63. TROPHY

8.6K 1.6K 64
                                    

Melupakan sejenak kedekatan yang coba dibangun Draka dengan Musesa. Ardi fokus pada acara yang harus dia bentuk untuk keluarganya dan keluarga Trophy. Meski diam-diam Ardi tetap membuat siasat untuk memberi batasan pada Draka yang terlihat ingin sekali dekat dengan Musesa.

"Ini bagus?" tanya Opy pada Ardi ketika menanyakan bagaimana pakaiannya di mata sang pria.

"Bagus," jawab Ardi menatap Opy tanpa kurang satu apa pun. Memang kenyataannya tak ada yang kurang dari perempuan itu. Di mata Ardi, selamanya Opy akan selalu sempurna.

"Lazuardi, Please! Kamu jawabnya bagus, bagus, terus!"

Inilah momen dimana perempuan membuat pria bergidik ngeri jika kedepannya ada pertanyaan yang sama diajukan. Bagaimana tidak? Dijawab dengan jujur, dibilang tidak serius. Dijawab dengan kritikan, merasa frustasi sendiri dan ujungnya menyalahkan pendapat si pria. Maunya apa?

"Memang begitu, kok. Kamu maunya aku jawab bagaimana?"

Opy membalikkan tubuhnya dan segera menyelesaikan sisa riasannya. Musesa sudah berada di ruang tamu rumah orangtuanya bersama Arro. Ya, mendadak saja anak lelaki itu menjadi kesukaan Esa. Meski sebenarnya Opy dan Ardi tahu itu adalah cara Draka saja, tapi mereka tak mau tiba-tiba saja marah dan membuat masa lalu terkuak.

"Aku akan mengerahkan orang-orang itu untuk mengurus resepsi kita lebih cepat supaya kita cepat pakai rumah baru kita."

Opy berbalik dan menatap kemeja suaminya yang gagah. Beberapa hari tidak berolahraga membuat Opy menyadari bahwa pola makan pria itu sedikit kacau. Padahal saat di Hawaii Ardi bisa diurus Opy dengan baik untuk urusan makanan, karena Opy juga melakukannya. Dia seorang model, ingat? Ya, walaupun mantan model. Tapi bentuk tubuh dan kesehatan jelas sangat diperhatikan.

"Ya. Aku setuju," tutur Opy dengan tatapan yang menyetujui sepenuhnya keinginan Ardi. "Jika terlalu lama di sini, Esa akan semakin akrab dengan Arro dan aku nggak mau melihat kamu kebakaran jenggot karena cemburu."

"Aku nggak kebakaran jenggot."

Opy mencibir dengan tawa yang menyelip di bibirnya. "Masa? Terus siapa yang beberapa hari lalu siram Draka pakai air tanpa terlihat jelas?"

Ardi menggeram dan dengan sekali gerakan, ia membawa Opy duduk di pinggir ranjang. Ingin sekali pria itu mengacak-acak bibir perempuannya dan membuat pewarna bibir itu luntur tak tersisa. Namun, Ardi tidak mau memperlama lagi. Pertemuan keluarganya harus terjadi dan Esa jangan sampai malah semakin lengket dengan Arro dan Draka.

"Aku akan memberitahu kamu bahwa aku nggak kebakaran jenggot, karena aku akan membakar kamu dengan kemampuanku."

Opy bukannya menciut malah membalas ancaman liar Ardi itu. "Kamu yakin bisa? Ini di rumah papi mami aku, lho. Yakin akan aman? Lagian—"

"Ya, kamu menang! Untuk sekarang. Setelah resepsi selesai dan kita di rumah sendiri ... lihat saja nanti."

Opy tertawa kecil seraya berkata, "Uhhhh, ceyeeeeemmmm, Dada!"

Usilnya Esa ternyata memang menuruni ibunya.

*

Pertemuan kedua belah keluarga akhirnya terjadi. Semula niat Ardi mengenalkan Opy dan Esa lebih dulu, tapi tidak bisa. Dave rupanya sudah rapi dan membawa serta istrinya yang tak kalah cantik dari Opy. Meski semula terkejut, Ardi akhirnya menuruti kemauan Dave.

Kini, mereka duduk berputar. Kebetulan sekali sofa di kediaman Gibran memang dibentuk melingkar. Ardi tidak paham mengapa demikian, tapi yang jelas tidak akan menjadi masalah. Mereka akan bicara lebih nyaman.

"Dave! Saya tidak percaya bisa memiliki hubungan baik seperti ini." Gibran tidak bisa menyembunyikan kebanggaan dari senyumnya.

Sebenarnya ini adalah bentuk kebahagiaan Gibran karena pada akhirnya cucu kesayangannya menikah dan membawakan cucu ke kediamannya.

"Saya juga senang bisa memiliki hubungan baik semacam ini, Pak Gibran. Saya harap juga bukan hanya saya, melainkan orangtua menantu saya."

Sedari tadi, memang Gibran yang sibuk untuk menyambut kedatangan mereka. Ayah dan ibu Ardi tidak banyak bicara, khususnya ayah Ardi yang terlihat biasa saja kedatangan tamu.

"Eh ... saya sangat berharap putra saya tidak membuat masalah dengan usianya yang sangat dewasa dibanding putri Anda." Mavita, ibu Ardi berucap.

"Ya, tentu saja tidak. Lazuardi pria yang sopan, sangat bertanggung jawab."

Tidak banyak pembicaraan yang terjadi di sana. Ardi juga tak berharap banyak dengan pertemuan ini, yang jelas dia sudah mempertemukan kedua belah pihak keluarga. Yang pasti, setelah ini hal terpenting adalah keluarga kecil Ardi sendiri.

Begitu Dave dan Karyna meluncur menggunakan mobil mereka sendiri, Ardi lebih dulu mendekati Mavita dan mencium pipi wanita yang melahirkannya itu.

"Apa mama mau tinggal dengan aku?" tanya Ardi.

Mavita mendongak, menatap putranya yang sudah sangat tinggi.

"Di, mama punya rumah—"

"Itu hanya bangunan. Mama nggak punya rumah yang sebenarnya," ucap Ardi membisikkan begitu dalam pada ibunya.

Mavita menahan napasnya sejenak sebelum suaminya datang dan menarik lengan Mavita keras.

"Berhenti mempengaruhi mama kamu. Ayah tahu kamu sudah dewasa, tapi jangan mengurusi hidup mama kamu. Kami memiliki kehidupan sendiri."

Baron—dia sama sekali bukan sosok ayah. Lihat saja sikapnya sekarang ini. Bajingan.

"Terserah. Aku pulang. Kalian harus datang ke resepsi. Kalo ayah bikin masalah, aku sendiri yang akan jemput mama untuk jadi saksi pesta pernikahanku!"

Opy tak berani mendekat, dia melihat dari kejauhan dan berusaha sekeras mungkin mengalihkan putrinya dari perseteruan papanya dengan kakek nenek dari pihak Ardi itu.

Oh, Tuhan. Kami benar-benar lebih baik hidup berjauhan dengan keluarga yang ada saja masalahnya ini.

[Sudah mampir cerita Ery? Judulnya HE WANTS TO STOP WITH ME.]

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang