"Yah, lepasin Yah. Yossi janji kalau bukan Yossi yang masak, Yossi gak bakal makan," pinta Yossi berderai air mata. Dia lebih memilih menahan lapar dibandingkan menahan sakit disakiti ayahnya.

"Oke. Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada makan untuk kamu!"

Brukk!

Yossi tersungkur ke lantai. Sakit di kepalanya saja belum reda, sudah ditambah sakit ketika terjatuh.

Inikah perlakuan seorang Ayah? Kekejaman inikah yang harus anak perempuan dapatkan ketika sang Ibu tak ada lagi di dalam keluarga?

Orang lain mungkin tak sekuat Yossi yang tetap bertahan meskipun berkali-kali dianiaya oleh ayahnya sendiri. Yossi bisa saja pergi, namun amanah dari bundanya tidak bisa ia ingkari begitu saja.

***

Dinding adalah tempatnya bersandar, angin tempatnya bercerita, sepi tempatnya melamun, dan air putih untuk mengganjal perut. Tidak ada siapapun yang peduli, selain diri sendiri. Dan tidak ada yang ingin mengerti, kecuali memiliki maksud.

Esok hari, nampak Yossi yang sudah jauh berjalan seorang diri, akhirnya mendapatkan angkot meskipun duduk berdesak-desakan.

Dia membayar angkot dan turun di depan gerbang sekolah yang masih sangat sepi.

Selesai mengikat tali sepatu yang lepas, Yossi berjalan menuju kelas. Mengambil sapu, lalu mulai membersihkan kelas. Iya, hari ini adalah jadwal piketnya. Hari di mana siswa yang piket sering masuk terlambat.

Ketika kelas mulai diisi oleh sebagian siswa, tidak ada yang peduli jika lantai baru saja dipel. Bahkan, sampah yang masih di tong sampah tidak ada yang membantu membuang.

Yossi mengalah, dia mencoba mengangkat tong sampah itu. Tiba-tiba ada seorang pemuda yang menghentikannya.

"Kalau gak kuat, suruh orang lain aja yang angkat."

Yossi mendongak, mendapati Zio di depannya. Bodohnya, mulut Yossi tiba-tiba bungkam saat berada di dekat Zio. Ketika Zio membawa tong sampah tadi saja tak Yossi larang.

"Kenapa aku gugup saat berada di dekat kamu, Kak?" tanya Yossi dengan lirih. Menyayangkan kesempatan yang berkali-kali ada di depan mata.

Lalu, bagaimana Yossi meluluhkan hati Zio kalau mulutnya tak dapat berkata?

Pelajaran pertama, yaitu Sejarah. Pelajaran yang tidak Yossi sukai. Sejarah itu ia anggap masa lalu, dan masa lalunya sangat pahit. Dia benci hal ini.

Setiap kali guru menjelaskan, Yossi selalu mengantuk. Perutnya yang keroncongan karena belum makan sama sekali menambah kantuk sampai Yossi tertidur di kelas.

"Bapak tidak suka kalau ada yang tidur di jam pelajaran Bapak, ya!" Guru yang sedari tadi menjelaskan menegur Yossi yang sudah berapa kali didapati tidur pada jam pelajaran.

Yossi terbangun kala seseorang memegang bahunya. Bukan Tanara, melainkan seorang gadis yang duduk di belakang Yossi.

"Kamu semalam begadang, ya?" tanya Guru itu mendekat ke bangku Yossi, "Kenapa pakai masker? Lepas!"

Yossi melepas maskernya. Beruntungnya, memar di pipinya sudah mulai menghilang. Meskipun masih, lebam itu ditutupi oleh helaian rambut.

"Awas kalau tidur lagi, ya!"

"Baik, Pak," jawab Yossi pasrah.

Pada jam istirahat, untuk pertama kalinya Yossi tak duduk di lantai. Dengan rasa kantuk, gadis ini keluar mencari pemuda yang menjadi target tantangannya. Tapi, diam-diam Yossi mulai merasa penasaran dengan pemuda itu.

Di koridor perpustakaan, Yossi menemukan pemuda itu dan mulai mengekori sampai di koridor kelas. Langkah Yossi terhenti ketika Zio berbalik.

"Kenapa ngikutin aku?" tanya Zio memperlihatkan ekspresi wajahnya yang kesal.

"M-mau kenalan, Kak." Yossi menjawab dengan gugup kemudian mengulurkan tangan, "Aku Yossi Alzazila."

Zio menyambut uluran tangan, "Zio Narendra."

Setelah saling melepas genggaman, Yossi tak lagi bicara.

"Udah, 'kan?"

"Eummm, aku ... mau ngomong sesuatu," ujar Yossi meremas ujung bajunya.

"Pulang nanti, bareng, yuk, Kak." Setelah Yossi berkata, semua siswa kelas 12 justru menyoraki Zio.

"Cieee, Zio."

"Udah, gas aja, Zi!"

"Jarang-jarang cewek cantik ngajak duluan."

"Terima! Terima!"

"Maaf, aku sibuk!" Zio meninggalkan Yossi di antara sorakan orang-orang.

"Huuuu! Kasian ditinggal."

Dalam hati, Yossi menyukai nama Zio. Dia tak peduli jika hari ini dia ditolak, karena masih ada hari esok untuk mulai mendekat.

"Aku mengagumimu, Kak. Aku ingin mengejarmu, tapi saat ini aku sedang lapar."

Bersambung ....

Gimana part kali ini? Komen, ya!

Jangan lupa votement-nya, Readers! Aku sama dengan penulis lain yang kalau dapat vote itu makin semangat😳.

Sampai jumpa di part selanjutnya ....

Nona Bakso

Wound In A Smile [On Going]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon