"Elo senggol bahu gue duluan!" Sahut Dira tidak terima.

"Elo tadi jambak rambut gue!"

"Itu karena elo rebut roti gue!"

"Kan rotinya belum lo bayar, belum jadi hak milik lo!" Emil tak mau kalah.

"Tapi--"

"Diam!"

Keduanya langsung kicep mendengar suara Abi yang meninggi.

"Masih mau lanjut ribut?" Tanyanya dengan menatap tajam dua orang itu.

"Dia duluan yang mulai, Gus." Cicit Dira sambil menunjuk laki-laki tadi.

"Enak aja, lo duluan!" Emil menyahut.

"Bisa diam, nggak? Mau sampe kapan ributnya?" Abi langsung bersuara saat melihat Dira hendak menyanggah ucapan Emil.

"Jangan ribut, dan ikuti saya." Tekan Abi dan kembali melanjutkan langkahnya.

Setelah sampai di teras ndalem, Abi duduk di kursi teras, dan dua orang bermasalah tadi berdiri di depannya.

"Sekarang bisa ceritakan kenapa kalian bisa bertengkar?" Tanya Abi.

"Udah dibilang tadi dia rebut roti saya, Gus." Jawab Dira dengan melirik laki-laki di sampingnya dengan kesal.

"Roti lo yang mana? Lo kan belum bayar tuh roti, jadi itu roti bukan hak lo." Sahut Emil.

Dira melotot tidak terima. "Lo tuh emang bener-bener, ya. Hiiih! Bikin darah tinggi tau, nggak?! Dasar cowok songong, tengil, belagu pula. Nyebelin!" Gadis itu kembali menjambak rambut Emil dengan kesal.

"Rambut gue rontok, woy! Lepasin!" Emil meronta sambil memegang tangan Dira yang masih menjambak rambutnya, dan berusaha melepaskannya.

"Emil! Nadira! Lepas tangan kalian sekarang juga!" Seru Abi keras-keras dengan tegas, menatap keduanya semakin tajam.

Tapi kedua remaja itu masih belum mau menghentikan aksinya. Sekarang Emil malah beralih mencubit kedua pipi tembam Dira hingga gadis itu turut memekik.

Oh, suhu tubuh Abi langsung naik saat melihat kedua orang itu bersentuhan kulit dan kepalanya langsung pusing sekarang. Abi marah.

"Lepas atau hukuman kalian saya tambah!" Serunya lagi. Dan kedua orang itu langsung melepaskan tangan mereka.

"Beri jarak, jangan terlalu dekat!" Abi menyuruh Dira dan orang itu memberi jarak agak jauh.

Abi mendengus lelah. Sungguh lelah. "Astaghfirullah hal adzim."

"Kalian itu laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, nggak boleh saling bersentuhan gitu. Kalian saling melotot, saling tatap satu sama lain, dalam agama juga nggak boleh karena kalian bukan mahram. Apalagi tatapan permusuhan seperti itu." Abi menghela nafas lelahnya.

"Sekarang kalian beristighfar, dan mohon ampun sama Allah." Titahnya.

"Astaghfirullah hal adzim." Ucap Dira.

"Astaghfirullah." Ucap Emil dengan ogah-ogahan.

"Sampai mana hafalan kalian?" Tanya Abi kemudian setelah ia sudah kebih tenang.

"Sampe mampus." Gumam Emil.

Abi menghela nafas panjang sambil memijat pelipisnya. Pusing sekali rasanya menghadapi dua orang ini.

"Emil, kamu setor duluan." Perintahnya dengan lirih. Jujur dirinya lelah sekarang.

Emil berdecak malas dan akhirnya menyetorkan apa yang sudah ia hafalkan. Lima. Hanya lima yang mampu ia hafalkan dan setorkan. Emil paling malas untuk urusan hafal-menghafal. Raut wajahnya saja ogah-ogahan seperti itu.

The Hidden [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now