• A T T A C K •

Start from the beginning
                                        

Entah mengapa hatiku serasa berlubang menatapnya demikian. Sorot iris sebening air jernih yang selalu terlihat sendu kini belum lagi bisa ku tatap.

Aku merasa kosong.

Kusematkan telapak tangan besarnya pada bawah miliknya yang tertancap selang infus. Aku berusaha menggenggamnya walau tidak begitu erat. Setidaknya V-ku sedikit merasa hangat akan suhu tubuh dariku. Raganya masih terasa dingin jika saja kau tahu.

Aku telah menatapnya selama lebih dari tiga jam sejak jam makan malam. Entah mengapa tak ada rasa jemu bagiku. Padahal, tak ada suara lain selain bunyi mesin monoton yang kudengar.

Kuraih punggung tangannya ketika rasa kantuk mulai melandaku— untuk kukecup singkat. Lalu menepuknya lembut.

"V— wakker worden, schat! (Segeralah bangun, sayang!"

Belum usai aku beranjak pergi, suara lirih penuh sakit menyapa runguku dari lantai atas. Bunyi benda berat jatuh menyentuh tanah pun tak luput dariku. Lantas, aku segera memasang diri pada balik tembok yang berdekatan dengan pintu. Mencoba menangkap lebih jeli lagi.

Pradugaku adalah seseorang berhasil membobol masuk markasku. Sebab feromon pelaku berhasil tercium olehku.

Dasar bodoh!

Aku mulai membuka pintu ruang rawat V untuk segera keluar. Beberapa anak buahku masih setia berjaga dalam kesunyian. Aku memerintahkan mereka untuk siaga satu.

Mereka mengangguk, termasuk dokter yang berjaga malam. Aku tak ingin sesuatu terjadi pada V-ku.

Dengan langkah senyap, aku menyusuri markas untuk mengikuti derap langkah sosok yang berani menghabisi anak buahku.

Aku memilih melewati pintu darurat untuk menuju lantai atas.

Ruang tengahku masih sunyi, meski umpatan nyaring dengan lenguh tak asing merusak gendang telingaku. Aku berani bertaruh, si pembuat onar ini adalah Jimin dan Yoongi.

Sialan!

Bukannya berjaga, malah beradu desah. Ingin kutebas saja leher mereka jika aku tak ingat satu kebaikan dari keduanya.

Aku mencoba abai dan menaiki anak tangga demi menuju lantai berikutnya. Tak lupa ku ambil satu katana yang tergantung di ruang tengah sebagai senjataku ketika irisku menangkap sosok berbalut pakaian serba hitam mulai memasuki kamar pribadiku.

Sudah kuduga, Lucas akan bergerak lebih awal!

Keparat!

Mengapa anak buahku begitu mengentengkan mafia tengik satu itu?! Aku mengumpat dalam diam dalam langkahku menuju kamar.

Keahlianku akan segera dimulai dalam beberapa sekon kedepan.

Segera kupercepat langkahku untuk turut masuk kedalam kamar dan benar saja. Sosok ninja tengah menebas guling dan bantalku. Kunyalakan lampu kamar dengan sekali tepukan untuk menyambut kehadirannya.

"Welkom!"

Seru nyaringku nyatanya berhasil membuat si penyusup menoleh ke arahku dengan tatap tajam. Ia terlihat kesal sebab misinya untuk membunuhku total gagal.

"Jij faalde! (Kau gagal!)"

Sling!

Kilatan katana mengayun untuk di sejajarkan sebatas dada dengan kedua kaki memasang kuda-kuda. Sorot mata tajam itu terlempar kearahku seraya berucap-

"Meneer Jin, je moet dood! (Tuan Jin, kau harus mati!)"

Aku menyeringai sebelum kupisahkan katana sepanjang tujuh puluh lima senti milikku dari saya.

• K R A C H T •  JINV • ABOWhere stories live. Discover now