MBN 10

5.3K 411 22
                                    

Velo, Angkasa, Alan, Karei, Ages, dan tiga orang anggota inti Stark lainnya sekarang tengah berada di ruang tunggu rumah sakit kota Jakarta Selatan. Mereka semua bergerak gusar dengan sesekali mata mereka melirik pada pintu ruang operasi yang terus tertutup sejak 3 jam yang lalu.

Dalam hati, mereka tak henti-hentinya memanjatkan doa pada Tuhan masing-masing. Berharap salah satu teman mereka yang tengah berjuang di dalam ruang operasi diberikan kekuatan.

Tak lama bunyi langkah kaki terburu-buru ke arah mereka terdengar di telinga. Membuat mereka yang semula menunduk, mau mengangkat kepalanya, menoleh ke arah lorong yang menampilkan sepasang suami istri yang sedang berlari tergesa. Para anak muda itu sontak bangkit berdiri, menyalimi pasangan suami istri bergantian saat keduanya sudah sampai di hadapan mereka.

"Dikta, gimana anak saya? Anak saya nggak kenapa-kenapa, kan?" Tante Indri bertanya tak sabaran. Pipi wanita itu sudah basah sejak ia menerima telepon 30 menit lalu dan mendapat kabar bahwa anaknya masuk ruang operasi karena tertusuk pisau.

"Leo-- Diktanya masih di ruang operasi Tante. Belum selesai sejak 3 jam yang lalu." Angkasa menjadi orang yang berani menjawab pertanyaan penuh nada kekhawatiran ibu Dikta.

Mendengar itu, air mata Tante Indri kian tumpah, suaminya juga menampilkan kesedihan yang mendalam. Ayah Dikta itu merangkul Tante Indri, berusaha menenangkan istrinya agar tak terlalu khawatir seperti ini.

"Kenapa bisa anak saya ketusuk?" Ayah Dikta membuka suara untuk pertama kalinya. Dia menatap para anak muda di depannya bergantian.

Alan maju ke depan, didampingi dengan Karei di sampingnya. "Ini salah saya, Om. Saya yang bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Leon. Mohon maaf telah membuat anak berharga Om mengalami hal ini," ucap Alan lantang.

"Kamu yang nusuk?" tanya Ayah Dikta.

"Bukan Om, tapi tetap saya yang bertanggung jawab," sangkal Alan.

"Kalau begitu siapa yang tusuk dan apa alasan Dikta ditusuk? Saya tanya itu, bukan tanya siapa yang bertanggung jawab," ucap Ayah Dikta lagi. Dia masih tak puas dengan jawaban yang diberikan Alan.

"Dikta ikut tawuran, Om. Dia kecelakaan di sana. Ada salah seorang musuh yang curang dan tusuk dia, Om," jawab Alan memberikan kebenaran. Meskipun ia sendiri belum mendengar kebenaran pastinya, tapi setidaknya fakta kalau Dikta ditusuk oleh orang Avelon dapat dipastikan kebenarannya.

Ayah Dikta tampak mengangguk mengerti. "Itu artinya anak saya yang salah. Sudah, kalian bisa duduk lagi," ucapnya.

Alan mengangguk paham, begitupun dengan yang lainnya. Para anak muda berjaket seragam itu, sekarang kembali mendudukan bokong mereka pada kursi tunggu. Begitupun kedua orang tua Dikta yang memilih ikut duduk bersama yang lainnya. Setia menunggu kabar dari dokter yang menangani operasi Dikta.

----🛹🛹🛹----

Gadis dengan piyama motif volkadot, malam ini tampak sedang duduk santai di kursi ruang keluarga. Di pangkuannya ada anak lelaki yang sudah terlelap dengan damai. Di hadapan gadis itu terdapat sebuah laptop yang menyala dan monitornya menampilkan gambar kedua temannya. Ya, dia sedang melakukan video call saat ini.

"Omegatt, Orion ganteng banget. Sumpah, gue nyesel lahirnya terlalu awal." Suara Tasya terdengar keluar dari laptop Zoeya, membuat Zoeya tersenyum kecil.

Dia menunduk, melirik wajah damai adiknya yang memang tampak tampan. Gadis itu mengusap kening Orion, membuat anak itu menggerakan wajahnya. Tampak terganggu dengan gerakan Zoeya.

My Bad Neighbor (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang