"Boleh, Nak. Ayo masuk." Wanita tadi mempersilakan Yossi masuk ke dalam.

"Ini rumah kakak Ibu, tapi dia sudah meninggal. Jadi Ibu sendiri di sini, semua gorengan Ibu yang masak."

Di saat wanita itu bercerita, Yossi melihat sekeliling rumah yang sederhana ini. Rapi, meskipun hanya satu orang yang menghuni.

Yossi melihat sebuah bingkai poto yang tak asing bagi Yossi. Dia mendekat, menatap poto itu dengan saksama.

Poto itu adalah poto yang terdapat di dompet Levin. Yossi ingat jelas akan hal itu. Wanita yang di poto itu juga mirip dengan wanita yang Yossi jumpai ini.

Apakah wanita ini Ibu kandung Levin?

"Dia ... anak Ibu," ucap wanita itu mengejutkan Yossi, "Anak yang sangat Ibu sayangi, tapi sayangnya Ibu tidak berhasil mendapatkan hak asuhnya."

Yossi terdiam. Mendengar penjelasan wanita yang Yossi tahu namanya Sri, ada kejanggalan dalam hati Yossi saat ini.

"Ibu bercerai dengan suami Ibu, karena apa?" Yossi memberanikan diri untuk bertanya.

Sejenak napas Yossi rasanya terhenti ketika Ibu Sri hanya terdiam. Ini salah Yossi karena telah bertanya padahal baru pertama kali bertemu.

"M-maaf, Bu. Aku ...."

"Sebenarnya ...." Bu Sri menghela napas, memberi sedikit jeda setelah memotong ucapan Yossi. Sepertinya ada rasa berat yang dirasakan oleh Bu Sri.

♡Flashback On♡

Bruummm bruummm ...

Anak kecil berumur 5 tahun sedang bermain mobil-mobilan di ruang tengah seorang diri. Anak ini ingin sekali bermain di luar bersama teman sebayanya. Namun, perutnya yang terasa lapar karena belum makan sejak pagi, menghalanginya.

Bermain mobil di dalam rumahnya adalah salah satu cara untuk mengabaikan rasa lapar.

Anak kecil itu, namanya Devan. Wajahnya yang polos, pipinya tembam membuat yang gemas hendak mencubit pipi itu.

Devan berlari ke arah dapur, di mana ibunya berada.

"Ma ... laper," keluh Devan dengan mata berkaca-kaca sambil memeluk kaki sang Ibu.

Lantas, sang Ibu pun duduk mensejajarkan diri dengan putra satu-satunya.

"Devan makan sayur yang sudah Mama siapkan, ya? Gak usah nunggu Papa," bujuk sang Ibu, namun Devan malah menangis.

Devan tak suka sayur sawi dan nangka yang sudah disiapkan ibunya. Karena itu Devan menolak makan dan memilih menunggu snag Ayah. Sayangnya, sampai sore ini sang Ayah tak kunjung pulang.

"Devan mau makan daging," rengek Devan, sekali lagi.

"Walaupun Papa kamu sudah pulang, tetap makan sayur buatan Mama. Jangan makan apa yang Papa kasih!"

Devan terdiam di tempat kala mendengar bentakan sang Ibu. Sudah beberapa hari ini Devan dipaksa makan sayur dan dilarang memakan daging masak yang dibawa sang Ayah.

Devan yang lugu hanya menurut meskipun matanya terus berair. Baru saja akan makan untuk mengganjal perut, Devan mendengar suara sang Ibu di ruang tengah.

"Buang ini! Aku dan anakku tidak sudi memakan daging haram itu!" teriak sang Ibu, pemilik nama Sri.

"Kamu, ya! Baru pulang buang makanan, ngajak berantem!" Darun, Ayah Devan tak mau mengalah.

"Papa harusnya sadar. Daging yang Papa bawa setiap hari itu daging haram, Pa!" Sri mencoba membujuk suaminya.

Harapan tak sesuai ekspetasi. Sri justru didorong sampai terjatuh ke lantai.

"Mulai hari ini, saya akan pindah agama! Karena dengan cara itu, saya bisa mendapatkan harta dan semua kekayaan lebih dari yang saya dapatkan sekarang. Jadi kalau kamu mau tetap bersama saya, ikuti saya!" Harun memperjelas.

"Istighfar, Pa. Papa gak boleh ngomong begitu. Ayo taubat, Pa," ujar Sri masih berharap suaminya akan mengerti.

"Terserah! Saya tidak peduli!"

"Kalau kamu masih mau pindah agama, aku minta cerai! Aku tidak mau ikut sesat sepertimu, Pa. Aku akan bawa Devan!" putus Sri tetap dengan kepercayaannya. Meski berpisah dengan sang suami adalah hal yang menyakitkan.

"Tidak! Saya akan memperjuangkan hak asuh Devan. Jika hak asuhnya jatuh kepada saya, maka namanya bukan lagi Devan. Nama saya juga bukan lagi Darun!" Darun tak mau mengalah. Laki-laki paruh baya ini juga sayang pada putranya.

Sri akhirnya membereskan barang, dia sudah tidak tahan tinggal bersama sang suami. Sri lebih memilih meninggalkan cinta dibanding harus meninggalkan Tuhannya demi uang.

Devan yang tidak tahu apa-apa menangis, mengejar sang Ibu. Devan sempat memegang telapak tangan sang Ibu, namun perlahan terlepas.

Selain langkah ibunya yang cepat, ayahnya juga menahan langkah Devan.

"Mama ... jangan tinggalin Devan, Ma. Pulang, Ma!" jerit Devan dengan pilu. Netranya menatap lekat mobil yang dinaiki sang Ibu sampai tak lagi terlihat. Jerit tangisnya pun semakin menjadi.

"Mama kamu itu jahat, dia gak sayang kamu. Buktinya Mama pergi. Ayo, nak, ikut Papa."

"Gak mau, Devan mau Mama," rengek Devan duduk di aspal.

"Kamu lihat Mama pergi sama laki-laki lain, 'kan? Itu artinya Mama gak sayang kita. Semua perempuan itu memang seperti itu. Tidak berguna! Tercipta hanya sebagai pemuas nafsu. Jadi lupakan Mama!"

Devan yang masih polos, mudah terpengaruh berhenti menangis. Menyeka air yang membasahi pipinya sambil menghisap kembali ingusnya.

Sejak saat itu, Darun mencekoki Devan. Sehingga saat sidang, Devan memilih ikut sang Ayah dibandingkan sang Ibu. Hak asuh pun jatuh ke tangan Darun.

Karena sudah berpindah agama, Darun mengganti namanya menjadi Barun. Sedangkan putranya yang hanya menurut, diganti dengan nama Levin. Tanpa diketahui oleh Sri.

Bahkan dengan sengaja, Darun menjual rumah dan membeli rumah yang baru.

♡Flashback Off♡

Dugaan Yossi benar. Tidak mungkin seorang istri meninggalkan suaminya yang serba ada demi laki-laki lain, kecuali dengan paksaan.

Nyatanya, Bu Sri meninggalkan suaminya karena sudah berada di jalan yang salah.

Bersambung ....

Jangan lupa votement-nya, Readers.

Gimana kesan kalian setelah membaca part ini? Tulis di komentar, ya><

Maaf baru update, Author lumayan sibuk. Selain karena kuliah, Author juga lagi buat cerita di Hotbuku, setiap part 2000 kata.

Oh, ya. Minta doanya, semoga wawancara nanti dilancarkan dan Author bisa dapet beasiswa.

Aamiin ....

Oke sampai jumpa di part selanjutnya.

Spam Next!

Nona Bakso

Wound In A Smile [On Going]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant