45. Rindu Sendiri

310 58 12
                                    

Sekitar 2 - 3 kilometer aku berada di luar wilayah menyeramkan itu. Aku melihat raut sandy yang menandakan bahwa ia sangat lelah karena sudah berlari sejauh ini. Jika aku yang harus berlari di tengah luka, aku sama sekali tidak masalah walaupun se - sekarat apapun.

Tetapi jika ia yang merasakan beribu luka dan lelah di dalam hidupnya, aku sama sekali tidak mau itu terjadi. Aku selalu ingin ber-ikhtiar untuk membuatnya selalu bahagia.

Dan aku ingin membayar semua kesalahan ku dan luka yang pernah aku berikan walaupun semua ini tidak akan bisa aku bayar walau menggunakan nyawa sekalipun.

"san.. Pake taxi online aja yah! Kamu udah capek pasti.  biar aku pesenin."

"ehh, ngga usah deh. Aku jalan masih bisa kok. Kalo kamu mau istirahat dulu ngga papa, Aku temenin. Kalo mau naik taxi online juga sekarang mahal banget. Uang nya sayang banget kalo buat taxi online. Selagi ada tenaga, pake aja tenaga kita."

"san. Aku setuju sama argumenmu. Tapi apa kita harus negehabisin semua tenaga kita disaat ada jalan lain yang lebih mudah kita gapai? Uang bisa dicari dan datang ketika itu rezeki kita. Tapi tenaga? Jika orang itu benar - benar kehilangan segalanya ataupun satu hal yang hilang dari Hidupnya, tenaganya udah pasti akan berkurang seiring berjalannya waktu. Dan itu membutuhkan waktu yang lama untuk membuatnya pulih. Dan Keadaan kita ngga memungkinkan untuk jalan sejauh yang kita ingin kan san. Simpan tenagamu itu baik baik. Banyak orang kejam di Dunia. Masih ada banyak masalah yang akan datang kedepannya. Itu udah pasti. Tak akan selama nya hal baik mendukung kita. Dan tak akan selama nya juga hal buruk memihak kita."

Ia termenung menatap ku. Aku tau, ia sebenarnya lelah dan ingin menggunakan taxi saja. Tapi aku sendiri tau bagaimana sandy. Dia tidak ingin merepotkan orang lain dengan harus membayar tarif taxi. Sedangkan uangnya tidak cukup untuk menaiki taxi. Bahkan Untuk sehari - hari pun uangnya tidak cukup.

Tetapi ia selalu berkata "cukup" untuk semua hal yang ia miliki. Amazing!

Aku langsung memesan taxi online untuk menghantarkan kita pulang.

"t-tap-"

"apa? Aku laki - laki kan? Biarin ini jadi tanggung jawabku. Aku ngga akan biarin kamu yang bayar taxi nya. Jadi tenang aja. Simpan duit itu."

Ia terbungkam sampai supir taxi datang untuk menjemputku dan sandy.

"san. Mau minum? Aku bawa minum ni. Mau?"

Ia ragu - ragu untuk menjawabku. Tetapi aku tau segalanya yang ada di pikiran nya.

"emm, ngga deh. Kamu aja yang minum. Aku ngga haus kok"

"sekali aja, jangan bohongi diri sendiri. Coba deh, ilangin rasa pengorbanan kamu buat seseorang disaat yang tepat. Kamu haus, tapi aku yang kamu suruh minum. Gimana ceritanya kalo gitu? Ayolah, ambil."

Aku mengatakan itu dengan penuh ekspresi, penekanan dan tingkah agar dia mengerti. Tetapi, sepertinya ia salah pemahaman.

Ia menyembunyikan tawa nya disaat muka ku yang penuh ekspresi ini dan mengomel seperti ibu - ibu.

"k-kenapa ketawa? Ada yang lucu?"

"ekspresinya harus gitu? Ngomel boleh, tapi jangan mleyot mleyot juga. Ditambah ngeden ngeden lagi. Please lah, berak jangan di taxi."

Ia kembali menertawakan diriku. Aku tak apa jika harus selalu hiper active  jika ia bisa tersenyum dan tertawa lagi.

"emang iya?"

Aku memegangi mukaku disaat itu juga.

"iyaa. kayak sapi beranak,"

Aku malah yang tertawa paling keras karenanya. Aku seperti sapi? Beranak pula. Baru kali ini aku dibilang seperti sapi (beranak). Baiklah

Sendu untuk Sandy (END)Where stories live. Discover now