Part 5 : Bocah Minim Akhlak

93 16 17
                                    

Happy Reading🍓

Zia bukan gadis mungil yang tingkahnya akan membuat semua orang gemas padanya, tetapi Zia gadis mungil yang banyak tingkahnya, apalagi karena ia hanya tinggal bersama Papanya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, membuat ia bisa bebas melakukan apa saja yang ia senangi meski terkadang Zia sering merasa bosan dengan kehidupan yang dijalani.

Terkadang pembantu rumah tangganya saja dibuat sangat heran dengan sikapnya yang tak ada anggun-anggunnya. Dasar Zia.

Saat ini Zia tengah duduk dikursi balkon kamarnya dengan kaki kanan yang terangkat satu, sesekali ia menyuapkan kacang atom kedalam mulutnya dua biji sekaligus.

Ditengah gemercik hujan yang mengguyur malam, awan hitam yang menutupi bintang, dan gelap yang menyertai kesunyian, Zia tiba-tiba teringat tentang lelaki playboy yang tadi sore ia tinggal sendirian disamping pohon rindang itu.

"Ya Alloh ... kalo misalkan Kak Bara mati, gue ikhlas, kok. Jangan biarin playboy kayak dia berkembang biak dengan enak," celetuk Zia sembari menyuapkan kacang atom terakhir kedalam mulutnya.

Zia berdecak. "Kok cepet banget abisnya, sih! Padahal tadi gue itung satu-satu, tuh, jumlahnya ada 1998 biji, perasaan gue nggak cepet-cepet amat, tuh, makannya," gerutu gadis itu yang kemudian meletakkan bungkus snack tersebut dengan kasar.

Dengan malas, Zia berjalan masuk ke kamarnya dan berlanjut keluar dari kamar menuju dapur, siapa tahu masih banyak cemilan yang bisa ia makan saat ini.

"Zi, baru aja Papa mau nyuruh Bibi buat manggil kamu, eh, kamu udah keluar duluan," sambut Hendra, ayah dari Zia dengan wajah sumringah.

"Ah iya, Pah ... Zia mau ngambil cemilan lagi soalnya," sahut Zia saat masih menuruni anak tangga.

"Makan bareng Papa, yuk," ajak lelaki itu menunjukkan wajah bahagianya.

"Wah, tumben banget, nih, ngajakin Zia makan bareng, biasanya juga Papa udah makan sama orang kantor," sahut Zia datar.

"Iya, Papa lagi pengen makan sama putri Papa yang cantik ini, keknya udah lama, deh, kita nggak bareng gini," ungkap lelaki itu sembari merangkul dengan sayang bahu putrinya saat Zia sudah sampai disamping Hendra.

"Baru sadar sekarang, ya, Pa?" tanya Zia datar.

Hendra yang ditanya seperti itu pun langsung bungkam, menyadari bahwa dirinya sudah keterlaluan mengabaikan anak satu-satunya.

"Yaudah! Ayo!" ajak Zia semangat sembari menarik lengan Hendra dengan senyum yang kian terbit dibibirnya.

Hendra tersenyum, sesederhana ini bahagia sang putri, namun sesederhana ini juga ia melukai hati putrinya karena terlalu sering mengabaikan waktu berharga untuk bersama.

Semua ini tentang pekerjaan, hingga Hendra lupa, bahwa Zia juga butuh kebersamaan dengannya.

"Sempet-sempetnya lagi makan ngadep laptop juga," sindir Zia saat mereka sudah mulai untuk makan malam bersama.

Hendra yang merasa tersindir pun menoleh kearah Zia dengan sedikit menunjukkan lengkungan manis dibibirnya. "Nanggung, sayang, lima menit lagi selesai kok," sahut lelaki itu tanpa memudarkan senyum pada putrinya.

BEFORE NEMBAK YOU || Selesai✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin