58. Muka Dua

9.6K 1.1K 52
                                    

Asya mengepalkan tangannya tidak terima. Kali ini Alena benar-benar membuatnya marah. Setelah mendengar penjelasan dari Andra, Asya mulai paham dengan permainan gadis itu. Namun didalam lubuk hatinya yang paling dalam, gadis itu tidak bisa menyakiti Alena, karena bagaimanapun ia tetap Adik tersayangnya. Tetapi semua perilaku dan cara gadis itu sudah di luar nalar.

Semua murid akhirnya bubar setelah mendengar bel masuk berkumandang. Mereka mulai meninggalkan lapangan utama satu persatu. Dilapangan ini hanya tersisa Asya, Kelvin, Alena dan seluruh temen-temennya. Sedangkan Arga, pria itu sudah pamit untuk kembali ke kampusnya.

Asya langsung menghapus bekas air matanya dengan kasar. Ia sudah tidak bisa lagi untuk bersabar. Bisa dibilang kali ini emosinya sedang tidak stabil dan sulit untuk  di kontrol.

Gadis itu berjalan penuh ketegasan menghampiri Alena yang tengah berhadapan dengan Kelvin. Alena menatap Asya dengan tersenyum miring, namun senyumannya sengaja ia tutupi dengan raut wajah takut, agar Kelvin akan mengasihaninya.

PLAK

Untuk pertama kalinya Asya menampar pipi Alena dihadapan Kelvin dan seluruh teman-temannya.

"Kakak..." ucap Alena lesu. Gadis itu sengaja berpura-pura sedih dihadapan Kelvin.

"Asya! Lu apa-apaan sih?! Yang lu tampar itu pacar gue!" Kelvin segera menarik tubuh Alena untuk berlindung dibalik tubuhnya. Ia menatap Asya dengan tatapan tajam.

"Lu yang apa-apaan, Vin!"

"Semua yang dikatakan Alena itu bohong! SEMUANYA BOHONG!" bentak Asya di hadapan wajah Kelvin. Entah mengapa Asya merasa bahwa pria yang ada di depannya saat ini seperti bukan Kelvin yang ia kenal, ia sangat berbeda. Bahkan dari tatapannya pun sudah berbeda.

"Yang selama ini ada disamping lu itu gue! Gue yang selalu masakin makanan buat lu, gue yang selalu ngasih bekal makanan itu buat lu, gue juga yang nganterin bekal makan itu di meja lu!"

"Selama ini gue yang nolongin lu, ketika lu diserang sama preman, gue yang bantuin lu, Gue Vina, Vin, gue Vina!"

"Kakak cukup, kenapa Kakak memutar balikkan fakta?" timpal Alena.

"Diam kamu Alena!" sentak Asya sambil menuding wajah Alena dengan jarinya. Adiknya semakin lama semakin licik, Asya bahkan tidak menyangka jika Adiknya bisa seperti ini. Mana Alena yang baik? Mana Alena kebanggaan Asya? Semua sikap baiknya sudah hangus, sikap itu telah tergantikan dengan rasa iri dan dengki.

"ASYA CUKUP!"

"Semua kata-kata lu itu cuman omong kosong, Sya, kalau emang lu cewek yang selalu ngasih gue bekal makanan, mana buktinya?" tanya Kelvin.

"Bagaimana kalau kita putar pertanyaannya, kalau Alena cewek yang selalu ngasih lu bekal makanan, mana buktinya?" tanya Asya lantang dihadapan pria itu. Raut wajah Alena semakin kesal saat Asya mulai memojokkannya.

"Lu mau bukti? Gue yang lihat sendiri kalau Alena yang naruh bekal nasi itu dimeja gue!"

"Lu terlalu percaya dengan semua omongan Alena. Yang naruh bekal nasi itu gue, Vin! GUE YANG SETIAP PAGI KE KE KELAS LO!" Kesabaran Asya sudah di ujung saraf. Ia tidak percaya dengan Kelvin, benar-benar aneh, hanya karena ucapan Alena pria itu langsung bisa mempercayainya?

"Gue udah gak peduli sama hal itu, bagaimanapun Alena tetep pacar gue. Dia milik gue sekarang! Lu udah gak berhak ganggu kehidupan gue lagi, Sya. Gue kecewa Sya sama lu." ucap Kelvin penuh penekanan dikalimat terakhirnya. Asya kembali meneteskan air matanya, ia masih menatap Kelvin tidak percaya. Bukankah saat ini Asya yang harusnya kecewa?

"GUE YANG KECEWA SAMA LU, VIN!"

"Kemana lu tadi malam?! Bisa-bisanya lu ngelupain gue gitu aja. Gue setia nungguin lu disana! Tapi ternyata lu seakan enggak hargain gue, mana yang lu bilang bukti? MANA BUKTI LU, VIN?!!" ucap Asya dengan bibir bergetar. Matanya mulai memerah karena menahan amarah. Mata elangnya beralih menatap Alena. Gadis itu menarik kuat tangan Adiknya untuk pergi menjauh, "Ikut Kakak!"

"Kak Asya, sakit..."

"Kak, tangan aku sakit..."

"Lepasin tangan pacar gue, Sya!" Asya mematung membelakangi Kelvin, ia segera melepas genggamannya. Hati nya seperti hancur saat mendengar bahwa Kelvin menyebut Alena sebagai pacarnya.

"Lu yang harusnya ikut sama gue!" Kelvin bergantian menarik tangan Asya dengan kasar menuju taman belakang sekolah. Mereka memilih untuk bolos jam pelajaran. Saat kedua remaja itu mulai meninggalkan Alena, gadis itu beralih menatap pasukan inti yang masih diam menatapnya.

Alena mulai menghampiri semua teman-teman Asya, termasuk Andra. Gadis itu memancarkan raut wajah kemenangannya. "Gimana? Seru kan?"

"Gue gak nyangka, Na, lu ternyata selicik ini." ujar Anya tidak percaya.

"Bukan nya cinta itu harus diperjuangin? Jadi, ini cara gue buat perjuangin Kelvin, hahaha." Alena tertawa keras dihadapan mereka.

"Ternyata gue salah nilai lu, Na, gue kira lu baik sama kayak Asya." timpal Aland.

"Lu bilang apa barusan? Asya baik? Apa kalian belum tau kalau Asya adalah seorang pembunuh? Bahkan dia sudah membunuh Adikku."

"Apa maksud lu?"

"Ups... Jangan bilang kalau Asya merahasiakan ini dari kalian? para sahabat yang malang, bahkan tentang Asya pun kalian gak tahu. Tapi tunggu, kalian gak lupa sama Sandra kan? Bagaimana kabarnya saat ini? Apakah dia sudah meninggal? Kalau iya, ternyata sasaran gue emang tepat. Semua ini sangat menyenangkan bukan?" Alena kembali tertawa dihadapan mereka. Suara tawanya dan tatapan matanya persis seperti seorang psikopat.

Moza sudah geram sejak tadi, ternyata benar bahwa Alena lah yang sudah menyakiti Sandra. Karena tidak terima jika Sandra disakiti, Moza mulai mendekati Alena, dengan gerakan cepat gadis itu langsung menarik rambut Alena sangat kuat, hingga sang empunya mengaduh kesakitan.

"Lepasin rambut gue!" rintih Alena.

"Dasar cewek gila!"

"Tunggu pembalasan gue, Na!" Moza sedikit mendorong kepala Alena dengan kasar. Gadis itu segera berjalan meninggalkannya, saat ini mood-nya sangat buruk jika bertemu dengan Alena.

"Cantik sih, tapi sayang, muka lu lebih menjijikkan dari pada air liur anjing!" Key menubruk tubuh Alena sangat keras. Mereka mulai meninggalkan Alena yang tengah menatapnya penuh kebencian. Sedangkan Rasya, pria itu masih diam sambil menatap wajah Alena dengan rasa kekecewaan.

Dulu, ia sangat menganggumi kecantikan dan kebaikan Alena. Tapi ternyata hanya sampulnya saja yang bagus, isinya tidak. Rasya meresa sangat kecewa dengan gadis itu, rasanya ia tengah ditatap oleh seorang iblis. Pria itu segera pergi meninggalkan Alena seorang diri. Ia sudah tidak lagi menyukainya.

"Seenggaknya gue menang kali ini,"

"Selanjutnya, siapa lagi ya yang harus gue singkirin setelah Asya?" gumam gadis itu. Alena terus memainkan rambutnya dengan tersenyum miring. Ia segera meninggalkan tempat ini menuju kelasnya.

Semua teman-teman Asya berencana untuk menyusun rencana setelah ini. Ia harus membalas semua perbuatan keji Alena. Karena gadis itu sudah tidak bisa dikatakan sebagi manusia lagi, bahkan ia tidak memiliki rasa kasihan sedikit pun.

Bradiz akan membicarakan masalah ini bersama kedua sahabat Kelvin dan Andra. Gadis itu sudah berpihak ditangan Asya. Mungkin setelah ini Andra akan menjadi inti Bradiz selanjutnya.

Bahkan Aland dan Alex masih tidak percaya dengan sahabatnya. Mengapa Kelvin terlihat bodoh dan mudah mempercayai omongan orang lain? Aland akan memberinya pelajaran saat pria itu kembali menyakiti Asya. Bagaimana pun Asya juga sudah baik dengan mereka.

MOODYCLASS : THE FIRST WAR ✓Where stories live. Discover now