• L I E V E •

Mulai dari awal
                                        

Entah berapa kali kami melakukan ritual panas tersebut. Seingatku saat Jin menggendong tubuh lemasku untuk berbaring di atas ranjang, kami melakukannya lagi dan lagi. Tak satupun mau berhenti meski suara kami telah habis meneriakkan nama satu sama lain tanpa jemu.

Pipiku kembali terbakar. Aku mulai bergerak gelisah di bawah selimut dan meremas pucuknya sebelum membawa benda tebal itu sampai menutupi hidungku.

Aku mulai berpikir mungkinkah pengaruh minuman kami semalam? Jika memang ya, aku tak menyesalinya. Aku justru akan bersyukur sebab berkatnya aku bisa merasakan hal menakjubkan yang selama ini belum pernah aku rasakan.

Mencapai titik kepuasan.

Aku tak pernah melakukanya sendiri, apalagi bersama pasangan. Karena memang aku belum pernah memiliki kekasih. Rupanya, rasanya begitu nikmat. Ada rasa seringan kapas juga pendaran bahagia ketika telah melakukannya.

"My Lieve, sudah bangun?"

Aku tersentak. Suara dalam nan serak itu membuyarkan lamunan kotorku.

Jin mengeratkan lingkaran tangannya pada pinggulku dan menyembunyikan miliknya yang keras di bawah sana pada belah buah persikku. Terasa hangat.

Aku tersipu.

Miliknya benar-benar luar biasa.

"Lieve? Apa yang sedang kau pikirkan? Tell me!"

Geraman dalamnya membuat bulu-bulu halus pada tengkuk sampai lenganku berdiri. Sensasi aneh namun aku menyukainya.

"Tidak ada, meneer."

"Apa Lieveku mulai belajar membohongi meneer? Hum?"

Jin merangkak ke atas tubuhku ketika ia berhasil membuatku berbaring pasrah di bawah kendalinya. Sungguh ini masih sangat pagi, mentari bahkan baru saja mengintip dari ufuk timur— menerobos masuk pada kaca kamar kami.

Jemari Jin menahan masing-masing lenganku untuk terbuka di setiap sisi kanan dan kiri lalu merabanya lamban sampai genggaman erat pada jari kami terjadi. Aku tak menolak sedikitpun. Ku biarkan saja tubuhku terkulai di bawahnya.

Alphaku mulai mengikis jarak hingga ujung hidung kami bersinggungan. Deru nafas hangatnya menyapa wajah juga area daun telinga. Ia mengecupi wajahku dengan indera penciumannya.

Lamban.

Penuh penghayatan.

Tetapi mampu memantik birahi dalam diriku sehingga kejantannanku menjadi sama kerasnya dengan miliknya.

"My beautiful Lieve..." bisiknya tepat pada lubang cupingku sebelum menjilatnya. Lalu ia kulum habis. Aku mengerang,

"Aaangh!"

"Kau suka sayang?" desisnya lembut tetap berada di area yang sama.

"Yeah, meneer. It feels ticklish but awesome" jawabku dengan dada naik turun.

"Aku akan mengajarimu bagaimana mengucapkan Selamat pagi dengan baik pada Meneer-mu. Nikmati dan hayati. Lalu, lakukan padaku esok hari. Kau mengerti?"

Aku mengangguk dengan detak jantung tak beratur.

Meneer menggelitiki cupingku satu kali lagi, lidahnya bergerak panas pada lubangnya hingga ke area belakang. Halu melahap habis benda tak bertulang itu. Sontak saja aku mendongak dengan lenguh keras.

"Aaahh!"

"Good"

Setelah puas, bibir tebalnya merangkak menyusuri wajahku dengan lumatan dalam. Pinggulnya bahkan bergerak erotis demi mengadu kejantanan kami— sementara kesepuluh jari kami tetap bertaut erat. Aku merasakan kenikmatan ganda. Segalanya terasa luar biasa dan membuatku pusing.

• K R A C H T •  JINV • ABOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang