Bagian duapuluh lima

629 85 0
                                    

"Kebenaran ternyata selalu lebih buruk dari yang dibayangkan...."
-Jamais-Vu : Solitude-

Tok.... Tok.... Tok....

Namjoon menghentikan kegiatannya yang sedang fokus pada ponselnya saat suara ketukan pintu mengintrupsinya, dahinya mengerut saat matanya menatap kearah Jam dinding yang menunjukkan pukul dua belas, sangat aneh seseorang datang dijam seperti ini, Jimin tidak akan mungkin datang setelah meminta tolong padanya untuk menjaga Jungkook karena Ibunya sendirian dirumah, tapi ia dengan cepat bergerak untuk membuka pintu.

"Selamat malam...." Kerutan didahi Namjoon bertambah saat seorang pria berpenampilan kacau berdiri dihadapannya sambil menyapanya tanpa semangat ataupun energi, ditambah bau alkohol yang menyengat dari nafasnya.

"Selamat malam...."

"Aku Jeon Yoongi, atau Kim? Ahhh apapun itu. Kakak Jungkook." Ujar Yoongi, Namjoon hanya mengangguk, kemudian mempersilahkan Yoongi untuk masuk.

"Jungkook-ie sudah tidur, jika ingin berbicara padanya kau bisa menunggu sampai pagi." Namjoon memberikan peringatan jika saja Yoongi berniat untuk membangunkan Jungkook, ia hanya merasa sesuatu yang buruk tengah terjadi, ia pernah melihat pria itu beberapa kali berinteraksi dengan Jungkook, tapi ia tidak pernah menanyakan apapun pada Jungkook.

Yoongi mengangguk, menanggapi ucapan Namjoon. "Terimakasih. " Ujarnya, ia duduk dikursi yang ada disamping brankar, menatap lekat pada adiknya yang tengah tertidur dengan lelap, terlihat damai dan polos, berbeda dengan Jungkook yang selalu berbicara padanya dengan nada canggung atau dingin.

"Jungkook-ah, Mianhae. " Lirih Yoongi pelan, ia tersenyum lembut menatap Jungkook. "Ini salah Hyung, jika saja Hyung tidak pernah lahir kau mungkin akan bahagia bersama keluarga mu yang lain. Kau lelah, bukan? Lelah dengan makian semua orang. Maafkan aku, maaf." Yoongi menggenggam tangan Jungkook, kemudian menjatuhkan dahinya disana.

Namjoon yang melihat adegan itu terdiam, ada apa dengan pria yang ia ketahui dingin itu? Terlihat sangat putus asa.

"Hey pemuda Tteokbokki!" Namjoon menunjuk dirinya tidak yakin saat Yoongi berseru dengan mata sayu. "Ceritakan tentang adikku! Apa yang ia suka..... Apa yang membuatnya sedih..... Dan!! Bagaimana kau, pemuda tinggi bisa membuatnya terlihat sangat nyaman?!" Yoongi menunjuk Namjoon dari tempatnya, suara pria itu terdengar bergetar, dan tidak jelas karena mabuk.

Yoongi berdiri dari duduknya saat melihat Namjoon yang terdiam karena bingung. "Kau, ceritakan padaku bagaimana cara membuatnya tertawa." Yoongi mencengkram baju sweater yang dikenakan Namjoon, sama sekali tidak bertenaga.

Dicium dari aroma nafasnya Namjoon tahu Yoongi menginsumsi alkohol dalam jumlah yang tinggi, tapi pria itu masih bisa berdiri dan berjalan walau sedikit sempoyongan.

Yoongi menjatuhkan dirinya dilantai, "Kau tahu, dia hanya sering menangis saat berada dirumahnya. Hatinya selalu terpecah menjadi baaaaaanyak bagian saat dirumah." Namjoon termenung, orang-orang bilang manusia biasanya mengatakan kebenaran saat mabuk.

"Tapi, hari itu. Saat aku tahu jika dia bekerja paruh waktu disebuah restoran ayam. Aku melihatnya makan Tteokbokki dipinggir jalan bersama mu, dia tertawa....... Dan terlihat berbinar saat bersama mu...." Suasana kembali hening, hanya ada suara deru nafas Yoongi yang perlahan berubah menjadi isakan.

"Uri Jungkook-ie, seharusnya hidup dengan bahagia. Dia tidak pantas untuk disalahkan." Lirihnya pelan. "Tangan ini bahkan pernah memukulinya, bagaimana bisa kau begitu jahat Yoongi." Yoongi menatap tangannya miris.

PLAKKKK

Satu tamparan ia layangkan untuk dirinya sendiri, walau sedikit tak bertenaga Namjoon yang menyaksikan hal itu bisa merasakan jika tamparan itu cukup sakit. "Yoongi bodoh!" Yoongi menjatuhkan dirinya sendiri dilantai usai mengumpati dirinya sendiri, ia berbaring dilantai dingin itu, sesekali bergumam pelan sampai kegelapan mengambil alih kesadaran nya.

Namjoon tertawa sinis, "Hahaha, brengsek." Umpatnya pada Yoongi, namun walau begitu ia tetap bergerak untuk mengangkat pria itu keatas sofa agar setidaknya tidak demam setelah berkeliaran hanya dengan Hoodie hitam dimalam awal Desember.

°
°
°

"Kau ingin tahu kebenarannya? Kim Yoongi-ssi?" Seokjin tersenyum miring, rupanya marga Kim yang ia sebutkan membuat Yoongi marah. "Kau adalah awal dari semuanya, awal dari memburuknya kehidupanmu , kehidupanku, dan kehidupan Jungkook. Kau adalah penyebab dari semuanya." Seokjin berucap dengan penuh tekanan, menatap mata Yoongi tajam, setajam mata Yoongi yang kini tengah menatap kearahnya.

"Keberadaan mu adalah sebuah kesalahan, kau awal dari semua ini. Kau menjadi penyebab terpecahnya sebuah keluarga." Seokjin berucap tajam, mata dan lidahnya sedang bekerja untuk menjadi orang jahat saat ini, ia hanya ingin Yoongi sadar dan mengetahui semua kebenaran yang sudah diubah oleh Nyonya Jeon.

"Kau berusaha memanipulasi ku." Ujar Yoongi singkat, ia kini menatap remeh kepada Seokjin.

"Ingin bukti Kim Yoongi-ssi?" Seokjin mengeluarkan sebuah foto pernikahan dari sakunya. Disana berdiri Ibunya dengan gaun putih yang indah, ayahnya dengan setelan yang senada, dan Nyinya Jeon yang berdiri diantara mereka. "Kau lihat tanggalnya? Dua puluh lima Juni 1987." Tunjuk Seokjin pada sebuah kue pernikahan yang ada disana, dikue itu tertulis dnegan jelas, tanggal pernikahan yang berwarna keemasan. "Jauh sebelum kau lahir, karena kenyataannya, kau adalah perusak rumah tangga orang tuaku ." Seokjin berdiri dari duduknya, ia membungkuk sopan.

"Terimakasih atas waktunya Kim Yoongi-ssi." Yoongi menatap kepergian Seokjin dengan mata memerah, emosi seakan memenuhi dirinya. "Ahh, jika kau ingin mengetahui selebihnya, tanyakan pada Ibumu, jika tahu keberadaannya kuharap kau memperlakukan Jungkook-ie dengan baik." Seokjin membalikkan tubuhnya, berbicara dengan senyum seakan tidak ada yang terjadi.

Yoongi berdiri dari duduknya begitu sosok Seokjin tidak lagi terlihat, ia butuh kebenaran yang benar-benar sebuah kebenaran. Kaki panjang itu bergerak cepat meninggalkan rumah sakit menuju rumahnya.

"Mama!!!"  Yoongi berseru begitu ia membuka pintu rumah.

Nyonya Jeon keluar dari kamarnya, menghampiri Yoongi dengan wajah penuh tanda tanya. "Ada apa? Mama baru saja ingin kerumah sakit." Yoongi menatap lekat ibunya.

"Jelaskan semua padaku, tentang kenapa Papa pergi, bagaimana kau bertemu dengan Papa, dan kenapa ia memiliki anak kandung lain yang lebih tua dariku." Ucap Yoongi dingin, tepat pada sasaran, Nyonya Jeon membeku mendengar ucapannya. "Sekarang, aku butuh kebenaran. Aku bukan lagi anak kecil." Tekan Yoongi.

Nyonya Jeon masih terdiam, "Jadi benar? Kalian bersama karena kehadiran ku? Karena aku seorang anak yang tidak sah?" Yoongi menatap Nyonya Jeon tidak percaya, ibunya, satu-satunya orang yang paling ia percaya nyatanya adalah pembohong terbesar yang ia kenal.

"Jika kau diam seperti ini, jangan berharap kau akan melihat wajahku setelah ini. Jelaskan padaku, semuanya." Ancam Yoongi, ia tidak bisa lagi menahan dirinya, ia butuh kebenaran, ia butuh kenyataan, ternyata selama ini ia hidup didalam sebuah tipuan besar.

"Maafkan aku." Lirih Nyonya Jeon.

"Jangan meminta maaf, jelaskan semuanya padaku tanpa kebohongan!"

"Jangan meminta maaf, jelaskan semuanya padaku tanpa kebohongan!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kasian bang Ugi ㅠㅠ Break heart oh my God. Peringatan aja nih yah, kalian harus bersabar sama NYONYA JEON dichapter selanjutnya ㅠㅠ She's really bad. 아주 나쁜 . Dahlah, see u!!!

Jamais-vu : Solitude [JJK]Where stories live. Discover now