Bab 6

340 170 10
                                    

Sebelum baca, silahkan vote terlebih dahulu biar halal. Menyenangkan orang lain itu dapat pahala. Dan jangan lupa tinggalkan komentar saran maupun kritik.
.
.
.

_𝖘𝖊𝖑𝖆𝖒𝖆𝖙 𝖒𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆_

Dengan perlahan, bunda Kirana memasuki kamar anaknya dan melangkah mendekati jendela. Dia meraih tali gorden dan dengan lembut menariknya ke samping, membiarkan cahaya matahari memasuki ruangan yang tadinya gelap melalui jendela besar yang terbuka. Sinar matahari yang mengisi ruangan, menciptakan warna-warna lembut di seluruh kamar.

Namun, ketika sinar matahari menyapu lembut wajahnya, gadis itu mulai merasa risau dalam tidurnya. Dia merintih pelan dan merapatkan selimut ke tubuhnya. Matanya perlahan-lahan terbuka, dan dia terbangun dalam nyawa yang belum mengumpul, seketika matanya langsung melebar sempurna hingga bola matanya hampir copot ketika melihat jam di meja samping tempat tidurnya.

Pukul 07.58.

Nita merasa panik dan cemas, matanya terbelalak tak percaya melihat angka yang tertera pada jam digitalnya. Dia merenung sejenak, mencoba memahami apa yang terjadi. Seharusnya dia sudah bangun lebih awal dan bersiap-siap untuk hari ini. Namun, mengapa rasanya seperti dia tertidur lebih lama dari yang seharusnya. "Kenapa bunda tidak membangunkan aku untuk sekolah?"

Bunda Kirana, yang melihat reaksi putrinya, mendekati tempat tidur dengan langkah lembut. Bunda berdiri di samping tempat tidur Nita mencoba menenangkan anaknya yang terlihat bingung dan panik. Dia duduk di samping Nita, mengelus rambutnya dengan lembut, "Tadi bunda sudah kesini untuk bangunin adek, ternyata badan adek panas banget. Untuk hari ini, adek tidak perlu berangkat sekolah dulu ya."

Nita memandang Bundanya dengan tatapan sedih, baru kali ini ia tidak berangkat sekolah karena sakit. Biasanya juga, ia selalu tetap berangkat sekolah, apapun rintangan yang menghadang. "Tapi, aku pengen sekolah, Bunda."

Bunda Kirana menjawab dengan lembut, mencoba memberikan penjelasan, "lebih baik adek istirahat, daripada memikirkan sekolah. Mau Bunda panggilin dokter?"

Nita menggeleng pelan, ia sama sekali tidak suka jika Bunda selalu khawatir dengan keadaannya. Padahal, hanya panas biasa. atau mungkin panas akibat dirinya kelelahan setelah mendapatkan beberapa kejadian yang bisa membuatnya merenggang nyawa. Nita mencoba untuk tersenyum, "tidak perlu, Bunda. Aku baik-baik saja."

Bunda tersenyum melihat anaknya yang tersenyum, ia mengusap lembut kening Nita, "yasudah kalau begitu, Bunda tinggal kerja dulu gimana? Bunda juga sudah siapin sarapan khusus untuk adek dibawah."

Nita menganggukkan kepalanya, "iya, Bunda kerja saja, dan jangan khawatirin aku. Aku selalu baik-baik saja, nanti aku sarapan sendiri."

Bunda Kirana tersenyum lagi sambil mencium kening anaknya, "baiklah, Bunda tinggal dulu ya, maaf Bunda tidak bisa nemenin. Adek juga baik-baik di rumah, okey?" Dengan lembut, ia mengatur selimut untuk menutupi Nita yang masih terasa agak lemas.

"Iya Bunda, Bunda juga hati-hati. Semangat kerjanya Bunda!" Ucapan semangat dari anaknya membuat Bunda tersenyum hangat kemudian bangkit untuk berangkat kerja pada pagi hari itu.

Setelah beberapa menit bundanya pergi dari kamar, Nita meraih ponselnya yang diletakkan di meja samping tempat tidurnya. Dia membuka layar ponsel, dan melihat pesan masuk. Senyum tipis menyelinap di wajahnya ketika dia melihat pesan dari Bagas.

Kak Bagas 06.37: Selamat pagi..

Nita merasa hangat oleh pesan singkat tersebut. Ini adalah salah satu dari banyak pesan pagi dari Bagas yang selalu membuatnya senang. Meskipun mereka tidak ada status khusus, tetapi pesan-pesan seperti itu selalu menceriakan paginya. Nita segera membalas pesannya.

Dendam Tersirat✓Where stories live. Discover now