• When the mafia fights for the position and love •
-6th book-
TAGS :
-Dark Fiction
-ABO-VERSE (ALPHA, BETA, OMEGA)
-MPREG (Male Pregnant)
-Romance
-Action + Gore
-Happy/Sad Ending
-Death Chara
-Written in Indonesian, English and Dutch
TRIGGER WAR...
"Lalu mendesak kita untuk melakukan negosiasi dibawah meja. Brengsek! Kita bahkan penyumbang pajak terbesar di negara ini. Apa mereka amnesia?!" seru Jimin seraya menepuk meja.
"Sebenarnya tidak, hanya saja jika kau bisa mendapatkan lebih kenapa tidak? Ayolah, memperkaya diri jauh lebih penting bro!" imbuh Hoseok sambil menutup laptop.
"Mereka benar-benar serakah. Tak ada bedanya dengan kita. Hanya saja mereka adalah pengecut yang berlindung dibalik wibawanya seragam. Cih!" sahut Jin.
Jimin mengibaskan anak rambutnya sejenak sebelum menyambung konversasi mereka.
"Aku semakin tak sabar ingin menguliti Jacob. Lucky pasti akan senang memiliki banyak stok daging segar untuk si santap!"
Kesemuanya terkekeh.
Setelah berbincang cukup lama, satu per satu rekan Jin meninggalkan ruang perpustakaan. Hanya menyisakan sang kepala mafia yang menatap sendu layar ponsel yang menampilkan potret seseorang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jelas dalam ingatannya jika ia mengabadikan moment tersebut dalam diam. Tepat sebelum insiden pelarian diri itu di mulai.
V memiliki paras cantik natural yang tak bisa dimiliki oleh omega lain di muka bumi. Terlebih bolamata bening-nya adalah bagian favorit dari Jin. Irisnya selalu berkilau, sampai-sampai ia menemukan refleksi sempurna dirinya disana.
Entah berapa lama bagi sang kepala mafia terlarut dalam gambar diri V. Jika saja denting jam kuno di ruang tengah tak mengusiknya, mungkin ia akan terjaga malam ini demi menatap keindahan alami si omega.
Detik berikutnya, Jin menarik diri dari singgasana dan bergegas menemui si empu potret yang ia tatap.
Tanpa ia sadari, bibir tebalnya mengulas senyum tipis dengan manik secoklat pohon mahoni berbinar terang. Satu putaran kenop pada ruang rawat khusus berhasil mempertemukan ia dengan seseorang ia puja. Seraya menautkan telapak tangan hangatnya pada milik sang omega,
Lievie, bangunlah.
,
,
Mentari menyapa begitu cepat dari biasanya. Bunyi cicit burung saling bersahutan dengan tetes embun menandakan jika hari baru sudah bermula.
Dengan mulut menguap lebar, Jin mengayunkan kaki menuju kamar. Ia harus pergi ke kantor meski rasanya enggan.
"Goedemorgen, Jin!" sapa Namjoon yang baru saja keluar dari kamar. Sleep rope satin masih melekat menutupi tubuh kekarnya, meski sebagian terbuka sampai batas atas perut sebab banyak bergerak.
"Morgen!" jawab sang alpha dominant tanpa menoleh.
Tunggu,
Ada hal tak asing mengusik indera penglihatan Namjoon. Dengan iris perlahan melebar,