"Jojo lu budeg ya? Lepasin gue atau muka lu gue tonjok?!"

"Jojo turunin gue!!"

"Diem atau gue cium?" serkas Nathan dengan tatapan dinginnya. Asya segera diam, ia tidak memberontak lagi lantaran takut dengan ucapan Nathan yang sangat menyeramkan baginya.

Pria itu sedikit mengangkat tubuh Asya hingga ia terduduk di atas motornya. Asya masih diam, tatapannya terus mengikuti pergerakan Nathan. Asya hanya ingin bersiap-siap, jika pria itu berani menciumnya ia akan langsung memukuli wajah tampannya. Tapi ternyata sejak tadi Nathan tidak melakukan hal apapun, syukurlah Asya aman.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Asya. Setelah mereka sampai gadis itu dengan cepat turun dari atas motor Nathan dengan perasaan gugup. Perkataan Nathan terus perputar dikepala Asya, rasanya Asya ingin mencekik pria dihadapannya ini dengan sangat gemas.

"Makasih ya Jo"

"Jangan nangis lagi, lu harus lawan semua perbuatan Alena Sya, jangan nyerah. Perjuangin cinta lu" ucap Nathan tersenyum kecut. Ia tahu jika Asya sangat mencintai Kelvin, mungkin bisa dibilang cintanya sedang bertepuk sebelah tangan saat ini. Tapi apapun itu, Nathan hanya ingin Asya bahagia dengan pilihannya. Tugas pria itu hanya ingin melindungi Asya, dan terus berada disampingnya.

"Siap komandan laksanakan" Asya mengangkat tangannya untuk hormat seperti seorang paskibraka, tapi kemudian sebuah cengiran gemas terukir diwajahnya.

"Buruan masuk, gue liatin" ujar Nathan lembut. Asya mengangguk, gadis itu segera masuk kedalam rumahnya. Ia segera menutup gerbangnya dengan perlahan, setelah dirasa jika Nathan sudah pergi Asya langsung membalikkan tubuhnya dengan mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Sepertinya Alena sudah pulang, gadis itu pasti pulang bersama Kelvin. Namun saat ini bukan hubungan mereka yang Asya permasalahkan, tetapi ini tentang Sandra dan pelaku tabrak lari Oma Bunga.

Asya melangkah masuk kedalam rumahnya dengan langkah tegas. Rumahnya terlihat sangat sepi, apakah Bunda dan Bu Rita sedang keluar? Sepertinya iya. Asya segara mengalihkan pandangannya, matanya terkunci ketika melihat Alena yang bertekad ingin menaiki anak tangga.

Asya mempercepat langkahnya, dengan gerakan cepat ia langsung mencekal tangan Alena, "Kita butuh bicara"

"Apa lagi sih? Buang-buang waktu gue aja"

"Alena, kenapa kamu menjadi seperti ini? Apa Ayah dan Bunda pernah mengajarkan kamu untuk bersikap buruk? Kemana Adik Kakak yang baik? Kemana Alena yang Kakak banggakan?" tanya Asya bertubi-tubi dengan tatapan meminta penjelasan.

"Berisik tau gak? Udah lah gue mau tidur" Alena melepaskan genggaman Asya dengan kasar, namun gadis itu kembali menggenggam tangan Adiknya sangat kuat.

"Ternyata ini sikap asli kamu, Kakak kecewa sama kamu Alena"

"Ya terus?" Alena memutar kedua bola matanya malas. Baginya Asya sangatlah berisik.

"Jawab pertanyaan Kakak dulu, apa benar kamu yang sudah mencelakai Sandra?"

"Iya itu gue, kenapa?"

Asya menatap Adiknya tidak percaya. Gadis itu terlihat sangat berbeda, "Kamu mikir gak sih kalau semua kelakuan kamu udah diluar nalar?! Alena, berpikir lah dengan jernih, mengapa semakin lama kamu semakin keterlaluan?!"

"Gue gak peduli"

"Apa benar kamu juga yang sudah menyuruh Nathan untuk menjauhi Kakak? Menyuruh dia untuk menculik dan membuang Kakak dihutan?"

"That's right, tebakan lu benar sekali" jawab Alena santai. Gadis itu menyilangkan kedua tangannya didepan dada sembari menatap Asya remeh.

"Dan apa benar, kamu juga yang sudah menabrak Oma Kelvin?"

"Oh...jadi Nenek tua yang waktu itu Omanya Kelvin, gue cuma gak sengaja nabrak dia, salahin aja Nenek tua itu, siapa suruh nyebrang kelamaan"

Plak!

Asya kembali menampar pipi Adiknya untuk yang kedua kali. Dada Asya naik turun lantaran merasa sangat marah ketika mendengar ucapannya. Nafasnya berderu kecang, ia semakin marah dengan Alena.

"Seenggaknya kamu nolongin Oma waktu dia terkapar dijalanan!"

"Lalu mengapa Kakak yang Kelvin salahkan? Mengapa kamu meminjam jaket Kakak tanpa ijin?!" pekik Asya. Ternyata benar dugaannya, bahwa Alena lah yang sudah menabrak Oma. Dan pada saat itu ia sedang memakai jaket milik Asya tanpa ijin.

Alena masih diam, ia terus memegangi pipinya yang baru saja Asya tampar. Gadis itu terkekeh ketika mendengar ucapan Asya, ia mendongakkan kepalanya dengan tatapan tajam, "Udah?"

"Alena kemana sih jalanan pikiran kamu?! Kenapa kamu ngelakuin ini?! Kamu itu sudah melukai banyak orang dan kamu tidak mau bertanggung jawab? KENAPA KAMU MELAKUKAN INI ALENA?!" Tanya Asya berteriak kencang.

"KARENA GUE PENGEN LU MATI!" jawab Alena tak kalah kecang. Ia melebarkan matanya dihadapan wajah Asya dengan tatapan kebencian.

"Lu udah ambil semua kebahagiaan gue! Gue benci sama lu dari dulu, bahkan gue gak sudi punya Kakak kayak lo!" sentak Alena. Mata Asya kembali berair ketika mendengar jawaban gadis itu. Apakah selama ini kebaikannya tidak cukup bagi Alena? Apakah selama ini cara Asya untuk menyayangi nya salah?

"ASYA KAMU APAKAN ANAK SAYA?!" kedua gadis itu menoleh ketika mendengar suara berat David. Alena sedikit terkejut, ia kembali berpura-pura merasa paling tersakiti dihadapan David.

"Ayah...ini bukan seperti yang Ayah lihat"

"Tolong dengarkan penjelasan Asya Ayah" Asya mencoba menjelaskan. Ia sangat takut saat ini, pasti setelah ini ia akan dihukum oleh David. Sementara Alena, ia tersenyum licik disebalah Asya.

"KAMU INGIN MENYAKITI ANAK SAYA?! KESABARAN SAYA SUDAH HABIS, KAMU HARUS SAYA HUKUM!"

MOODYCLASS : THE FIRST WAR ✓Where stories live. Discover now