51. Payah

279 58 13
                                    

Sudah 5 menit aku didapur. Aku selalu menekan level yang paling kencang, dan dengan cepat segera ku matikan. Jantungku tidak aman sekarang, aku di buatnya tremor dengan si blender itu. Blender bunda tidak seperti ini bentuknya. Ada level 1 sampai 3. Tapi kenapa ini sampai level lima? Apa blendernya ingin merusak gendang telinga dan seisi bumi? Apa mungkin, blender nya tidak bisa dikecilkan level nya? Apa aku yang bodoh?

Ia pasti menunggu karena aku tidak bisa mem- blender buah. eum, tidak. Lebih tepatnya tidak bisa menyalakan blender itu. ck, payah sekali aku ini! Menghidupkan blender saja tidak bisa? Besok bagaimana aku bisa mengurus rumah bersamanya nanti? Yang ada dia terus yang memasak, membereskan rumah dan mengurus anak. Sedangkan aku? Menontonnya saja.

Aku mendekatinya dengan hati - hati. Rasanya sangat malu jika ingin meminta bantuannya untuk menyalakan blender setan itu.

"e..emm, san.."

"udah ja-. l-loh, j-us nya?"

"hehehe, jus nya belum jadi.. sebelumnya punten ya. Tapi, itu. e...emm anu, e..em, b-lendernya anu.. ck, ituuu.. a-aku ngga bisa nurunin level blendernyaa. Blendernya ngga sama kayak tempat bunda. Yang level nya cuma 1 sampe 3. Ini ada level 5 nya, dan pasti yang ku pencet level 5 nya. Yaaa gimana aku ngga bingung nurunin level nya gimana? Emang Blender setan beda mah!"

"HAHAHAHA!"

Ia sangat puas melihatku seperti ini. yaa memang aku ini halal untuk di tertawakan karena terlalu payah dengan hal sekecil ini.

"rey.. Blender kan model dan bentuknya beda - beda. Ngga bisa di samain sama punya nya bunda kamu. HAHAHAA. yaudah, sini aku bantu."

Ia langsung berdiri dan melenggang menuju dapur. Aku hanya mengikutinya saja sembari melihat apa yang ia lakukan. Ia menatap blender itu dengan sangat amat dalam. ck, ia
membuang - buang tatapan manis nya
hanya untuk sebuah blender setan itu.

Terkadang ia juga kaget saat ia memencet level 5 yang super kencang itu.

"emm.. ohh i see! Jadi.. Ini itu, blender yang ada pencetan nya sama ada yang puter. Jadi 1 - 3, itu di puter sesuai hitungan '1,2,3'. Nah yang level 4 - 5, kamu pencet. Ini tuh biar aman kalo dipake. Karena 4 - 5 kan kenceng tuh, jadi dikasi angkanya. Kalo yang 1 - 3 ngga ada angkanya karena sesuai hitungan muternya. Kalo level satu ya sekali aja muternya. Kalo level dua yaa dua kali muternya. Pahamkan?"

Ia hanya melihat bentuk dan wujud blender setan itu saja ia langsung mengerti. Lalu apa yang aku pikirkan tadi? Hanya melongo melihat blender yang tak bergerak santai jika aku selalu memencet level 5 saja.

"seriously?! se simple itu ternyata?! Lah aku dodol banget anjir. Hih!"

Aku menyentil blender yang berisi alpukat yang sudah penuh busa karena level 5. Akhirnya aku memutuskan untuk membuang jus itu dan membuatkan nya jus yang baru. Ia tak suka jus manis, makanya aku tak menambahkan gula pada alpukatnya.

"HAHAHA! yaudah, aku aja sekalian yang buat. Kamu duduk aja."

"ngga, aku aja yang buat yaa! Kamu duduk aja nyantai sambil liat my litle pony yang dari dulu episode nya itu itu mulu sampe inget dialognya."

"kamu suka nonton pony?"

"shit keceplosan. tapi emang bener, sering banget nonton pony. Malah setiap hari."

"h-haa? Oh, anu.. I-yaa dulu sering banget nonton itu, si pony. Tapi sekarang udah bosen. Itu itu mulu sih episodenya. Padahal pengen nunggu pony nya sampe meninggal tapi ngga ada episodenya."

"aneh - aneh aja! Kalo meninggal, berarti tamat dong. Ngga ada kali kartun sad ending. Upin - ipin aja dari kita SD kelas 6 sampe sekarang masih awet botaknya"

Sendu untuk Sandy (END)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ