• A CHOICE •

Start bij het begin
                                        

Omega manis itu bahkan belum terikat. Seingatku saat mencumbunya, tak ada bekas gigitan pada leher bagian belakang. Itu artinya—

Lucas terkekeh. Suara tawa yang dibuat-buat itu menggema dalam kantornya. Seraya melipat kedua tangan di depan dada dengan raut licik, ia berkata—

"Jika Jin terasa sulit, bagaimana jika menculik V satu kali lagi dan menjadikannya mate-ku. Aku rasa Jin akan menyukainya"

Ide cemerlang tersebut berhasil menarik para anak buah untuk bertepuk tangan.

"Susun rencana! Aku tak ingin lagi gagal!"

,

,

Sebuah panggilan masuk dari nomor tak asing berhasil mengusik Jin. Ia menghela nafas berat sambil mendecak malas. Sendirinya tengah duduk dalam ruang rawat V, menemani omega manis itu untuk menghabiskan menu sehatnya. Meski tatap benci terus ia terima, Jin— Alpha pimpinan The Black Diamond tak gentar.

"Wait a minute—"

Jin bangkit dari kursinya untuk menjauh, ke sudut ruangan. Dengan satu tangan masuk dalam kantung celana, ia menjawab—

"Jin, apa kau masih hidup?!" seru seseorang dari seberang. Nadanya bahkan terdengar sedikit cemas.

"Cck! Memangnya kau pikir siapa yang mengangkat teleponmu?! Dasar Berandal Tua!"

Tawa begitu kencang dari seberang cukup membuat alpha tampan itu semakin kesal. Ia menekuk wajahnya dengan hembusan nafas berat yang tak putus.

"Aku mengkhawatirkanmu, dasar anak durhaka! Jika kau mati, siapa yang akan meneruskan bisnis gelapku?! Hanya kau putraku satu-satunya!"

"Ohoho! Aku hampir tak percaya dengan kalimat yang kudengar. Sudahkah kau mengecek kesehatanmu, Tuan Greg?"

Keduanya terkekeh. Meski sendirinya tengah asyik berbincang dengan sang ayah angkat, obsidian bening-nya tak sedikitpun bergeser menatap subjek yang sedang menggerakkan rahangnya malas. Jin— agaknya tahu isi kepala omega manis asal Korea itu, sebab irisnya terlihat kosong.

"Lupakan soal kesehatanku. Bagaimana bisa kau sedang dalam bahaya tapi tak sedikitpun memberitahuku?! Jika John tidak memberitahuku, aku mungkin tidak akan pernah tau!"

Jin menghela nafasnya berat. Ia pijit perpotongan dahi sebelum kembali bersuara-

"Papa, aku sudah dewasa! Umurku bahkan sudah menginjak angka 3. Berhentilah mencemaskanku seolah aku seorang bayi yang terus-menerus harus dilindungi!"

"Jin, aku tak menganggapmu bayi. Kau putraku. Kau berharga bagiku. Sudah selayaknya aku memasang proteksi penuh untukmu dan orang-orang kepercayaanmu"

Suara pria paruh baya diseberang terdengar bergetar. Ada tarikan nafas panjang di sela keheningan selama kurang dari enam puluh detik. Sedangkan Jin— ia menunduk seraya menggigit bibir. Ia tahu, Greg bukanlah orang tua kandungnya tetapi segala yang Greg perbuat selalu yang terbaik. Pria Belanda dengan tinggi 187cm itu selalu mengutamakan Jin dalam hal apapun.

"Hei—" interupsi yang lebih muda. "Apakah pelacur disana membosankan?" Keduanya terkekeh.

"Kau tahu kan seleraku. Aku menyukai yang berpantat besar. Tapi— aku sulit mendapatkan yang seperti itu disini"

"Aku pikir seleraku sama sepertimu, Pa!" Jin menatap tajam V yang tanpa sengaja memperhatikannya diam-diam. Retina keduanya bertemu.

"Aku telah mendapatkan satu— yang berpantat besar dan—" Alpha tampan itu mengendurkan dasinya sejenak sebelum menyambung kalimatnya. "menggairahkan! Bahkan hanya dengan menatapnya membuatku ereksi" Seringai tercetak gamblang pada bibir plum sang alpha. Bagian pusat celananya pun terlihat sesak.

• K R A C H T •  JINV • ABOWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu