Duak!! duak!! duak!!

Vanya yang mendengar ketukan pintu yang sangat tidak manusiawi itu pun bergegas mengambil tas selempang seukuran smartphonenya itu lalu berlari keluar kamar untuk membuka pintu rumahnya. Takutnya, kalau tidak segera dibuka ia akan mendapatkan pintu rumahnya roboh begitu saja akibat pukulan yang begitu keras, memang dasar ketua osis tidak punya sopan santun.

"Lo apa apaan deh, enggak sopan tahu !!" tegur Vanya pada Arlan takut tetangga terganggu mendengar pukulan pada pintu sekeras itu.

"Lama lo buka pintunya!! Enggak usah diapa apain lo bakalan tetep pendek" sarkas Arlan. Matanya memindai isi rumah Vanya yang minimalis dan sepi. Karena kenal Vanya dari SD Arlan pernah kerumah Vanya sebelumnya.

"Apaan deh enggak ada hubungannya sama dandan sama tinggi badan gue!! lagian Lo baru ngetuk pintu aja gue langsung lari buat buka pintu, lo-nya aja enggak sabaran!!" jawab Vanya tak kalah sengit. Mereka selalu begitu, tidak pernah akur, tetapi jika kemana mana Arlan selalu mengajak Vanya. Menurut Arlan Vanya orangnya enak untuk dibawa kemanapun, tidak pernah rewel minta ini dan itu, Arlan juga lebih percaya terhadap Vanya dari pada harus mengajak orang lain untuk berdiskusi.

Vanya menaiki motor besar warna hitam milik Arlan. Dengan berpegangan bahu Arlan akhirnya Vanya sudah ada di atas motor besar milik Arlan. Untung Vanya tidak salah kostum, bisa bisa dia akan kesusahan dengan pakaiannya sendiri saat menaiki motor besar milik Arlan.

"Ar!!" teriak Vanya memanggil Arlan karena mereka sudah melaju dari rumah Vanya.

"..." Sepetinya Arlan tidak mendengar dengan jelas panggilan dari Vanya.

" Ar, ini kan kita bakalan bawa barang barang yang banyak, kenapa lo malah pake motor gede kaya gini? guenya aja repot buat naiknya apalagi bawa barang banyak nanti mau taruh dimana?" teriak Vanya lebih kencang lagi.

Ciittt

Tubuh Vanya menubruk punggung Arlan karena berhenti secara mendadak.

"Lo kok enggak ngomong dari tadi sih? harusnya lo bilang sebelum gue jemput lo biar gue bawa mobil aja Vanya~" kata Arlan.

"Ih ih Lo kok nyalahin gue, lagian suruh siapa gue lagi ngomong main mutusin sambungan telpon aja?" balas Vanya tak kalah kesal.

Berbicara dengan Arlan bawaannya tidak pernah santai, selalu pakai urat!! Vanya kadang terbawa emosi ketika berbicara dengan Arlan, pasalnya Vanya selalu saja disalahkan. Arlan adalah laki laki yang dominan, dia tidak ingin kalah dengan siapapun, dia adalah seorang pemimpin sejati. Entah karena memang sudah kenal Vanya dari lama membuat Arlan terbuka dengan karakter dan sifatnya pada Vanya, atau memang ia selalu seperti itu kepada siapapun.

Tanpa kata Arlan putar balik lalu tancap gas membuat Vanya memeluk pinggang Arlan karena reflek takut jatuh. Bukannya mengurangi kecepatan saat Vanya memukul bahunya, Arlan malah menambah laju kecepatannya membuat Vanya memeluk Arlan kembali.

Tanpa Vanya tahu, Arlan tengah menyunggingkan senyum tipis dibibirnya.

**********

Arlan dan Vanya kini sudah berada di toko khusus alat tulis setelah mengganti motor yang mereka tunggangi dengan mobil. Sedari tadi mereka sudah memutari pusat perbelanjaan, dan sudah mendapatkan beberapa bahan untuk kreasi menghias gedung sekolah. Vanya saat ini tengah kesusahan dengan kedua tangannya yang penuh dengan tentengan plastik belanjaan. Sedangkan yang laki laki hanya bertugas mencari daftar bahan apa yang belum dibeli, dan memberikan semua barang ke tangan mungil Vanya.

Berpindah ke ruko sebelah. Arlan yang jalan mendahului Vanya tanpa rasa bersalah meninggalkan Vanya yang kesusahan. Ada botol bekas didepan kakinya, pikir Vanya. Dengan sekuat tenaga Vanya menendang botol bekas dekat kakinya untuk diarahkan kepada Arlan.

Hello, my senior girl~ (Tamat)Where stories live. Discover now