MBN 38

4.5K 350 20
                                    

"Hey, hey, hey, mukamu tidak usah menegang, kami tidak akan membawamu masuk jurang."

Dari kursi samping kemudi, Alan bersuara dengan nada dibuat-buatnya. Kepalanya menoleh ke belakang, menatap seorang gadis yang tampak ketakutan sejak mobil mulai dilajukan.

"Em, nama lo gue lupa. Siapa, sih? Em, bentar-bentar jangan di jawab," ucap Alan. Dia sekarang membuat gerakan stop dengan tangannya, melarang gadis di belakangnya untuk menyebutkan nama. Tak lama Alan menjentikan jarinya, rautnya tampak senang sekali, seperti baru mendapat informasi kalau dia menang doorprize dari acara jalan santai yang diikuti. "NAYA! IYA BENAR NAYA! jangan tegang, Naya, kami nggak ada niatan bunuh diri pake mobil ini, kok."

Zoeya hanya bisa tersenyum kaku, tingkah Alan membuat ketakutannya berangsur sirna. Ternyata pria itu tidak menyeramkan seperti pikirannya. "Zoeya, kak," ucap Zoeya membenarkan.

Alan malah memanyunkan bibirnya, pria itu kemudian menekuk wajahnya seperti anak kecil yang es krimnya diminta sang kakak. "Aah, nggak seru ah," ucapnya kemudian membenarkan posisi duduknya. Dia tak lagi menoleh ke belakang, melainkan menatap jalanan di depan dengan kedua tangan yang menyilang di dada.

Zoeya yang melihat Alan lewat kaca menahan tawanya. Uh, andai saja wajah Alan tidak lucu seperti bayi, gerakan dan raut itu pasti akan menjijikan. Ah, tolong, Zoeya jadi gemas dengan Alan.

"Jangan peduliin Alan, dia sebentar lagi juga baikan," ucap pria di sebelah Alan yang tengah menyetir mobil di bawah guyuran hujan. Ya, Ages.

"Nggak! Namanya harus Naya! Nggak boleh Zoeya! Kalau Zoeya susah nyebutnya," ucap Alan masih dalam mode ngambeknya.

Oke oke, Zoeya sekarang sama sekali tak bisa menahan tawanya, gadis itu tertawa lepas sekarang. Terpingkal dan tak peduli bahwa yang didepannya ini adalah petinggi geng paling meresahkan yang kadang ia benci.

"Oke-oke, terserah Kakak aja mau panggil aku apa. Tapi usahain panggil Zoeya atau Zoya, ya, Kak," papar Zoeya setelah bisa meredakan tawanya.

Mata Alan kembali berbinar, pria itu sekarang sudah mau menoleh ke belakang lagi dan menatap Zoeya penuh minat. "Iyey!" ujarnya bersorak. Pria itu sekarang memasang senyum andalannya. Senyum lebar hingga matanya tinggal segaris saja. Senyum alami Alan yang membuatnya tambah manis.

Zoeya balas tersenyum, tolong, dia ngebet pengen cubit pipi Alan saat ini juga. Namun nyalinya kecil, tak berani apalagi mengingat orang ini bisa membuat Karei patah tulang dan Dikta tunduk padanya.

"Ngomong-ngomong, kenapa bisa Leon diserang Avelon?" tanya Alan mengganti topik pembicaraan.

Zoeya berdeham, dia kemudian membenarkan letak duduknya. Memposisikan dirinya senyaman mungkin di dalam mobil yang entah milik siapa ini.

"Nggak tahu, Kak. Pas aku neduh sama Leon, tiba-tiba mereka datang dan provokasi Leon. Jadi mereka bertengkar, deh," jawab Zoeya mengingat kejadian beberapa saat lalu di depan ruko yang tutup itu.

"Avelon emang berengsek. Nggak tahu malu juga. Udah kalah beberapa kali, sekarang malah main keroyokan. Sampah banget mereka." Ages yang tengah sibuk menyetir ikut membuka suara. Dia memang membenci geng motor yang satu itu.

Lain Ages, lain juga dengan Alan, respon lelaki itu sangat berbeda dengan temannya. Alan malah tertawa, tawanya itu begitu renyah membuat Zoeya mengerutkan dahinya.

"Ahahahaha, kasihan Avelon, ahahahaha. Nasib mereka buruk kalau berani lawan Leon apalagi Rei. Hm, pasti sekarang Rei lagi senang-senang, deh. Semoga aja enggak ada yang mati lagi, ahahahaha," ucap Alan dengan tawa renyahnya.

Kerutan di dahi Zoeya semakin terlihat. "Lagi?" tanya gadis itu. Dia tak salah dengar, kan? Apa Karei pernah membuat manusia kehilangan nyawanya?

"Nggak, Alan kalau bicara emang suka kayak gitu. Karei cuma pernah nyaris bunuh orang aja. Nggak sampai beneran mati," jelas Ages yang membuat Zoeya sedikit merinding. Ah, dia tak menyangka kalau dia pernah dekat dan nyaris menyukai orang seperti Karei.

My Bad Neighbor (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon