"Kalau Leon, Kak? Dia gimana? Dia nggak pernah bunuh orang, kan?" tanya Zoeya yang memang penasaran.

Alan menggeleng, tangannya itu sekarang terulur dan meraih bungkus Pocky yang tergeletak di dasboard. Mengambil isinya dan mulai memakannya. Setelah berhasil mengunyah, dirinya baru menjawab, "Kalau sampai hilangin nyawa, Leon nggak pernah. Tiap tawuran juga dia cuma pakai tangan kosong. Paling parah dia patahin dua kaki sama dua tangan seseorang. Geng Avelon. Keren, kan?"

Zoeya menelan ludahnya, mematahkan kaki dan tangan jelas bukan sesuatu yang bisa dianggap keren.

"Itu waktu Angkasa nyaris di bacok. Dia belain temannya," tambah Ages.

Meskipun membela teman, tetap saja kan yang seperti itu masuk katagori kriminal? Uh, semoga saja Dikta tak sampai masuk penjara. Bisa frustasi Tante Indri kalau itu sampai terjadi.

----🛹🛹🛹----

Hujan telah reda, namun langit masih tetap mendung dengan awan hitam yang menggantung di atas sana. Seorang remaja tampak sedang terduduk di atas jok motornya dengan pandangan yang menatap remaja lain yang beringas memukuli seseorang yang terikat di pilar ruko.

Ia tak melarang, karena itu memang bukan kewajibannya. Lagipula mana mungkin dia mau menentang orang kedua di geng motornya.

Suara pukulan yang dilayangkan Karei pada musuhnya yang sudah pincang terus-terusan menghujam telinga Dikta. Dia hanya menatap datar kelakuan Karei dengan sesekali menyeka lukanya.

Pertarungan susah berakhir sedari tadi, dan tentunya kemenangan ada di tangan Dikta. Empat dari anggota Avelon berhasil kabur saat mereka sudah hampir kalah. Dua lainnya terikat dan sekarang sedang menunggu giliran untuk dipukuli hingga Karei puas. Dan sisanya, satu orang yang sekarang sudah pingsan karena terus-terusan menerima pukulan di seluruh tubuhnya. Karei memperlakukannya seolah-olah dia samsak tinju.

"Leon." Dengan tangan yang sekarang menonjok-nonjok wajah orang, Karei memanggil Dikta.

"Apa, Bang?" tanya Dikta.

"Hubungan lo sama Zoya itu apa?"

Dikta tak langsung menjawab, pria itu memikirkannya terlebih dahulu. Namun, dipikir sampai kepalanya botak pun, dia tak punya hubungan special dengan Zoeya. "Tetangga, Bang," jawabnya.

Karei berhenti memukuli lawannya, dia sekarang memperhatikan kedua punggung tangannya yang penuh darah, kemudian mengelapkannya pada pakaian yang dikenakan korban pukulan pria itu. Dia menoleh pada Dikta, kemudian berkata, "Lo suka sama dia? Mau jadiin dia pacar?"

Dikta mengerjap, suka? Sejak kapan ia suka dengan gadis itu? Menjadikannya pacar? Sejauh ini dia tak memiliki niatan semacam itu. Dikta menyadari itu, dan seharusnya dengan ringan dia bisa menjawab pertanyaan Karei dengan kata 'enggak.'

Namun pada kenyataannya, dia malah berpikir dan merasakan kebimbangan yang berkecamuk dalam dirinya.

"Lo suka sama dia?" Karena Dikta yang tak kunjung menjawab, Karei kembali melontarkan hal yang sama.

Menyadari dirinya yang memikirkan hal tidak berguna dan malah mengabaikan pertanyaan Karei, Dikta sontak berdiri dari motornya. "Nggak, Bang. Gue nggak ada niatan jadiin dia pacar," ucapnya.

Karei mangut-mangut, pria itu sekarang mendekat ke arah Dikta. "Kalau gitu gue bisa minta lo buat jauhin dia? Gue suka sama dia, gue mau jadiin dia pacar. Tapi kehadiran lo yang akhir-akhir ini nempel sama dia, cukup menghambat langkah gue," ucapnya.

Dikta diam, mulutnya terkunci rapat saat kalimat semacam itu keluar begitu saja dari mulut wakil ketua Stark. Kenapa bisa Karei menyuruhnya melakukan hal semacam itu? Hey, bukankah dekat dengan Zoeya bukanlah urusannya?

"Lo bisa, kan, Leon? Lo nggak suka Zoeya, dan gue suka sama dia, jadi, biarin gue dekatin tetangga lo buat jadiin dia pacar," ujar Karei, satu tangannya yang masih mencetak noda darah memegang bahu Dikta.

Dikta melirik tangan Karei yang bertengkar di bahunya, ah, itu bukan hanya sekedar bertengkar, karena pada kenyataannya, Karei sekarang meremas kuat bahu Dikta.

"Tapi, Bang, gue udah terlanjur bareng sama dia kalau berangkat dan pulang sekolah. Kalau tiba-tiba menjauh, gue nggak enak, Bang," ungkap Dikta yang akhirnya menjawab.

Karei melepaskan tangannya dari Dikta. "Itu gampang. Gue bisa antar jemput dia sekolah. Ngajak dia main juga gue bisa," ucapnya. "Jadi, lo pasti bisa jauhin Zoeya, kan? Kayak dulu. Kalian kan sebenernya nggak dekat atau punya hubungan. Hidup lo, ya elo, Zoeya, ya, Zoeya," lanjutnya.

Benar juga, sepertinya hidup seperti dulu tak akan ada pengaruhnya untuk Dikta. Lagipula Zoeya memang baru hadir akhir-akhir ini saja, dan Dikta pasti bisa menjauhinya. Tapi, kenapa untuk menjawab 'iya' rasanya begitu sulit.

Karei semakin mendekati Dikta, wajahnya maju ke sisi kepala pemuda itu. Sekarang mulutnya tepat berada di depan telinga Dikta. "Gue itu wakil ketua Stark," bisiknya kemudian menjauh.

Ah, sial! Sial sekali! Dikta itu keras kepala, dia tak akan menurut pada siapapun di dunia ini, termasuk pada kedua orang tuanya. Tapi ada dua orang yang tak bisa ia lawan, Alan dan Karei. Mereka terlalu iblis untuk Dikta yang masih calon iblis.

"Oke, Bang, gue bakal jauhin Zoeya," jawab Dikta akhirnya.

Karei tersenyum lebar, dia kemudian menepuk-nepuk bahu Dikta seakan dia sangat bangga pada lelaki itu.

"Kalau gitu gue bawa motor lo ke markas. Lo tolong bawa Avelon ke markas, juga, ya? Panggil aja salah satu anggota buat bawa mobil ke sini. Gue berangkat. Ah, iya, Zoeya sekarang ada di markas, biar gue yang antar dia pulang," ujar Karei panjang. Tanpa permisi dia menaiki motor Dikta, menyalakan mesinnya, dan melaju meninggalkan Dikta bersama tiga orang anggota Avelon yang sudah tak berdaya.

Dikta mengepalkan kedua tangannya, kenapa rasanya sangat kesal ketika ia berkata akan menjauhi Zoeya?

"Aarggh," teriak Dikta dengan tangan yang memukul udara. Kesal! Sangat kesal!

----🛹🛹🛹----

Huft, Karei, kenapa bisa kamu sekejam itu? Kasihan anak-anak Avelon. Apalagi yang barusan kamu jadiin samsak manusia. Eh, dua lainnya juga pasti nyusul jadi samsak nanti di markas. Huft, Diktaaaa, masa iya kamu mau jauhin Zoya, sih? Ah, aku enggak rela tahu.
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan, ayang-nim!

22.07.2021

----TBC----

My Bad Neighbor (END)Where stories live. Discover now