(41) Obsesi

2.8K 128 2
                                    

Happy Reading🦋
.
.
.

Senyum Alfin merekah saat melihat Zahra yang baru saja keluar dari kelasnya. Ia sengaja menunggu gadisnya itu untuk pergi ke kantin bersama. Semenjak Alfin tak lagi menjabat sebagai ketua osis, ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk Zahra.

Zahra menghampiri Alfin, disusul oleh Bila, Ica, dan Putri.

"Kok lama banget keluarnya?" tanya Alfin.

"Tau tuh si Pak Ted. Kan tadi ada ulangan, ya sebenernya sih cuma tiga soal, tapi yang buat aku kesel soalnya itu beranak cucu cicit," keluh Zahra.

Alfin tertawa kecil. Ia mencubit gemas pipi tembam Zahra. "Kasian banget sih pacar aku."

"Alfin sakit ih!" Zahra mengembungkan pipinya kesal.

"Lo mah enak pinter ra, lah kita? Mata gue aja sampe sepet liat tuh soal isinya angka semua," ujar Ica.

Bila mendelik mendengar perkataan Ica. "Apa lo bilang? Kita? Lo aja kali," sahut Bila.

Ica berdecak. "Iya deh yang pada pinter semua."

Memang Zahra dan Bila memiliki otak di atas rata rata dibandingkan Ica dan Putri. Tapi bukan berarti Ica dan Putri itu bodoh. Mereka hanya memiliki kemampuan di bidang non akademik. Berbeda dengan Zahra dan Bila yang memiliki keahlian di bidang akademik dan non akademik. Mereka juga memiliki keahlian masing masing. Karena setiap orang itu memiliki kemampuan yang berbeda beda.

"Ini kapan ke kantinnya? Kalian gak kasian gitu sama perut Putri, nanti kalo cacing di perut Putri pada mati gimana?" Putri memanyunkan bibirnya sambil mengelus perutnya yang rata.

"Yaelah put, cacing kok dipelihara. Mending lo pelihara tuyul, udah lucu pinter nyari duit pula," ujar Rivan.

"Lucu pala lo!" sembur Rakha.

"Gue jadi curiga deh, jangan jangan lo ngoleksi tuyul ya di rumah lo?" tuduh Bagas.

"Pantesan gue pernah liat kolor kuning gambar Upin Ipin di kamar si Rivan. Bukan cuma satu, ada tiga malahan," tambah Alfin.

"Itu punya gue anjir!" sumpah demi apa pun saat ini Rivan sangat malu. Bagaimana mungkin Alfin bisa mengetahuinya? Padahal ia sudah menyimpan benda itu di tempat yang sangat aman.

Semua orang yang mendengar itu langsung menyemburkan tawanya. Karena keadaan di sekitar mereka cukup ramai para murid yang sedang beristirahat. Apa lagi Bagas yang sangat puas menertawai Rivan.

"HAHAHA, lo serius van nyimpen kolor kayak gituan?" ledek Zahra. "Sumpah lo malu maluin banget tau nggak,"

"Udah warna kuning, gambar Upin Ipin pula," timpal Bagas di sisa sisa tawanya.

"Eh tapi Putri ngebayanginnya gemoy lho kalo Rivan pakek kolor gambar Upin Ipin," ujar Putri.

"Gak ada gemoy gemoynya bangke!" kesal Rivan yang langsung di tampol oleh Rakha.

Sedangkan Bila hanya terkekeh pelan melihat wajah Ica yang memerah menahan malu atas ulah Rivan.

Ica hanya memejamkan matanya kuat kuat menahan malu. Bisa bisanya ia memiliki pacar minus akhlak yang modelnya seperti Rivan ini.

Lalu Ica menatap tajam Rivan. "Pokoknya gue gak mau tau, lo harus buang semua kolor lo yang gak bermutu itu!"

Mata Rivan membulat sempurna. Mana mungkin ia bisa membuang semua kolor kesayangannya itu. Apa lagi ia rela menabung selama sebulan hanya untuk mengoleksi semua kolor bermotif kartun bocah kembar berkepala botak itu.

Together With You (END)Where stories live. Discover now