Part 15 : Bulan atau Bintang?

46 10 0
                                    

Bara dan Zia saat ini tengan menikmati makanan ringan yang telah disiapkan oleh Bi Sima. Sesekali mereka berdua bergurau senda menghilangkan luka yang ada.

"Lebam minggu lalu udah sembuh?" tanya Zia terkekeh.

"Udah si, cuma kadang-kadang masih kerasa ngilu, gitu," sahut Bara diakhiri ringisannya.

Zia mengangguk-anggukkan kepalanya dengan tawa yang berusaha tidak ia tunjukan, terselip rasa tak enak hati saat mengingat minggu lalu ia meninggalkan Bara sendiri ditengah rasa sakit dari pria kekar itu.

"Tau nggak? Tadi sore pas gue liat keberadaan lo, sebenernya gue mau ngomelin lo, tapi saat gue denger curhatan lo itu sama makam Mama lo, seketika rasa kesel gue ke lo ilang," ungkap Bara jujur.

"Lah ... sebenernya juga tadi gue nggak mau diajak lo buat ngomong bareng, cuman pas gue tau lo juga abis ngunjungin Mommy lo, seketika rasa benci gue ke lo kayak pudar gitu aja," sahut Zia.

Mereka saling sadar, bahwa mereka saling ditinggal pergi, itu sebabnya mereka tak saling membenci lagi.

Mereka berdua terkekeh.

"Emang lo benci sama gue?" tanya Bara.

"Iya, dikit, hampir banyak," jujur Zia sedikit terkekeh.

"Emang kenapa alesannya?" tanya Bara penasaran.

"Gue tuh nggak suka sama cowok yang suka mainin cewek, dan suka ngeremehin kata cinta yang punya makna luar biasa. Gue juga nggak suka lo yang playboy tapi cemen!" seru Zia meremehkan Bara.

"Sekarang gue lagi usaha buat ngilangin keburukan gue itu, kok," sahut Bara tersenyum.

Zia mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menatap remeh Bara.

"Good luck! Meskipun gue yakin lo nggak berhasil," ucap Zia membuat Bara tertawa renyah.

"Zi ... kalo lo dikasih pilihan buat pilih antara jadi bulan atau bintang, lo bakalan pilih apa?" tanya Bara seraya menengadah ke atas.

Zia berfikir sejenak, kemudian menengadahkan kepalanya ke atas.

"Gue milih jadi langit," sahut Zia tak memilih satu pun diantara pilihan yang Bara tujukan.

"Ck! Kenapa milihnya langit, geblek!" sengit Bara melirik Zia sekilas.

"Kalo gue milih bintang, berarti gue ada banyak, dong. Gue 'kan limited edition, jadi nggak mungkin gue sebanyak bintang-bintang itu, lah," sahut Zia membuat Bara memutar kedua bola matanya malas.

Bara mendengkus pelan. "Yaudah, lo milih bulan aja, dia 'kan cuman ada satu," ucap Bara memberi saran.

Zia menggeleng. "Kalo gue milih bulan, berarti gue bukan cewek kuat, dong. Bulan bersinar terang 'kan karna bantuan cahaya dari matahari dan bintang. Ibarat jika mereka manusia, bulan selalu bergantung dengan matahari dan bintang, bulan yang selalu membutuhkan kekuatan agar dirinya bisa kuat untuk menjalani setiap malam-malam yang berat buat dilaluinya. Dan gue, nggak boleh lemah meski nggak ada yang ngasih kekuatan buat gue,"

Bara terdiam sejenak. "Yaudah, lo jadi matahari aja, dia 'kan kuat dengan cahayanya sendiri," sahut Bara menyarankan lagi.

Zia kembali menggeleng. "Matahari emang kuat, tapi kalo gue jadi matahari, gue nggak akan hadir di malam hari, dong. Itu ibarat gue selalu pergi disaat gulita datang. Gue 'kan pengennya selalu ada disetiap keadaan, biar gue juga bisa ngerasain gimana berada dititik terendah, dan gimana rasanya berada dititik tertinggi," jelas Zia membuat Bara terdiam sejenak, sedikit menyaring ucapan dari Zia.

"Dan akhirnya gue bakal pilih langit, yang selalu ada disegala kondisi, yang selalu menjadi dasar indahnya langit malam dengan semua bintang dan bulan, yang selalu menjadi dasar cerahnya siang dengan warnanya yang melengkapi keindahan, dan yang sesekali rela tertutup awan hitam yang akhirnya mengguyurkan hujan," jelas Zia tersenyum.

Bara masih terdiam, sebenarnya akan lebih banyak definisi dan pendapat-pendapat tersendiri dari sekian banyak manusia di bumi. Mereka bebas memilih pilihannya sendiri dengan definisinya masing masing, terutama Zia yang dengan pendapat dan definisinya sendiri. Bagi Bara cuku masuk akal, tapi ....

"Kalo lo, bakalan pilih yang mana, Kak?" tanya Zia cepat.

"Gu--gue?" tanya Bara ragu dengan menunjuk dirinya sendiri.

Zia mengangguk. "Ya iyalah, gue 'kan tadi udah milih, sekarang giliran lo dong!" sarkas Zia melirik Bara sebal.

Bara terkekeh. "Gue mah bakalan pilih jadi diri sendiri aja," sahutnya membuat Zia membelalakkan matanya.

Zia menendang kaki kiri Bara yang memang ada disampingnya. "Nggak ada dipilihan, gembel!" ketus Zia menatap elang Bara.

"Emang tadi pilihannya apa?" tanya Bara memastikan.

"Bulan sama bintang!"

"Terus lo tadi milihnya apa?"

"Langit."

"Pilihan buat gue sama 'kan, kayak pilihan gue buat lo?" tanya Bara mengernyit.

"Y--ya iya! Sama! Bulan sama bintang!"

"Yaudah gue milihnya diri sendiri, jadinya 'kan sama, sama-sama milih yang nggak ada dipilihan," ucap Bara terkekeh.

Zia mendengus. "Iih! Tapi kan gue masih mencangkup angkasa, kalo lo 'kan nggak sama sekali!" ketus gadis itu.

"Ya bodomamat, gue pengennya jadi diri sendiri," sahut Bara santai.

"Ck! Sial, lo!" decak Zia memberengut.

"Lo juga sial," ucap Bara santai.

"Lo yang sial!"

"Lo lah!"

"Iiih! Lo yang sial!" seru Zia kencang.

"Kita sama-sama bocah sial!" finish Bara seraya melingkarkan tangannya dipinggang Zia.

Zia terbelalak, kemudian tangannya menepis kasar tangan sialan Bara.

"Modus banget sih lo!" ketus Zia kesal.

"Bodomamat," sahut Bara acuh membuat Zia menghela nafasnya kasar, kemudian Zia menengadah keatas lagi untuk berusaha mengabaikan Bara.

Bara menoleh kearah Zia, kemudian wajahnya ia dekatkan keleher bagian belakang Zia yang tertutup rambut hitam gadis itu.

Zia yang merasakan ada sesuatu yang mendekat kearah leher belakangnya pun menoleh pada Bara dengan tatapan tajamnya.

Seketika Zia menampol keras wajah Bara saat lelaki itu sudah sangat dekat dengan lehernya, membuat lelaki itu refleks memekik.

"LO MAU MACEM-MACEM SAMA GUE, YA, KAK?!" pekik Zia yang langsung berdiri dari duduknya.

Bara terbahak melihat reaksi Zia yang sudah sangat panik dibuatnya.

"KENAPA LO KETAWA?!"

"Lo pake sampo bayi, ya, Zi?" tanya Bara yang masih dengan tawanya.

Zia terdiam sejenak, kemudian wajahnya berubah menjadi malu karena sudah berburuk sangka dengan lelaki jahil didepannya.

"I--iy--a. Gu--gue emang pake sampo baby terus," sahut Zia terbata, sedikit kikuk.

Bara kembali tertawa. "Pantes! Setiap gue ada dideket lo, gue cium bau-bau baby banget!"

Zia tersenyum kikuk, kemudian kembali duduk disebelah Bara.

"L--lo kok juga bau parfum bayi?" tutur Zia sedikit mendekatkan wajahnya ke lengan Bara.

"Gue pake parfum lo tadi," ungkap Bara tersenyum kikuk.

"SUDAH KUDUGONG!" pekik Zia menatap horor Bara dan berlanjut pergi dari rooftop.

Bara tertawa. "Zi! Mau kemana lo?!" teriaknya.

"MAU NGECEK SISA PARFUM GUE!"













See you next part!

Diketik dengan 1005 kata.
Kamis, 8 Juli 2021.

BEFORE NEMBAK YOU || Selesai✔Where stories live. Discover now