"Zoya."

Dikta mulai buka suara, kali ini bukan suara lirih menyedihkan yang ia keluarkan, melainkan panggilan biasa seperti Dikta sedia kala.

"Maaf, Dikta. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Ini semua salah gue. Gue nggak---"

"Stop, Zoya, gue pengen ketemu lo bukan karena mau dengar kata maaf. Coba lihat sini," potong Dikta sebelum Zoeya merampungkan kalimatnya.

Meski ragu-ragu dan sedikit kaku, Zoeya tetap melakukan apa yang Dikta minta. Gadis itu mengangkat kepalanya, langsung menatap wajah Dikta yang sedang melengkungkan senyum padanya. Rasanya air mata Zoeya ingin kembali mengalir saja, oh, lihatlah sekarang. Meski lukanya sudah dibersihkan, namun pada kenyataannya wajah Dikta begitu sembab. Membengkak dengan warna biru juga ungu di mana-mana. Pelipis dan keningnya di perban, dan sebelah matanya berubah menjadi sipit namun bengkak.

Tak kuasa melihat Dikta, Zoeya kini menjatuhkan kepalanya pada sisi brankar, kemudian kembali menangis karena tak kuasa menahan sakit yang mengiris dadanya.

Meski terasa berat dan begitu menyakitkan, Dikta menggerakan tangannya, mengangkat tangan itu hingga mendarat di atas kepala Zoeya. Pria itu mengelusnya, mengelus kepala Zoeya yang sekarang bergerak naik turun karena tangisannya.

Dikta tak menyela, tidak juga mengomentarinya. Dia membiarkan tetangganya ini menangis sepuasnya, meluapkan kesedihannya hingga tak tersisa. Lama mereka seperti itu, hingga akhirnya Zoeya berhenti juga. Perlahan dia mengangkat kepalanya, membuat tangan Dikta segera menyingkir dari kepala Zoeya. Namun, sebelum tangan itu menyentuh brankar, Zoeya terlebih dahulu menangkapnya. Menggenggamnya dengan kedua tangan miliknya.

"Lo buat gue takut," cicit Zoeya pelan namun tetap Dikta dengar.

"Gue juga takut," balas Dikta yang jauh diluar dugaan. Hey, apa mungkin pria itu memiliki rasa takut? "Gue takut mati sebelum bisa kasih tahu lo kalau gue nggak mukulin Celin," lanjutnya.

Zoeya terdiam, dia tak langsung menjawabnya karena bagaimanapun dia tetap tak percaya pada Dikta. Hey, meski Dikta tampak menyedihkan, tapi bukan berarti dia bisa sesukanya, kan?

"Jangan bahas itu, kalaupun lo benar pelakunya, gue tetap nggak bisa benci lo lagi, Dikta," balas Zoeya menatap langsung pada netra lawan bicaranya.

Lagi-lagi Dikta tersenyum, meski setelahnya dia meringis karena luka di bibirnya.

"Karena lo sayang sama gue, ya?" tanyanya yang malah menggoda. Hey, apa mungkin Dikta tak sadar dengan kondisinya?

Zoeya mengangguk, genggamannya pada Dikta semakin ia pererat. Untung saja bagian tangan Dikta tak ada yang terluka, jadi Zoeya bisa dengan bebas melakukannya. "Sebagai tetangga dan teman SMA, gue sayang sama lo," ucapnya.

"Berarti kita beda," tutur Dikta yang dihadiahi kerutan dahi Zoeya.

"Maksudnya?" tanya gadis itu.

"Gue nggak pernah sayang sama tetangga, nggak pernah sayang sama teman SMA. Tapi gue sayang lo sebagai Zoya yang nggak bisa hilang dari kepala," ungkapnya sungguh-sungguh.

Zoeya tak langsung meresponnya, gadis itu memilih diam memperhatikan Dikta dengan mata sembabnya. "Yaudah," balasnya singkat.

"Hah?" tanya Dikta tak mengerti. Hey, dia baru saja mengucapkan sayang pada perempuan itu, lalu kenapa responnya sangat datar dan tak sesuai harapan begitu?

Zoeya menggelengkan kepala, gadis itu kemudian melepaskan tangan Dikta, menaruhnya kembali di sisi tubuhnya.

"Sakit semua, ya?" tanya Zoeya mengalihkan pembicaraan.

"Sekali lihat, anak kecil juga tahu kalau gue lagi kesakitan," jawab Dikta. Huft, nyatanya Dikta memang tetaplah Dikta. Meski sedang terkulai lemah pun mulut pria itu tetap saja meresahkan Zoeya.

Keduanya diam, baik Dikta maupun Zoeya sama-sama tak ada yang mau buka suara. Zoeya memilih sibuk dengan pikirannya, sedangkan Dikta sedang asik merasakan tiap denyutan di setiap lukanya. Oke, itu memang tak pantas disebut asik, tapi itulah Dikta. Luka memang sudah menjadi temannya.

"Zoya."

Setelah lama tak ada suara, akhirnya mulut Dikta kembali terbuka, memanggil gadis yang masih anteng diam di sampingnya.

"Hm?" balas Zoeya seadanya.

Dikta menoleh, menatap Zoeya yang juga sedang menatapnya. "Gue kayaknya cinta sama lo. Nggak-nggak, bukan kayaknya, tapi gue emang cinta sama lo," ucapnya gamblang. Seolah mengatakan cinta hanyalah ajakan untuk jajan ke warung saja.

Zoeya menelan ludahnya, tak menyangka akan mendengar kata itu secepat ini dari bibir Dikta. Zoeya malah tersenyum, menatap Dikta penuh arti kemudian dia menjawab, "Katakan itu lagi saat lo udah ninggalin Stark dan segala kebiasaan buruk lo."

Zoeya kira Dikta akan menolak, Zoeya kira Dikta akan marah dan membentaknya. Namun nyatanya pria itu malah mengangguk dengan ringannya. "Gue emang berniat akan ninggalin Stark. Tapi gue nggak akan ninggalin Bang Alan, Bang Ages, Angkasa, Velo, dan teman-teman gue di sana," ucapnya.

Zoeya terbengong, wajah kagetnya itu membuat Dikta ingin tertawa kalau dia tak sedang luka. Ayolah, tertawa saat wajah penuh bonyok akan sangat menyakitkan. Meski Dikta sudah terbiasa, tapi tetap saja yang namanya sakit tidak enak untuk dirasakan.

"Kok?" tanya Zoeya.

"Lo anak rumahan, Zoya. Keluarga lo juga bukan orang sembarangan, makannya gue mau memantaskan diri supaya diterima sama Om Deriel dan Tante Jessy. Benar?" jelasnya yang membuat Zoeya menahan napas di tempat. "Tapi bukan itu aja. Sejak gue menerima hangatkan tatapan orang tua, rasanya gue sadar kalau selama ini semua sikap gue melenceng dari kebenaran agama dan hukum negara."

----🛹🛹🛹----

Uhuy! Maaf kalau nggak sesuai ekspetasi. Yang berekspektasi Dikta meninggal ada nggak, ya? Absen dulu coba. Akhirnya Dikta bisa selamat, terima kasih dokter rs sudah menyelamatkan anakku. Huhuhu.
Ah, ini Dikta udah bilang cinta sama Zoeya. Huhuhu, entah kenapa aneh aja rasanya.
Kayak biasa, maaf kalau feelnya enggak dapat di part ini. Aku selalu usahain yang terbaik kok di setiap tulisanku.
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan, loh, miskah-!

Oke, sok sok'an nulis author note macam ada yang baca, tapi tapi tapi, bodo amat lah, readers bisa dicari nanti, yang penting nulis ini dulu. Wohoho. Pupaiii.

25.07.2021

-----TBC-----

My Bad Neighbor (END)Where stories live. Discover now