MBN 30

4.8K 358 2
                                    

Bersandar pada tembok di pinggir gerbang adalah hal yang sekarang Zoeya lakukan. Gadis yang memakai piyama dark blue motif bulan sabit berlapis jaket tebal sepanjang lutut itu malam ini terpaksa harus diam di luar saat tiba-tiba salah satu kenalannya mengabari ingin bertemunya dan bahkan telah ada di depan rumahnya. Jadilah dia menghampiri orang itu tanpa sempat mengganti pakaian.

"Jadi, lo serius mau nunggu Leon di luar sini?" Itu adalah kali kedua Zoeya menanyakan hal yang serupa. Dia kembali mamastikan keinginan orang di sampingnya ini yang tak lain adalah Celin.

Gadis dengan pakaian kasual itu mengangguk, tak seperti Zoeya yang bersandar, gadis itu berdiri tegak sekarang. "Kalau nggak di luar kan kita nggak tahu pas Leon nanti pulang," balasnya.

Zoeya merapatkan jaketnya, hujan pertama musim ini yang mengguyur kota tadi sore membuat cuaca terasa sangat dingin. "Kalau mau sih, ada CCTV yang ngarah ke jalanan, rumah Dikta kelihatan, kita bisa cek di sana," ucap Zoeya.

Celin menggeleng, membuat Zoeya hanya bisa pasrah merelakan tubuhnya untuk kedinginan. Serius, dia benar-benar merasa seperti di padang salju sekarang.

"Kamu udah pernah bilang sama Leon soal aku nggak, Zoeya?" tanya Celin tanpa sekalipun menatap lawan bicaranya.

Zoeya yang semula sedang menggosokkan kedua tangannya, berhenti melakukan itu, dia menoleh ke samping, melihat Celin. "Udah, kok, waktu itu, tapi dia kayak nggak peduli," jawabnya.

Celin hanya bisa menghela napas, dia merasa semakin putus asa mendengar kalimat itu dari Zoeya. Kehilangan Dikta nyatanya lebih buruk daripada dugaannya.

Beberapa menit berlalu, akhirnya suara deru motor super berisik yang tak asing di telinga keduanya terdengar, membuat Zoeya yang masih asik bersandar langsung menegakan tubuhnya. Begitu matanya menangkap Leon turun dari motor guna membuka gerbang, Zoeya langsung mengajak Celin untuk datang ke seberang.

Dikta yang menyadari ada dua orang yang mengahampirinya, tak menghentikan aksinya menggeser pintu gerbang, dia tetap melakukan itu tanpa peduli dengan dua gadis yang sekarang menunggu perhatiannya.

"Leon." Celin mulai membuka suaranya, memanggil Dikta dengan suara rendah penuh harapnya.

Dikta tak menggubris, pemuda itu kini kembali pada motornya, berniat untuk masuk ke area rumah tanpa mau repot-repot mengurusi dua gadis ini. Namun niat itu hanyalah niat, karena Zoeya sekarang berdiri di depan motornya, memegang stang motor mahal Dikta agar pemuda itu tak bisa pergi.

"Ck, minggir," ketus Dikta merasa terganggu.

Zoeya malah menggidikan bahu, gadis itu sekarang sudah berani memasang wajah songongnya. "Ada yang mau ngomong sama lo, sebagai manusia coba lo laksanakan kewajiban lo," seloroh gadis itu.

"Celin sama gue bukan urusan lo, jadi bisa berhenti ikut campur?" tanya Dikta.

Zoeya tak menjawab, gadis itu sekarang malah menoleh pada Celin, lewat ekspresinya, dia menyuruh Celin untuk segera membuka suara dan menjelaskan pada Dikta.

Celin mengangguk kecil, kemudian dia semakin mendekatkan diri pada mantan kekasihnya. Kedua tangannya terulur, mengambil satu tangan Dikta yang tersimpan di sisi tubuh pemuda itu. Zoeya yang merasa tak perlu ada, kini menjauh, memilih untuk mojok di ujung gerbang meskipun tempat itu tampak gelap.

"Aku mohon kamu dengar penjelasan aku, ya, Leon," pinta Celin dengan sorot memelasnya. Persis seperti saat ia meminta bantuan Zoeya.

"Lo serendahan ini, ya? Kita udah nggak ada apa-apa, Cel, lo juga punya pacar sekarang," ucap Dikta yang menarik tangannya. Masih enggan untuk menerima sentuhan dari Celin.

My Bad Neighbor (END)Where stories live. Discover now