Chapter 35: About Vaadhoo Beach

8.4K 698 7
                                    

"OKE! Kau kena lagi!" kata Leo tertawa keras melihat botol kosong itu lagi-lagi menunjuk ke arah Aldric. Robert dan Matteo pun memegangi perut mereka, sudah sakit perut karena tertawa melihat wajah Aldric yang penuh oleh coretan lipstik. Di saat semuanya masih memiliki satu coretan di wajah mereka, wajah Aldric sudah penuh oleh warna merah menyala tersebut.

"Hey, sepertinya memang ada yang tak benar di sini," ujar Aldric, lesu. "Matt, ayo bertukar posisi."

Matteo pun bangkit dari duduknya untuk menyetujui permintaan Aldric, lalu mereka pun berganti posisi.

Leo kembali memutar botol itu. Namun, apa yang terjadi?

Botol itu lagi-lagi menunjuk Aldric sebagai mangsanya.

Para wanita yang awalnya sibuk mengobrol di atas tempat tidur Aldric dan Ashley pun ikut tertawa menonton kesialan yang Aldric alami, apalagi Ashley. Kedua mata wanita itu sudah basah oleh air mata karena tertawa sedaritadi.

"Kau sedang tidak beruntung, Tuan Miller," kekeh Robert mencoret wajah Aldric dengan satu garis lagi. "Apakah kau melakukan kesalahan akhir-akhir ini sehingga semesta tidak berpihak padamu?"

Robert pun menutup lipstik tersebut, lalu meletakkannya di atas meja rias yang tak jauh dari posisinya. Empat pria itu pun bangkit dari posisi mereka untuk berjalan menuju kamar mandi, membersihkan wajahnya masing-masing. Beruntung sekali, lipstik itu bukanlah lipstik mahal yang tahan lama dan waterproof sehingga mereka tak kesulitan untuk membersihkan wajah mereka kembali.

"Permainan ini adalah ide yang buruk," komentar Aldric, menggerutu kesal dan merebahkan tubuhnya di dekat Ashley. "Aku tak mau bermain lagi sampai kapanpun."

"Ayolah, jangan begitu," kekeh Leo. "Hari ini hanya bukan hari keberuntunganmu."

"Sebenarnya, hari ini tak seseru itu karena kita hanya sibuk berkuliner dan menambah berat badan dari pagi sampai sore," ujar Robert. "Tapi, karena ada kau, Aldric, malam ini jadi malam yang sempurna."

"Malam sempurna pantatku," kata Aldric melempar bantal guling ke arah Robert.

"Sebenarnya, aku memiliki satu hal yang ingin kuberitahu kepada kalian," ujar Ashley, seketika menyita perhatian semua orang di dalam kamar ini.

"Apa itu?" tanya Hailey.

Aldric mengubah posisinya menjadi duduk.

"Kalian bisa membuka kotak yang ada di meja rias itu," ucap Ashley, tersenyum.

Leo yang duduk tak jauh dari meja rias pun segera meraih kotak tersebut, lalu berjalan membawa kotak itu menuju tempat tidur.

"Kau bercanda…" Eva tersenyum lebar ketika membuka kotak tersebut. "Ashley, kau… hamil?"

Ashley tersenyum, mengangguk.

"Dan apa ini? Bayi kembar?" tanya Hailey membuat Matteo dan Gadis saling pandang, melebarkan mata mereka, kaget.

"Apa? Bayi kembar?" tanya Gadis mencoba melihat isi kotak tersebut. Di dalam kotak berwarna putih tersebut, dia dapat melihat hasil USG dari pasien bernama Ashley Miller.

"Hey, hey, kau tak memberitahu kami bahwa bayimu kembar," ujar Matteo mengangkat sebelah alisnya.

"Itulah kenapa kau tak boleh meragukan kualitas milikku," kata Aldric, tersenyum bangga.

"Seketika, hari ini menjadi hari yang sangat indah," kekeh Leo, mengacak rambut Aldric. "Selamat, koala."

Aldric memukul tangan Leo. "Berhenti memanggilku koala."

Arloji menunjukkan pukul sembilan malam. Semuanya pun beranjak keluar dari kamar Aldric dan Ashley, menuju kamar masing-masing.

"Apa yang terjadi denganku tadi malam?" tanya Matteo memasuki kamar. "Aku ketiduran di kursi ini?"

Gadis terkekeh, mengangguk. "Itu adalah talent, kau tau?"

Matteo menahan tawanya. "Menurutmu begitu?"

Gadis mengangguk.

Usai menyikat gigi, Matteo dan Gadis pun mematikan lampu kamar. Gadis mengambil posisi di atas tempat tidur, tapi wanita itu yang semula hendak merebahkan tubuhnya, lantas mengurungkan niatnya ketika dia melihat Matteo malah mengambil posisi di kursi yang tadi malam menjadi tempat dimana dia ketiduran.

"Kenapa kau di situ?" tanya Gadis, mengernyitkan dahinya.

"Kemarilah," ujar Matteo menunjuk kursi yang ada di hadapannya. "Kita akan mengadakan deep talk lagi malam ini."

Gadis menyeringai. "Lalu, setelah kita berada di pertengahan obrolan, kau akan ketiduran lagi?"

Matteo tertawa, menggeleng. "Tidak, kali ini."

"Oke." Gadis menjatuhkan tubuhnya di atas kursi di hadapan Matteo.

Hening. Lima detik. Sepuluh detik. Lima belas detik. Matteo dan Gadis hanya saling pandang, dengan bibir yang sama-sama menahan senyuman.

"Apa ini?" tanya Gadis, tertawa. "Jika tak ada yang ingin kau bicarakan, aku akan tidur."

"Kenapa?" tanya Matteo. "Aku hanya ingin memandangi matamu meskipun tak membicarakan apa-apa. Apakah tak boleh?"

Gadis tersenyum. "Tentu saja boleh."

"Apakah ada tempat yang ingin kau kunjungi?" tanya Matteo. "Terserah, dimanapun. Katakan padaku."

Gadis terdiam sejenak, berpikir. "Kau tau pantai Pulau Vaadhoo yang terletak di Maldives?"

Matteo mengernyitkan dahinya, menggeleng. "Kenapa kau ingin ke sana?"

"Pemandangan dari pantai itu tak sama dengan pantai lainnya," ucap Gadis. "Air pantai itu bisa menyala terang, bercahaya biru."

Matteo menaikkan alisnya. "Benarkah?"

Gadis mengangguk.

"Apakah itu keajaiban dunia atau semacamnya?"

Gadis tertawa, menggeleng. "Fitoplankton adalah penyebab dari cahaya biru yang tampak seolah berkelap-kelip di pantai itu."

Matteo mengangguk mengerti. "Aku akan mencari tau mengenai yang satu itu, nanti."

Hening lagi.

"Matt," Gadis membuat Matteo kembali menoleh lurus ke arahnya. "Terima kasih."

"Untuk apa?"

"Semuanya," kata Gadis. "Aku sangat senang karena memilikimu. Hubunganku dengan orang tuaku, aku jadi memiliki teman-teman yang baik, dan kau memberikan segalanya untukku pada musim dingin itu… aku senang karena aku bisa bersamamu."

Matteo tersenyum hangat. Dia dapat melihat ketulusan dari kedua mata Gadis.

"Dasar anak kecil," komentar Matteo, meledek. "Kau bisa menjadi wanita yang semanis ini?"

Gadis memutar kedua bola matanya kesal. "Aku mengurungkan ucapanku."

Matteo tertawa. "Gade."

Gadis menoleh, menunggu kelanjutan ucapan Matteo.

"Aku sangat mencintaimu, apa yang harus aku lakukan?"

Gadis tertawa. "Berhenti bercanda."

"Aku serius."

"Kau tak perlu melakukan apapun," kata Gadis.

"Bagaimana jika aku kehilanganmu?" tanya Matteo. "Mari susun rencana untuk bertemu kembali, jika kita suatu saat kita berpisah."

Gadis menyipitkan matanya. "Seperti apa?"

Matteo terdiam sejenak, berpikir. Tangannya pun meraih kedua tangan Gadis, mengusap jemarinya pelan. "Berjanjilah, jika suatu saat kita berpisah, kita akan bertemu lagi hari ini."

Gadis mengernyitkan dahinya. "Hari ini?"

Matteo mengangguk. "Hari ini, tanggal 30 Maret, di tempat yang paling ingin kau kunjungi."

"Pantai di Pulau Vaadhoo?"

Matteo mengangguk.

Gadis tersenyum. "Baiklah, baiklah."

GadiskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang