"Ya mana mungkin main bikin bosen." Balas Dira.

"Main itu nggak ada gunanya, Dek. Ada sih gunanya, bikin kita seneng juga, tapi kalo ngaji itu manfaatnya lebih besar daripada main. Manfaat ngaji nggak cuma buat di dunia, tapi juga di akhirat."

"Tutup aja nih telfonnya kalo lo mau ceramah terus." Dumel Dira yang malas mendengar ceramah Kakaknya.

"Sekarang kamu mau gimana? Mau ke pesantren, atau di rumah terus-terusan? Kalo Kakak yang ada di posisi kamu, Kakak pilih option pertama, daripada harus di rumah terus, nggak boleh keluar, fasilitas juga diambil."

"Nggak tau lah. Gue bingung, pilihannya nggak ada yang menguntungkan buat gue."

Danita hanya tersenyum tipis dan mengusap rambut sepunggung anak bungsunya itu.

"Pilih option pertama aja, Dek. Kakak yakin kamu bakalan betah di sini, di pesantren. Pilih yang pertama aja, ya?"

"Kok maksa?"

"Kakak nggak maksa, Kakak cuma bantu kamu aja. Lagian emang kamu betah di rumah terus-terusan? Nggak boleh pegang hp, nggak boleh keluar, nggak boleh main, nggak boleh ajak temen ke rumah, nggak bosen kamu? Masih mending di pesantren."

Dira menggigit bibi bawahnya sendiri dan berfikir, mempertimbangkan pilihan yang akan ia pilih nantinya.

"Menurut lo gue harus pilih ke pesantren aja, gitu?"

"He'em."

"Ah, tapi kalo gue ke pesantren sama aja, dong. Nggak bisa main hp, nggak bisa ketemu temen-temen gue juga."

"Kan nanti kamu bisa kenalan terus temenan sama santri-santri di sini."

"Hp?"

"Kalo hp sih emang nggak boleh."

"Lah ini lo bawa hp."

"Kakak bawa hp kan karena kebutuhan buat kuliah. Nanti kalo udah selese juga dikembaliin lagi ke pengurus pesantren."

"Gue boleh bawa nggak?"

"Kamu kuliah nggak?" Tanya Raya balik.

"Nggak." Jawab Dira.

"Ya udah, berarti nggak boleh."

"Kalo gitu, gue besok kalo bosen, gue pinjem hp lo buat game boleh, dong?"

"Nggak boleh."

Dira berdecak sebal. "Pelit banget."

"Kakak nggak bakalan pinjemin kamu hp kalo hpnya digunain buat ngegame."


****



"Gimana? Kamu udah putusin mana yang bakal kamu pilih?" Tanya Malik pada putri bungsunya yang kini duduk di hadapannya.

"Udah." Cicit Dira.

"Jadi?"

Dira mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. "Aku pilih option pertama. Aku mau ke pesantren." Jawabnya.

"Alhamdulillah." Malik dan Danita tersenyum lega dan puas atas pilihan sang anak mereka pilih.

"Oke, kalo gitu besok kita berangkat. Sekarang, kamu kemasi barang-barang kamu."

"Iya aku beresin barang-barang aku nanti. Tapi sekarang aku mau ketemu temen-temen aku dulu bol--"

"Nggak boleh." Dengan tegas, Malik memotong ucapan Dira yang ingin meminta izin.

"Kamu ke kamar sekarang, dan beresin barang-barang kamu."

Dira mendengus kasar dan beranjak dari ruang keluarga untuk ke kamarnya.

"Semuanya akan dimulai." Gumam Danita.

"Iya. Semoga Dira bisa mencari tau siapa dia sebenarnya di sana. Semoga Abi bisa menerima anak kita yang masih jauh dari Allah, semoga Abi memiliki kesabaran yang luas dalam menghadapi tingkah anak kita, dan semoga Abi mampu membimbingnya untuk lebih dekat lagi kepada Penciptanya."

"Aamiin."

Di dalam kamarnya, Dira membereskan barang-barang yang akan ia bawa ke pesantren dengan kesal. Sebenarnya ia sama sekali tidak ingin mengambil keputusan ini. Tapi mau bagaimana lagi. Daripada dirinya harus tinggal di rumah untuk selamanya, mending ke pesantren kan.

"Mau bawa apa gue ke sana? Baju muslim gue cuma punya 5 doang. Ini pun baju lebaran taun kemaren, kemarennya lagi, kemaren-kemarennya, kemaren-kemarennya lagi, kemaren-kemarennya lagi-lagi. Sisanya baju pendek semua." Gumamnya sambil melihat isi lemarinya yang rata-rata pakaiannya jauh dari kata tertutup.

"Masa iya gue di pesantren pake hot pants sama crop top?"

"Bodo amat lah. Gue bawa daleman aja. Nanti di sana gampang gue pinjem bajunya Kak Raya. Yang penting mah dalemannya."

"Buku? Emang harus banget gue bawa buku? Gue aja nggak punya buku, kan gue nggak kuliah. Nggak usah bawa lah, nanti minta aja ke Kak Raya."

"Terus gue ke pesantren cuma bawa daleman doang, nih? Waktu itu gue liat Kak Raya bawaannya banyak banget, masa gue cuma bawa daleman doang?"

"Nggak papa deh. Nanti gampang pinjem punya Kak Raya. Pembalut juga nanti minta ke Kak Raya." Dira langsung memasukkan semua pakaian dalamnya ke dalam tas.

Semua solusinya sudah ada pada Kakaknya, Raya.

Dan selesai. Hanya itu yang Dira siapkan untuk ia bawa ke pesantren. Pakaian dalam. Sama satu lagi, kebutuhan mandi, seperti sabun, pasta gigi dan sikat gigi.

*****



SPAM NEXT KALO MAU LANJUT!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SPAM NEXT KALO MAU LANJUT!!

Sekian, terima vote






The Hidden [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now