MBN 35

4.6K 378 4
                                    

Zoeya memasuki halaman rumahnya dengan bibir yang tak bisa berhenti tersenyum. Ah, bermain skateboard bersama Dikta ternyata sangat menyenangkan. Dia sekarang sudah sedikit bisa mengendalikan benda itu, dia juga sudah belajar caranya berhenti, membuatnya tak akan lagi berakhir silahturahmi dengan tembok.

"Eh, Non Zoya akhirnya pulang, ada tamu buat Non Zoya di dalam."

Zoeya berhenti melangkah saat Bi Kokom yang ia temui kala memasuki rumah berbicara padanya. Gadis itu menaikan kedua alisnya, merasa tak ada janji untuk bertemu seseorang. Lagipula siapa yang bertamu padanya? Tasya dan Alkana tidak mungkin melakukan itu karena mereka berdua sedang punya urusan masing-masing.

"Siapa, Bi?" tanya Zoeya.

"Nggak tahu, Non, dia laki-laki, udah lama di sini," jawab Bi Kokom.

Penasaran, Zoeya akhirnya melangkah lagi. Bergerak menuju ruang tamu yang tak jauh darinya. "Kak Karei," gumam gadis itu begitu melihat tamu yang dimaksud adalah Karei.

Telinga Karei yang tajam, membuatnya bisa mendengar gumaman Zoeya, pria yang semula sedang mengobrol dengan Ayah Zoeya itu langsung menoleh ke arah Zoeya. Dia melengkungkan bibirnya, tersenyum sangat manis ke arah gadis itu.

Zoeya hanya tersenyum kaku, merasa tak menyangka tamu yang dimaksud itu adalah Karei.

"Zoya, kamu baru pulang sayang? Sini," Pak Deriel mengeluarkan suaranya dengan tangan yang melambai menyuruh anaknya untuk mendekat.

Zoeya menurut, gadis itu menghampiri Ayahnya yang masih berpakaian formal. Mengulurkan tangannya guna menyalimi lelaki itu.

"Duduk, sayang," pinta Ayahnya seraya menepuk sofa di sampingnya. Di antara dirinya dan Karei.

"Kamu kok nggak cerita kalau kenal sama anaknya Pak Aga?" tanya Pak Deriel menatap putrinya.

"Ayah nggak tanya," balas Zoeya seadanya. Entah kenapa, setelah kejadian Karei yang mengeroyok Dikta waktu itu, dirinya tak antusias saat bertemu lelaki itu. Berbeda dengan sebelumnya yang bahkan Zoeya selalu senang kala Karei menemuinya atau hanya sekedar kebetulan bertemu dengannya.

Pak Deriel tersenyum, dia mengusap kepala Zoeya, lalu bangkit berdiri. "Kalau gitu kalian ngobrol dulu aja. Rei, Om ke belakang dulu," ucapnya.

Karei dengan sopan mengangguk, dia mempersilahkan mantan rekan kerja ayahnya itu untuk pergi.

Setelah kepergian Pak Deriel, Karei kini menyamping, menatap Zoeya yang diam tanpa mengeluarkan suara. Jujur saja dia merindukan gadis itu sekarang. "Zoeya," panggilnya dengan suara rendah.

"Ada apa, Kak?" tanya Zoeya tanpa sekalipun menatap lawan bicaranya.

"Lo baru pulang sekolah?" tanya Karei yang sebenarnya basa-basi saja.

"Nggak, aku habis main sama Leon," jawab Zoeya jujur. Kali ini dia sudah mau menoleh pada lelaki itu.

"Oh, Leon. Kalau gitu, mau jajan seblak sama gue nggak? Lo pasti lapar, kan?" ajak Karei.

Tanpa menimang sekalipun, Zoeya langsung menggeleng, gadis yang masih memakai hoody Dikta itu kemudian menjawab, "Aku udah makan, Kak."

Karei hanya mengangguk, pria itu sekarang semakin menatap lekat mata Zoeya. Entah apa arti tatapannya itu, terlalu sulit untuk Zoeya artikan. "Gue ada salah sama lo, Zoeya? Kalau ada, dimaafin, ya," ucap Karei kemudian.

Lagi-lagi Zoeya menggeleng, gadis itu sekarang memberikan senyum kecilnya pada Karei. Bagaimanapun lelaki itu memang tak ada salah padanya. Dia hanya membuat Zoeya kecewa saja. Selebihnya, Karei tak berbuat apapun yang membuat dia harus meminta maaf.

My Bad Neighbor (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang