udah ditunggu di ruang tengah, ayo." Kata Bilqis dengan senyum simpulnya.

Dira balas tersenyum dan mengangguk. Lalu kedua gadis itu berjalan beriringan ke ruang tengah untuk menemui Kiyai Usman.

Setelah sampai, Dira sedikit terkejut karena di ruangan itu terlihat ramai. Ia kira hanya ada Kiyai Usman dan Umma Hafsah saja. Ternyata ada Abi, Bilal dan bahkan Bilqis ikut bergabung. Lengkap.

"Nadira, sini duduk, Nduk." Kiyai Usman memanggil Dira dan menepuk-nepuk sofa lantai sampingnya, menyuruh gadis itu duduk di sana.

Dira menurut dan segera duduk tepat di samping Kiyai Usman. Ia menatap orang yang ada di sana satu persatu dengan perasaan yang campur aduk bingung.

"Ada apa, ya? Kenapa saya dipanggil? Apa Abah mau hukum saya atas kejadian kemarin?" Tanya Dira.

"Sebelumnya saya minta maaf atas kejadian pertengkaran kemarin. Saya bener-bener lagi emosi dan berakhir membuat keributan. Maaf sekali lagi, Abah, Umma, dan semuanya." Lanjut Dira merasa tidak enak.

Jelas saja Dira berfikiran seperti itu. Setelah kejadian pertengkaran kemarin, Dira tidak diberi hukuman apapun oleh Abi atau pun petugas keamanan. Ia hanya disuruh menghafal Al-Qur'an surat Al-Kahfi dari ayat satu sampai selesai. Sedangkan Dinda, gadis itu dihukum berdiri di tengah lapangan sambil mempelajari sebuah kitab kuning.

Dan semua orang terkekeh pelan mendengar celotehan Dira. "Nduk, Abah minta kamu ke sini bukan mau hukum kamu. Tapi kita di sini mau ngasih tau kamu sesuatu. Sesuatu yang sangat penting buat kamu. Dan kami harap, kamu bisa menerima semuanya." Kata Kiyai Usman.

"Sesuatu?" Tanya Dira dengan kening berkerut serta jantung yang tiba-tiba berpacu cepat karena gugup.

"Iya. Seharusnya sudah lama kita kasih tau kamu ini, tapi atas permintaan Papah kamu, kami tahan buat ndak kasih tau kamu sampai sekarang." Ujar Umma Hafsah.

"Sesuatu apa, ya? Kok saya jadi deg-degan gini?" Tanya Dira lagi sambil tertawa gugup.

"Tapi kamu harus tenang dulu, ya. Jangan langsung emosi atau yang semacamnya. Dengerin penjelasan kita dulu."

Dira mengangguk pelan menyetujui.

Abi mengutak-atik handphonenya mencari sesuatu lalu memberikan handphone tersebut pada sang Abah. Lalu Kiyai Usman menunjukkan sesuatu yang handphone Abi tampilkan.

Semua orang menahan nafas mereka menunggu reaksi Dira. Terutama Abi yang nampak sangat gugup, tangannya saling bertautan dan kepalanya ia tundukkan.

Sedangkan Dira. Jantung gadis itu terasa dipompa begitu cepat. Darahnya berdesir hebat, dan suhu tubuhnya langsung naik begitu melihat sebuah vidio yang ditampilkan di handphone Abi.

Setelah vidio itu selesai diputar, tatapan Dira langsung jatuh pada Abi yang masih saja menunduk. Lalu ia beralih menatap Kiyai Usman dan Umma Hafsah bergantian dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ini..."



*****




JANGAN LUPA SPAM NEXT!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

JANGAN LUPA SPAM NEXT!!

Sekian, terima vote








The Hidden [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now