MBN 16

4.5K 340 16
                                    

Ringisan pelan meluncur dari bibir Dikta saat sebuah kapas beralkohol ditempelkan Celin pada luka di wajah Dikta. Saat ini waktu menunjukan pukul 18.30, dan keduanya tengah berada di depan Indomart guna mengobati luka-luka di wajah lelaki itu. Dikta terpisah dari rombongan teman-temannya karena ia secara tak sengaja bertemu kekasihnya di jalan sewaktu ingin kembali ke markas. Berkat kekhawatiran Celin, keduanya memilih untuk beristirahat dulu di sini agar Dikta tak terlalu memaksakan tubuhnya.

"Pelan-pelan, Cel," pinta Dikta seraya menjauhkan tangan Celin dari wajahnya. Ayolah, dia menerima tekanan kuat dari tangan itu.

"Iya," balas Celin seraya melepas tangannya dari Dikta, kembali menggunakan tangan itu untuk mengobati kekasihnya.

"Kok bisa, ya, Avelon kalah terus?" Celin secara tiba-tiba bersuara dan membahas geng yang menjadi musuh Dikta.

Dikta memandang pacarnya itu, dia merasa aneh dengan pertanyaan yang dilontarkannya. Namun, Dikta memilih untuk tak mempermasalahkannya saja. Pria itu menggidikan bahu, kemudian menjawab, "Lemah mereka."

"Aku rasa, kalian yang terlalu kuat. Stark, sama dengan kuat, kan?" tanya Celin yang saat ini tengah membuka plaster luka.

Dikta menganggukan kepalanya yang membuat Celin berdesis keras.

"Jangan gerak-gerak!" tegas perempuan itu karena plaster yang harusnya menempel sempurna, jadi tak seperti itu berkat Dikta yang bergerak.

"Yamaap," balas Dikta seraya meniup wajah Celin di depannya.

"Leon!" sentak Celin seraya mendorong wajah Dikta menjauh. Selain karena pria itu yang memberinya hujan alami, itu juga ia lakukan karena ia telah selesai mengobati wajah Dikta.

"Sakit, sayang," ucap Dikta karena salah satu lukanya ada yang tersentuh saat Celin mendorongnya.

Celin tak menggubris, gadis itu lebih memilih untuk membereskan peralatan P3K yang baru saja dibeli dan memasukannya ke dalam plastik. Setelahnya gadis itu merogoh tas selempangnya, mengambil ponsel bercasing beruang dari dalam sana, dan memainkannya. Tak memperdulikan Dikta yang saat ini menatapnya.

Beberapa saat berlalu, Dikta yang merasa bosan dicueki oleh pacarnya sendiri mulai berulah, pria itu menarik lembut rambut tergerai Celin seraya memanggil namanya. Namun, kekasihnya itu tetap tak menggubris, dia hanya menepis pelan tangan Dikta, lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

Dikta menghela napas berat, bosan sekali dia hanya menonton orang yang bermain ponsel.

"Mau diajarin naik skate lagi nggak?" tanya Dikta pada akhirnya. Ia teringat kalau gadisnya itu sangat ingin bisa menaiki skateboard.

Mendengar pertanyaan itu, Celin akhirnya mengalihkan tatapannya dari ponsel, menatap Dikta dengan mata berbinar yang membuat Dikta tersenyum kecil melihatnya.

"Seriusan mau ngajarin aku lagi? Nanti kesal lagi kayak waktu itu," ucap Celin.

Benar apa katanya, dulu sebelum Dikta mengalami kecelakaan, Dikta sempat mengajari Celin cara menggunakan papan skate, namun karena Celin yang tak kunjung mengerti, Dikta malah kesal sendiri dan berujung pertengkaran dengan pacarnya itu.

Dikta terkekeh, tangannya terangkat dan mendarat di atas kepala Celin, mengelus rambut itu singkat seraya berkata, "Nggak akan."

Celin tersenyum lebar, gadis itu kini mematikan ponselnya, memasukan benda canggih itu kembali ke dalam tas, dan bangkit dengan tangan yang meraih keresek berisi kotak P3K.
"Ayo sekarang," ajaknya penuh semangat.

Dikta ikut berdiri, bersiap juga untuk meninggalkan tempat ini. "Kita ke Cakrawala dulu ambil skateboard guenya," paparnya lalu melangkah pergi.

----🛹🛹🛹----

My Bad Neighbor (END)Where stories live. Discover now