• M I N E •

Mulai dari awal
                                        

Aku melempar seringai tajam padanya.

"Apa maksudmu, Joon?!"

Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum menghembuskannya kasar.

"Dia baru saja berlatih memegang senjata. Dia bahkan belum tahu bagaimana melindungi diri sendiri. Aku rasa akan sangat merepotkan nanti jika dia ikut. Itu artinya salah satu dari kita harus menjaganya bukan?"

"Aku bisa menjaganya!" ketus Hoseok.

"V memang baru saja berlatih menggunakan senjata. Tapi bidikannya selalu akurat. Dia memiliki iris yang tajam dan fokus yang tinggi. Aku rasa, semua hanya butuh waktu untuk membuatnya terlatih dan terbiasa dengan kehidupan semacam ini" imbuh Yoongi tanpa ragu.

"Jangan katakan jika kau jatuh cinta padanya?!" Jimin menyudutkan kekasihnya sendiri dengan tatapan mematikan.

"Konyol sekali! Mana mungkin?! Dia milik Meneer!"

Aku menggebrak meja keras. Sungguh, pasangan ini membuatku pusing!

"Hey, berfokuslah pada topik!"

Situasi kembali hening.

"Jin, kau terlalu berlebihan kali ini" sahabatku terlihat sangat cemas saat mengucap kalimat tersebut.

Aku menyandarkan punggung pada bahu kursi dengan bantal kedua tangan terlipat.

"Aku rasa tidak. Aku tidak ingin mengambil resiko besar dengan meninggalkan V" ucapku dingin.

Pendapatku segera di sanggah oleh Namjoon yang berdiri dari duduknya. Wajahnya masih menyiratkan rasa tak nyaman sekaligus beban.

"Jin, sebaiknya kau pikirkan lagi. C'mon, dude! Toh Hoseok dan pengawal lain bisa menjaganya bukan?"

"Sorry, Joon! Hoseok berperan penting dalam penyerangan. Tentu kita tidak bisa meninggalkannya di markas. Aku tetap akan membawa V! Terserah kau setuju ataupun tidak bukan menjadi soal bagiku. Keamanan V menjadi prioritasku, Joon! Aku tak ingin memberi celah bagi Lucas beserta antek-anteknya!"

Namjoon menggelengkan kepala satu kali sebelum menghembuskan nafas berat. Tangannya bergerak seolah membuat coretan pada tablet dengan rasa kesal yang kentara.

Aku tak peduli.

Kami kembali berfokus menyusun rencana matang untuk besok hingga tanpa menyadari jika tengah malam telah terlewat. Tetapi tak satupun dari kami yang menguap lebar meski tubuh telah meronta ingin di istirahatkan, tak terkecuali aku. Aku sangat ingin mendekap Lieve-ku.

Cklek

Bunyi pintu kamarku terbuka. Sosok di baliknya menyembul keluar dengan surai acak-acakan, tak jauh berbeda dengan piyama yang ia kenakan. Tanpa bawahan. Dua kancing teratasnya terbuka, memperlihatkan dada mulus favoritku dengan maha karyaku disana. Aku bahkan bisa melihat satu titik porosnya yang mengintip. Ingin sekali kucubit, lalu menghisapnya sampai Lieve-ku mendesah kencang.

"M-meneerh..."

Lieve berjalan lamban ke arahku seraya mengusap kelopak berulang kali. Sesekali bibirnya yang tipis itu membuat celah lebar. Dia sungguh menggemaskan, seperti bayi.

"Sayang!"

Segera bagiku untuk bangkit dari kursi untuk merengkuh tubuh kurusnya.

Grep

V menjatuhkan raganya tepat saat kedua lenganku mengerat pada pinggang. Aku membawanya dengan gendongan bak pengantin dan menyamankan kepalanya agar tetap bersandar pada dadaku yang hangat.

• K R A C H T •  JINV • ABOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang