Bagian duapuluh tiga

619 91 1
                                    

Hay•_•

"Jimin-ah, Yoongi sepertinya sedang menuju kesana. Pria itu langsung pergi dalam keadaan gusar setelah tahu jika Jungkook diopname dan Hoseok yang meminta Jungkook memberikan darahnya." Jimin bisa mendengar nada mencibir dari Seokjin, namun tidak dipungkiri nada gusar juga terselip disana.

"Kau memberitahunya?" Tanya Jimin, ia terdiam sesaat. "Tunggu dulu, kau tahu anggota keluarga Jungkook?" Jimin terdiam, menunggu jawaban dari Seokjin yang juga terdiam.

"Ahhh, Hyung. Sudah dulu, Yoongi Hyung ada disini." Jimin mematikan sambungan telepon saat pintu ruangan terbuka dan menampilkan Yoongi yang menatap tubuh Jungkook yang sudah tertidur dibrankar.

"Hyung...." Jimin berdiri mendekati Jungkook, ia meletakkan jari telunjuknya dibibir, mengisyaratkan Yoongi untuk tidak membuat keributan karena Jungkook yang baru saja tertidur.

"Apa yang terjadi? Ada apa dengannya? Kenapa kau tidak memberitahuku?" Yoongi memijat pelipisnya pelan, melihat Jungkook yang tertidur dengan setelan khas pasien rumah sakit dan sebuah jarum infus ditangan anak itu membuat jantungnya berdegup kencang karena khawatir.

"Lihat ponselmu." Ujar Jimin dingin, ia menatap datar Yoongi. Ia sudah mengabari pria itu, tapi ia rasa pesannya sama sekali tidak dihiraukan. "Aku mengirimi pesan beberapa jam yang lalu, tapi sepertinya kau tidak sadar, terlalu sibuk dengan Taehyung?" Ucapnya sarkas, ia tidak lagi bisa bersikap ramah pada Yoongi sejak pria itu mengingkari janjinya untuk tidak meminta Jungkook menyerah di Taekwondo.

"Maaf." Yoongi menghela nafas begitu selesai memeriksa ponselnya, Jimin benar, Ia sudah dikabari beberapa jam yang lalu. " Ada apa dengannya?" Tanyanya pelan, rasa bersalah kembali melingkupi nya.

"Bisa dibilang ini penyakit tahunan? Ini terjadi pada Jungkook satu tahun sekali, satu Desember." Jelas Jimin, ia akan memberitahu Yoongi, tidak ingin lagi menyembunyikan hal ini seperti yang diinginkan Jungkook, Jimin menginginkan rasa bersalah dirasakan Yoongi. "Hahahah, ini seperti ulang tahun, bukan?" Jimin tertawa hambar.

"Maksudmu?" Tanya Yoongi tidak mengerti.

" Ini traumanya, karena kau."

"Kenapa aku? Apa yang aku lakukan padanya?" Yoongi menatap Jimin tidak terima, ia tidak mengerti trauma apa yang dikatakan Jimin.

"Tidak bisakah kalian berdebat diluar? Kepalaku pusing, aku ingin beristirahat." Yoongi dan Jimin sontak terdiam membeku saat mendengar suara serak yang menghentikan perdebatan mereka.

Jimin menatap Jungkook selama beberapa saat, anak itu berbicara dengan mata yang tertutup dan tangan yang mencengkram selimut. Ia menatap Yoongi, mengisyaratkan pria itu untuk keluar dari ruangan itu.

Yoongi menghela nafas pelan, ia akan mengalah untuk kali ini. Jungkook memang perlu istirahat.

"Coba ingat dirimu dan mungkin Ibumu? Petunjuknya satu Desember." Ujar Jimin tiba-tiba saat tubuh Yoongi hampir menghilang dibalik pintu. "Kau kakaknya, kan?" Lanjutnya membuat Yoongi diam sesaat.

Pintu ruangan tertutup, meninggalkan Jimin dan Jungkook yang dilingkupi keheningan. "Hahaha, untung saja brankar lain dikamar ini kosong. Orang-orang mungkin akan mengasihani ku jika melihat semuanya." Tawa hambar itu terdengar sendu, ia kini membuka matanya lebar, menatap lurus kearah jendela.

"Jungkook-ah, aku kira kau sudah tertidur." Jimin berucap, seolah-olah tidak ada yang terjadi, ia tidak ingin kejadian ini mengganggu Jungkook. "Apa kau perlu sesuatu?" Tanya Jimin lagi.

"Hyung...."

"Apa? Kau butuh air? Merasa bosan? Atau apa?" Tanya Jimin cepat, ia mendekat kearah Jungkook.

Jamais-vu : Solitude [JJK]Where stories live. Discover now