50. TROPHY

8.1K 1.5K 114
                                    

Tiga tahun ....

Tidak ada waktu yang singkat untuk berproses. Tak pernah dirasa bahwa selama tiga tahun berjalan semuanya menjadi sangat jelas untuk dijalani. Jelas dalam arti bahwa mereka memang sudah harus mengambil tindakan untuk ... pulang. Sebuah keputusan yang sebenarnya bisa dilakukan sejak lama. Namun, mereka merasa tak siap dengan segala tuntutannya. Meski terbilang tidak memiliki masalah mengenai Musesa, karena siapa pun akan menerima kehadiran anak itu. Namun, mereka memiliki masalah mengenai bagaimana bisa Musesa lahir tanpa ada satupun keluarga yang tahu. Masalah akan datang dengan tuduhan, "Kamu pasti sengaja menjauhkan kami sebagai keluarga dengan cucu kami!"

Sial. Trophy tak mau membayangkan semua itu, karena membuat kepalanya sakit setengah mati. Saking pusingnya sampai Musesa yang cerdik dan terkesan nakal selalu mengganggu Opy dengan banyak pertanyaan menggunakan bahasa khas yang ia miliki. Musesa yang cantik itu suka mengikuti kemanapun Opy berada. Khususnya ketika sang Dada tidak ada di rumah.

"Mooomaaaa. Moooooommm, maaaaaa!"

Baru saja Opy akan mengambil air minum untuk putrinya yang suka sekali dengan rambut pendeknya, anak itu sudah berteriak seolah Opy sengaja berlama-lama.

"Mooooomaaaaaa, inummmmm!"

"Esa, bilang apa kalo mau sesuatu?" tanya Opy pada anaknya yang langsung memberikan cengiran khasnya, tak lupa gigi depannya yang agak kacau karena Musesa sulit sekali diajak ke dokter gigi untuk merawat giginya yang sudah terkikis dan berlubang.

"Moommaaa, gib me dingking, pyes!"

Musesa terbiasa menggunakan dua bahasa. Indonesia dan Inggris. Di rumah, Opy akan menggunakan dua bahasa juga. Gado-gado. Membiasakan Esa untuk bisa dua bahasa juga. Hingga mau tak mau terkadang ketika Ardi marah karena sesuatu, pria itu tak bisa berkutik karena putrinya mengerti kedua bahasanya.

Sejujurnya sangat sulit untuk menerapkan persoalan bahasa. Sebab biasanya anak-anak akan cenderung menggunakan bahasa ibu, dan Musesa dipaksa untuk mengerti dan mahir dua bahasa diusianya yang masih sangat kecil. Dan memang ini menjadi pertimbangan berat Opy dan Ardi. Mereka tak mau memaksakan Esa untuk bisa menerapkan dua bahasa dalam usia yang masih kecil.

Perdebatan mereka berjalan pada, "Kalo dibiasakan bahasa Indonesia saat kita bawa ke Jakarta nanti, dia bisa lupa mengenai bahas Inggrisnya, Sayang."

"Nggak masalah. Ketika dia beranjak remaja nanti, kita tetap akan membawanya ke sekolah bilingual di Indo, Dada. Aku nggak bisa atasi ini dengan cara kita pakai dua bahasa juga, karena aku selalu terbiasa pakai bahasa ketimbang Inggris. Esa juga terkadang nggak mau pakai dua bahasa, dia malas kalau sudah menggunakan satu bahasa. Kasihan, Ar."

Mereka harus pulang. Ya, itu salah satu keputusan yang harus mereka ambil. Membiarkan Musesa semakin sering kebingungan Opy tidak akan tenang. Ya, sejujurnya ini karena Opy tak mau putrinya kehilangan jati diri bahasanya. Toh, dirinya juga dibesarkan dengan bahasa ibu dan belajar bahasa Inggris ketika memasuki usia sekolah. Semua bisa lebih diterima ketika cukup umur, dan yang paling penting juga, keluarga Opy dan Ardi memang memiliki kecerdasan yang baik. Opy yakin putrinya tidak akan kehilangan dasar pemahaman bahasa asing yang sudah diterima sejak lahir.

Sebenarnya juga alasan Opy bukan hanya karena pemahaman bahasa Musesa saja, tetapi juga karena dia sudah rindu dengan keluarganya di sana. Opy ingin putrinya tidak semakin jauh untuk mengenal keluarganya, baik dari pihaknya ataupun pihak Ardi. Opy sudah merindukan keluarga. Dan untungnya Ardi mengiyakan apa yang Opy usulkan. Hingga mereka akan bersiap menuju Jakarta setelah urusan Ardi selesai.

"Ini, Esa. Moma bawakan air minumnya."

"Tenku, Moma."

Musesa sangatlah menggemaskan. Anak itu tidak memiliki sisi menyebalkan, tapi akan sangat menyulitkan ketika permintaan paling besarnya sukar untuk dituruti oleh Ardi.

"Moma Eca mau doggy." Itu dia yang tidak Ardi setujui dan tidak akan pernah Ardi terima. Hewan peliharaan. Ardi hanya mengizinkan bila nanti Musesa sudah besar dan mengerti tanggung jawab serta risiko dari merawat binatang peliharaan di rumah. Harus Musesa sendiri yang mengurusnya, bukan orang lain.

"Esa, Dada udah bilang nggak boleh, kan? Esa harus jadi big girl dulu baru Dada kasih setuju."

"Yapi Eca mau doggy cepet-cepet, Moma."

Opy menggeleng pelan. "Esa nggak bisa dapet apa pun kalo mintanya cepet-cepet dan buru-buru. Esa harus kumpulin uang, kumpulin tempat makan doggy, kumpulin semua yang doggy Esa butuhin."

Meski cemberut, Musesa mencoba menerima saat Opy meminta persetujuan anak itu. "Gimana? Esa bisa, kan, ngumpulin uang lebih dulu?"

"Yapi napa umpul money, Mom?"

"Supaya doggy nya bisa makan, dong, Esa. Doggy nya bisa mati kalo Esa nggak ngurusin, dan ngurusin doggy harus punya uang. Supaya kalo doggy sakit, Esa bisa bawa doggy ke klinik hewan dan doggy diurusin sama dokter hewan."

"Yapi Dada have a yot money," ucap anak itu menjabarkan seberapa besar uang yang Ardi miliki dengan gerakan tangan anak itu.

"Ya. Dada punya banyak uang, tapi uang Dada bukan buat ngurus Doggy. Uang Dada untuk Moma dan Esa."

"So we ale a doggy too?"

Ya, ampun. Musesa memang menggemaskan dengan pola pikirnya yang kritis.

"Bukan. We are family, Esa. Doggy is animal, Honey."

"Eca confused, Moma."

"Right. Nanti, Esa akan mengerti saat sudah besar. Apa perbedaan keluarga dan binatang peliharaan."

Dan sekarang, mereka harus bersiap-siap untuk pulang ke Jakarta. Opy harus menyiapkan jawaban untuk keluarganya nanti. 

HE WANTS TO FIX ME / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang