• L I E V E •

Start from the beginning
                                        

Aku masih bisa merasakan bagaimana lembut bibirnya ketika mendarat pada milikku. Meneer menyatukan milik kami tanpa terburu. Menyesap benda kenyalku perlahan, menikmati setiap lekuknya sebelum benda liat itu turut mendapatkan giliran. Melesak masuk dalam rongga mulutku untuk saling bergulat, membiarkan saliva menggenang pada permukaan bibir yang akhirnya merembes keluar membasahi daguku.

Tentu saja aku kalah. Aku tak begitu ahli dalam melakukan French Kiss. Tetapi berkat meneer aku bisa belajar.

Tak hanya itu, sentuhan tangan meneer seakan membakar ragaku. Entah itu mengusap lenganku, meraba dadaku dan memilin putingku, sampai bagaimana ia mengurut privasiku. Benar-benar terasa luar biasa. Baru kali ini aku merasakan sensasj bercinta akan senikmat ini.

Tak tahu pasti berapa kali milikku memuntahkan laharnya, yang jelas untuk pertama kali aku menikmati adegan ranjang kami semalam. Aku tak ingin memungkiri jika Meneer-ku begitu ahli dalam bercinta dan memanjakan pasangan. Ya meski kutahu, aku hanyalah gundik disini.

Aku tak tahu pasti posisiku apa, aku hanya ingin menikmati apapun yang ku terima saat ini, seperti kata Hoseok.

Hal yang memalukan adalah perut kosongku berbunyi ketika kami baru selesai di ronde pertama. Ya Tuhan, aku ingin sekali menarik bantal waktu itu untuk menyembunyikan wajahku. Tetapi meneer, ia terkekeh dengan kelopaknya yang membentuk bulan sabit.

Dia benar-benar tampan dalam jarak yang begitu dekat.

Aku sempat mengira ia akan marah dan memukulku. Dan hal itu tak terjadi. Justru ia menggesekkan ujung hidungnya dengan milikku sebelum mencium bibirku yang bengkak.

"My lieve..."

Dua kata yang selalu berhasil membuat jantungku bertalu kencang sebelum membawaku bangkit. Apalagi ketika meneer mengucapkannya dengan suara dalam. Katakan saja aku terlalu percaya diri, aku merasa ia seperti menandai kepemilikannya.

Meneer lebih dulu mengangkat tubuhnya yang polos dan berjalan ke arah closet. Punggungnya yang kekar dengan bisep membentuk membuatku tersipu. Persis seperti alpha dambaanku semasa kuliah dulu.

Lengannya mengambil dua sleeprope satin bewarna merah jambu pucat dan memberi satu untuk kukenakan. Lalu, ia menekan dua digit nomor pada telepon di atas nakas untuk memerintahkan para anak buah membawakan makan malam kami ke dalam kamar.

Sendirinya baru ingat, jika perutnya belum terisi. Dan aku pun menyembunyikan tawaku di balik dua telapak tangan. Kau tahu, detik selanjutnya meneer mendekatiku untuk menyentil ujung hidungku katanya sebagai pelajaran sebab aku menertawainya.

Aku sempat sulit mempercayai jika sosok di depanku adalah Meneer Jin, tapi nyatanya memang benar dia. Perlahan namun pasti Jin mengikis jarak kami yang hanya sejengkal tangan untuk mengisi belah bibirku yang terbuka. Menciumnya lembut seraya melumat. Lambat laun, aku mampu melakukan hal yang sama pada bibirnya yang tebal. Dan hal tersebut, sukses membuat alpha-ku kian mendekat untuk memperdalam ciuman kami.

Bunyi bel berdering satu kali menghentikan aktivitas kami. Dan dengan geraman kecil Meneer bangkit dari ranjang untuk membuka pintu kamar. Aku bisa melihat kilasan kecewa melalui manik hazel-nya.

Jin mempercepat langkahnya ke arahku dengan tangannya yang terbuka.

"My lieve, let's have dinner!"

Tentu saja segera kusambut uluran tangan tersebut. Tak bisa kupungkiri jika darahku mendidih, padahal sekujurku terasa mendingin. Aku gugup. Namun baru saja kakiku akan turun menginjak karpet bulu, Meneer segera membawa tubuhku dalam gendongnya.

• K R A C H T •  JINV • ABOWhere stories live. Discover now