"Maaf, Levin aku udah kenyang," tolak Yossi menjauhkan pemberian Levin dari dirinya.

Levin tertawa mendengar jawaban yang tak sama sekali Levin duga.

"Kok ketawa? Aku gak salah jawab, 'kan?" tanya Yossi heran.

"Astaga, siapa juga yang nyuruh kamu makan sekarang. Makan ini malam nanti," jawab Levin masih tertawa.

Yossi terdiam dengan hati yang bertanya-tanya, apakah Levin mengetahui keadaannya?

"Tadi Zio udah cerita pas kamu lagi tidur kalau nasi kamu dibuang sama Tiara," lanjut Levin menceritakan kejadian saat Yossi tertidur.

"Kak Zio?"

"Iya. Kamu hebat, ya, bisa buat si batu perhatian," ledek Levin kemudian lanjut berkata, "Kalau udah makan, ayo pulang."

Yossi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia bingung. Saat di kelas, Zio hanya diam menyaksikan perlakuan Tiara. Tapi, kenapa di saat Yossi tertidur Zio menyuruh Levin untuk mengajaknya makan?

Suara notifikasi di handphone membuat lamunan Yossi buyar dan langsung membuka ponsel. Yossi terkejut, karena notifikasi itu berisi pemberitahuan kalau ayahnya baru saja mentransfer uang sebesar dua juta ke rekening tabungannya.

"Pesan apaan?" tanya Levin menatap lekat wajah Yossi.

"E-enggak penting. Ayo pulang."

Yossi pulang menaiki mobil Levin. Hari ini dia tak telat pulang dan tak susah payah berjalan.

"Makasih," ucap Yossi setelah turun dari mobil.

"Mau sampai kapan kamu nyembunyiin identitas kamu?" tanya Levin sebelum Yossi memasuki gerbang.

"Selama mereka gak tau," jawab Yossi singkat, "Aku masuk, ya."

Yossi berjalan masuk meninggalkan Levin. Sampai di rumah pada jam begini memang sepi. Ayah kerja, mama serta kakak tirinya pergi berbelanja. Hanya ada seorang wanita separuh baya-- asisten rumah tangga baru yang disewa oleh ayahnya.

"Katanya gak mau sewa pembantu. Tapi gak apa-apa, lah, sekolahku kan gak terganggu. Apalagi aku gak bisa masak. Walaupun ... pakaianku harus kucuci sendiri." Suara hati Yossi berbicara.

"Udah pulang, Non? Maaf sepi. Nyonya sama Non Tiara lagi belanja," ucap Bibi itu seraya menyapa Yossi.

"Gak apa-apa, Bi. Yossi ke atas dulu, ya?" pamit Yossi meninggalkan Bibi itu.

"Oh, ya, Non. Panggil Bibi, Bi Indah, ya," seru Bi Indah membuat Yossi tersenyum singkat.

"Seandainya Mama Desta kayak Bi Indah." batin Yossi menaiki satu persatu anak tangga.

***

Malam telah tiba. Ada rasa haus hadir selesai memakan nasi padang pemberian Levin. Yossi beranjak keluar kamar dengan maksud mengambil air.

Di dapur, ia mendapati keluarganya makan bersama dengan tenang. Namun, kehadirannya seolah mengusik ketenangan itu.

Yossi mencoba tersenyum, lantas mengambil air putih unutk persiapannya di kamar. Supaya tidak bolak-balik lagi jika sedang haus.

"Non gak makan?" tanya Bi Indah, "Bibi siapin, ya?"

"Siapa yang nyuruh kamu nyiapin makan buat dia?!" bentak Desta memukul meja makan dengan keras. Menghentikan niat yang ada di benak Bi Indah.

"Tapi, Nyonya ...."

"Kalau kamu nyiapin makan buat dia tanpa izin, kamu bakal saya pecat!" ancam Desta membuat Bi Indah terdiam di tempat. Bi Indah akhirnya pergi tanpa berbicara lagi.

"Yah, Ma. Yossi inget, kok janji Yossi gak makan kalau bukan Yossi yang masak. Tapi tolong, jangan marahin Bibi, ya? Bibi gak tau apa-apa." Yossi mencoba membela Bi Indah.

"Seharusnya kamu sadar diri, kehadiran kamu sekarang buat selera makan kami hilang!" Lagi-lagi Desta membentak.

"Iya, nih. Gak liat aku lagi disuapin makan sama Papa," sinis Tiara menatap tak suka.

"Papa tau, gak? Yossi ini deketin pacar aku, Pa. Mungkin supaya bisa ngadu lebih banyak lagi ke Zio," tukas Tiara.

"Atau mungkin biar Zio marah terus ngancam untuk batalin kontrak kerja sama Papa?" Desta menambah-nambahi.

"Anak sialan! Tidak tahu diri!" geram Dodi yang begitu percaya pada ucapan Desta dan Tiara.

Dodi mendekat. Dan plakk!

Satu tamparan mendarat di pipi Yossi. "Kamu sengaja memeras Zio supaya Zio semakin melindungi kamu, begitu?!"

"E-enggak, Yah. Yossi terjebak sama tantangan--"

"ALASANMU ITU BASI! KAMU MEMANG SENGAJA MAU MENJATUHKAN SAYA!" bentak Dodi membuat Yossi kembali menangis.

"Yossi gak pernah berniat jatuhin Ayah. Yossi pengen Ayah bahagia," bujuk Yossi mencoba membuat ayahnya tak lagi marah.

Plak!

Kali ini Desta yang menampar. Yossi menatap mereka, berharap ada perubahan tapi nyatanya hanya ada kebencian.

"Berani ya ngelawan. Dasar kurang ajar!"

Yossi berlari ke kamar dan mengunci pintu dari dalam. Telinganya masih mendengar suara cacian yang keluar dari mulut sang ayah.

Yossi memegang hidungnya, ada darah kental yang mengalir dari sana. Mungkin sebab tak kuat menahan tamparan yang hampir setiap hari ia dapatkan.

"Mereka gak sayang sama Yossi. Tapi, kenapa Yossi gak bisa benci mereka?"

Yossi menangis sejadi-jadinya. Meluapkan kemarahan yang terus-menerus menyesakkan dada.

Sebenci itukah mereka kepadanya?

"Oci sayang Ayah, tapi kenapa Ayah gak sayang Oci?"

"Oci pengen kayak Kak Tiara. Sekolahnya disemangatin, pulang pergi diantar, makan disuapin, bahkan tidur pun Ayah ucapin selamat malam. Oci pengen kayak gitu," isak Yossi sambil mengelap darah yang mengalir dari hidungnya.

Dia berdiri menuju kamar mandi. Kali ini ia menggoreskan pisau ke pergelangan tangannya. Darah kembali mengalir, tapi Yossi menyiramnya dengan air.

Perih, bahkan tak bisa meredakan sakit di hatinya.

Selanjutnya Yossi mencuci mukanya sampai tak ada darah tersisa di wajahnya.

Ia berjalan ke arah kasur, merebahkan diri meskipun air mata tetap mengalir.

"Aku ingin tidur menenangkan diri, meskipun tidak tahu esoknya akan terbangun di dunia atau di alam lain."

Bersambung....

Jangan lupa votement-nya, ya. Maaf baru update, soalnya lagi ngurus berkas.

Oh, ya, doain semoga Author bisa dapet beasiswa KIP-K, ya? Aamiin.

Gimana part kali ini? Feelnya dapet gak? Koment, ya!

Sampai jumpa di part selanjutnya....

Spam Next

Nona Bakso

Wound In A Smile [On Going]Where stories live. Discover now