MBN 46

4.1K 312 12
                                    

"Zoya maksud lo apa sih?"

Tak tahan menjadi satu-satunya orang bodoh yang tak mengerti apa-apa, Dikta kembali membuka suara. Mendesak Zoeya untuk menjelaskan apa maksud dari perkataannya.

Bukannya melunak atau menjawab pertanyaan Dikta, gadis berpiyama itu malah terkekeh miris, seakan menertawakan sikap Dikta saat ini.

"Nggak usah pura-pura bodoh bajingan," hardik Zoeya tajam.

Dikta memejamkan matanya, berusaha untuk tak terpancing emosi kala kata kotor itu keluar dari mulut Zoeya. Bagaimanapun, sekarang dia tak mau melukai gadis di depannya ini.

"Masih nggak sadar juga? Lo benar-benar berengsek Dikta. Gue nggak habis pikir kalau pernah peduli sama iblis kayak lo!" Zoeya terus buka suara. Menghakimi Dikta yang sekarang mulai tak bisa mengendalikan dirinya.

Dikta menghembuskan napasnya, kedua tangannya terangkat, memegang lengan atas Zoeya, dan mengarahkan gadis itu untuk tegak lurus menghadap padanya. "Dengar, gue nggak mau lukain lo, Zoya, sebelum gue marah, lo pergi dari sini dan bawa semua omong kosong lo yang nggak berarti itu," ucapnya.

Zoeya lagi-lagi terkekeh miris, gadis itu dengan segera menepis tangan Dikta. Seolah dia sangat tak suka lelaki itu menyentuhnya. Sorot kecewa dan kemarahan Zoeya, terarah langsung menusuk netra lelaki di depannya. "Gue akan pergi setelah lo minta maaf dan tanggung jawab atas perbuatan keji lo ke Celin," ujarnya.

Mendengar itu, Dikta langsung menoleh pada Celin yang menunduk. Kenapa bisa ia harus minta maaf padanya?

Celin yang merasakan tatapan Dikta, beringsut mendekat pada Zoeya, memegang erat lengan gadis itu seolah sangat takut pada Dikta.

Lama Dikta berpikir, akhirnya senyuman miring tercetak juga di bibirnya. Ah, dia mengerti sekarang. Dia paham sekarang kenapa Zoeya bisa sangat murka padanya. Celin, ya, Celin penyebabnya. Mantan pacarnya itu ternyata licik juga.

Dikta kembali menoleh pada Zoeya, kemudian mulutnya itu terbuka dan berkata, "Lo dibodohi sama cewek rendahan ini," ucapnya seraya menunjuk Celin.

Zoeya menepis tangan Dikta yang mengarah pada Celin. Huh, gadis itu semakin kecewa karena Dikta tidak mau mengakui kesalahannya dan malah menuduh Celin yang tidak-tidak. "Tutup mulut kotor lo itu Dikta. Gue nggak minta lo hina Celin, gue minta lo buat minta maaf sama dia!"

Dikta malah menaikan satu alisnya, pria itu sekarang malah bersedekap dada, menyandarkan tubuhnya pada kusen pintu kamarnya. Netranya menyorot Celin, tatapan merendahkan sangat terlihat jelas terpancar dari matanya. "Bisa-bisanya lo main selicik ini. Udah rendahan, kriminal, licik, besok-besok apa lagi? Hah?" tanyanya.

Kemarahan Zoeya kian menjadi, telinganya panas mendengar mulut Dikta yang seenaknya menghina orang. Dia tahu kepribadian Dikta memang sangat buruk, tapi bisakah mulutnya sedikit mendapat filter? Itu terlalu kejam.

"Oh, apa jangan-jangan besok lo mau bunuh orang? Cocok banget tuh, biar gelar kriminal lo semakin tinggi," cibir Dikta yang masih tak mau melepaskan Celin dari pandangannya.

Zoeya bisa merasakan pegangan Celin semakin erat pada lengannya, menandakan kalau gadis itu semakin takut dan tak berdaya menghadapi ucapan menusuk Dikta.

Menyadari itu, tentu saja Zoeya tak tinggal diam, dia tak bisa membiarkan Dikta terus seenaknya. "Dikta, kalau--"

"Sshht," sela Dikta seraya menempatkan jari telunjuknya di depan bibir Zoeya. "Biarin ini jadi urusan gue sama cewek rendahan di samping lo," lanjutnya.

Zoeya tentu tak mau menurut, gadis itu menurunkan lengan Dikta dengan keras, membuat sang empunya nyaris menggeram marah. Oh, beruntung yang melakukan itu Zoeya, Dikta sedang tak bisa memarahi gadis itu.

"Kalau lo masih punya hati nurani, minta maaf sekarang juga Dikta!" tekan Zoeya.

Dikta lagi-lagi menunjukan senyum miringnya, kali ini sasarannya adalah Zoeya. "Lo yang bilang sendiri kalau gue nggak punya hati," balasnya.

Ah, benar juga, meski begitu Zoeya tak mau mengaku. Dia jelas tak mau kalah begitu saja dari Dikta yang jelas-jelas bersalah. Gadis itu melepas paksa tangan Celin dari lengannya, kemudian maju ke depan, guna lebih dekat dengan Dikta. Zoeya mengangkat wajahnya, menatap Dikta dengan tatapan angkuh penuh amarahnya. "Minta maaf atau nyokap lo tahu kelakuan busuk anaknya!" ancam gadis itu.

"Jangan bawa-bawa nyokap gue!" tangkas Dikta dengan membuat gerakan stop pada tangannya. Oh, dia tentu tak mau kalau urusannya sampai melibatkan orang tua.

"Kalau gitu minta maaf! Biayain semua pengobatan Celin sampai lukanya sembuh!" tuntut Zoeya masih tak mau merubah arah tatapannya. Dia menguatkan diri untuk menatap Dikta dan memberikannya intimidasi.

"Gue nggak salah!" sangkal Dikta membela dirinya. Lagipula dia memang benar-benar tidak salah.

"Sampah! Mulut lo sampah Dikta! Gue sangat sangat membenci mulut--"

"CUKUP!"

Lepas sudah! Amarah Dikta sekarang tak bisa dibendung lagi, semua celaan yang keluar dari mulut Zoeya begitu membuatnya sakit telinga. Dia korban di sini, kenapa bisa malah dia yang di cela? Harusnya Celin yang mendapatkan semua hinaan dari bibir Zoeya, bukan dirinya.

"Lo cewek rendahan!" panggil Dikta pada Celin yang masih betah menundukan kepala. "Akuin semuanya! Lo jujur sekarang juga atau gue akan benar-benar murka!"

Celin malah semakin menunduk, membuat Dikta menggeser tubuh Zoeya dari depannya, kemudian dia melewati gadis itu, menghadap pada Celin dan mengangkat wajahnya. Menekan kedua pipi gadis itu dengan satu tangannya. Bisa dilihat air mata membanjiri wajah Celin, luka-lukanya sekarang bisa Dikta lihat semakin jelas. "Akuin semuanya!" perintah Dikta.

Meski kesulitan karena pipinya ditekan, Celin tetap berusaha membuka mulutnya, mengeluarkan suara dan kata-kata yang membuat Dikta semakin erat menekan pipinya. Oh, sakit sekali, apalagi ada lebam yang Dikta tekan di kedua pipinya.

"Kam-kamu, kamu yang buat aku kayak gini Leon," ucap Celin beriring air mata.

"JUJUR SIALAN! Lo nggak punya malu fitnah orang?! HAH?! Jujur gue bilang!" teriak Dikta tepat di depan wajah Celin yang memerah.

"CUKUP!"

Bukan, bukan Celin yang berteriak, melainkan Zoeya yang sekarang bergerak cepat menepis tangan Dikta dari wajah Celin. Gadis itu juga berani mendorong dada Dikta hingga menjauh dari tubuh Celin.

"Berengsek! Berengsek! Berengsek! Berengsek! Lo berengsek Dikta! Lo keterlaluan! Lo bajingan! Lo bukan manusia! Lo---"

Cukup, Zoeya tak bia melanjutkan perkataannya, matanya yang semula hanya memerah, kini sudah mengeluarkan tetesan bening. Menangis karena tak sanggup melihat kelakuan Dikta yang dengan ringannya menyakiti Celin. Hatinya teriris, sangat perih saat membayangkan kalau Celin adalah dirinya. Sungguh, kemarahan gadis itu sekarang berganti menjadi kesedihan.

"Lo jahat Dikta," lirih Zoeya terakhir kalinya sebelum dia merosot dan berjongkok di bawah. Kedua tangan gadis itu menutupi wajahnya, menangis keras hingga membuat Dikta memukul dinding sekeras-kerasnya.

Tak ada lagi bentakan, tak ada lagi teriakan, yang terdengar hanyalah suara tangis Zoeya dan pukulan Dikta pada dinding kamarnya. Sedangkan satu gadis yang masih berdiri seraya memperhatikan keadaan, diam-diam menyunggingkan senyum kemenangan. Hey, rencananya berhasil sekarang.

----🛹🛹🛹----

Hatiku menangis tahu nggak pas Zoeya mulai nangis? Hueee, sakit hati aku.
Kesal nggak sih sama Celin? Atau malah kasihan?
Hum, feelnya dapat nggak sih? Kalau enggak maaf, ya, kalian. Huhuhu.
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan, loh, miskah-!

24.07.2021

----TBC----

My Bad Neighbor (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang