27. Bermakna

29 6 15
                                    


*:..。o○ ○o。..:*

***

"Pa? Serius mau jodohin Jeno sama anak temen papa? Papa tau kan Jeno udah punya pacar. Kenapa sih Papa selalu memaksakan kehendak Papa ke Jeno?"

"Iya Papa tau, tapi kamu belum coba sama anak temen papa ini. Nggak ada apa-apa nya sama pacar kamu sekarang, Jen."

"Udah deh, Pah. Jeno capek debat sama Papa."

"Jen----"

Pip!

Panggilan itu Jeno putus sepihak.

Jeno jengah, Ayahnya itu sangat berambisi Jeno menjadi penerus perusahaan nya kemudian menikah dengan wanita pilihan Ayahnya, anak teman kantor nya.
Jelas Jeno tidak mau, Nata yang ia miliki sekarang sudah lebih dari apapun. Mamanya juga sudah sayang pada Nata.

Jeno keluar kamar, menemui Mamanya yang tengah menonton televisi. Merebahkan tubuhnya dan meletakkan kepalanya di paha sang ibu.

"Kenapa sayang? Lagi tegang banget, ya? Sampai urat lehernya keliatan gini."

Jeno hanya diam. Tangan Mama Fanny bergerak menyisir rambut-rambut anaknya dengan lembut.

"Tadi Papa nelfon Jeno, Ma." adunya.

Mama Fanny sudah menduga, Jeno akan terlihat tegang dan wajahnya memerah seperti ini setiap kali habis menelfon Papanya.

"Perjodohan itu lagi ya?"

Jeno terdiam, saat ini memang Mamanya yang akan selalu memahami keadaannya.

"Jeno kan udah punya Nata, Mah. Jeno nggak mau ninggalin Nata. Nanti Nata sedih, Jeno nggak suka." Jeno kembali seperti anak kecil yang mengadu kepada sang ibu.

"Sepertinya Papa terlalu yakin dengan pilihannya, bahkan nggak bilang ke Mama dulu. Nanti Mama coba bilang ke Papa ya. Pokoknya Jeno sekarang jagain Nata tugasnya. Buat Nata seneng, jangan kecewain anak gadis Mama." Mama Fanny kemudian mencubit hidung bangir anaknya.

"Iya Mah. Jeno nggak akan buat Nata sedih."

Posisi Jeno masih sama. Berada di pangkuan sang ibu membuatnya nyaman. Sudah lama sejak ia menjadi mahasiswa tidak seperti ini.

"Mah, Jeno pengen nikah sama Nata. Terus kasih cucu yang lucu buat Mama dan Papa."

Mata Mama Fanny membulat begitu saja. Mengelus kening sang putra lalu mengecup singkat.

"Boleh kok Jeno nikah sama Nata, mama udah kasih restu. Tapi kan itu urusan nanti, kalian masih mahasiswa, kuliah dulu yang penting, baru deh nanti kalau sama-sama udah kerja kita pikirin masa depan Jeno sama Nata."

Jeno tersenyum simpul. Matanya lagi-lagi menghilang. "Terima kasih, Ma."

**

"Ih, sumpah Ta. Konsernya kemaren keren banget asli." Nata mengoceh kegirangan sambuk menceritakan kembali momen konsernya beberapa hari lalu.

"Gila, fancam waktu lagu 119 asli sih itu gue teriak, Nat. Yaampun, bisa-bisanya itu lagu tercipta." timpal Tara.

"Mana koreografi nya kayak gitu lagi, ah pusing."

Right or Left  || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang