MBN 59 (Ending)

10.1K 490 52
                                    

Zoeya menerima botol air mineral yang Dikta berikan padanya. Kejadian barusan memang cukup mengguncang dirinya. Hey, dia hampir celaka tadi. Orang seperti apa yang akan tetap santai saat mengalami kejadian menyeramkan semacam itu?

"Sorry, bukannya bahagia lo malah kayak gini," ungkap Dikta buka suara.

Zoeya menggeleng, gadis itu menghadap pada Dikta yang duduk di sampingnya. Memberikan botol air mineralnya pada orang itu karena memang tutupnya ada di tangan Dikta.

"Gue nggak apa-apa," balas Zoeya.

Dikta mengangguk saja, pria itu sekarang mengulurkan tangannya, mengelap keringat Zoeya yang timbul di kening gadis itu. Oh, setakut apa dia sebenarnya.

"Jadi, mau pulang atau gimana?" tanya Dikta dengan nada lembutnya. Sangat sopan memasuki telinga. Beda sekali dengan Dikta yang biasanya.

"Ada sesuatu yang mau lo omongin. Benar? Kita lanjutkan itu aja," balas Zoeya.

Kali ini giliran Dikta yang menggelengkan kepala. "Suasananya nggak enak," timpalnya.

"Benar juga, lo nggak bisa nembak gue dikeadaan kayak gini," ungkap Zoeya santai.

Dikta langsung menoleh ke arah gadis itu, menatapnya penuh selidik kemudian bertanya, "Kok?"

Zoeya menyengir, hingga gigi putih rapihnya tercetak jelas di pandangan Dikta. "Udah ketebak. Tadi lo bilang cinta sama gue, pasti selanjutnya mau bilang lo mau nggak jadi pacar gue? Benar, kan?"

Dikta melengoskan wajahnya, oh, apa mungkin tindakannya memang sangat mudah ditebak seperti itu.

Dikta berdeham singkat, lalu kembali menatap Zoeya. "Gagal romantisan," ucapnya terdengar kecewa.

Zoeya malah tertawa, membuat Dikta memasang raut kusutnya.

"Gue juga cinta sama lo, Dikta," ungkap Zoeya setelah menghentikan tawanya.

Dikta terkesiap, hey, apa mungkin dirinya salah dengar barusan? Tidak tidak, dilihat dari senyuman penuh arti Zoeya, Dikta yakin telinganya masih baik-baik saja.

"Kalau gitu kita pacaran?" tanya Dikta penuh harap.

Zoeya menggelengkan kepalanya, senyuman gadis itu juga sudah luntur sekarang. Hal itu membuat perasaan Dikta berubah tak enak. Apa dirinya habis ditolak? Hey, bukankah Zoeya baru saja menyatakan cinta padanya? Lalu, apa maksud gelengan kepalanya itu.

"Ayah gue---"

"Oh, oke, gue sadar diri gue siapa dan lo siapa," sela Dikta sebelum gadis itu menyelesaikan perkataannya. Dia tak mau mendengar kalimat yang akan dikeluarkan Zoeya. Dia sudah tahu apa yang akan diungkapkan gadis itu, pasti keluarganya tak mengijinkannya berhubungan dengan berandalan seperti dirinya.

Dikta menundukan kepalanya, entahlah, ternyata hatinya bisa teriris juga saat Zoeya sudah jelas-jelas tak bisa dimilikinya. Dia seharusnya tau diri dari dulu, dia seharusnya sadar kalau orang tua Zoeya tak mungkin menginginkan anaknya pacaran dengan orang seperti Dikta. Keluarga Dikta memang baik-baik saja, mereka juga punya kedudukan, tapi masalahnya ada pada dirinya. Diri Dikta sendiri yang tak memilih jalan benar di masa remajanya seperti ini.

"Lo kenapa Dikta?" tanya Zoeya karena melihat Dikta yang tak biasanya menundukan kepala. Hey, apa gadis itu tidak sadar kalau Dikta sedang sedih sekarang ini?

Dikta mendonggak, melihat Zoeya dengan sorot sendunya. Membayangkan Zoeya tak bisa dimilikinya memang benar-benar menyakitinya. Dia sudah sangat sayang pada gadis di sampingnya ini. "Sorry udah berharap lebih sama lo, Zoya. Gue harusnya tau diri," ucapnya.

My Bad Neighbor (END)Where stories live. Discover now