32.

1K 183 77
                                    

Sudah hampir satu minggu lebih Chika menginap di rumah sakit. Sejak kejadian di mana Chika mengatakan kepada Fiony kalau ia akan pingsan, Fiony langsung menelfon orang tuanya dan segera membawa Chika ke rumah sakit. Dan semenjak hari itu belum ada tanda-tanda kondisi Chika menunjukkan kemajuan.

Menurut teman-teman, Chika adalah orang yang sok kuat karena selalu menutupi semua perasaannya Chika. Tapi di saat sakit seperti ini muncullah satu sifat yang tidak pernah diperlihatkan kepada orang lain.

"Uhuk-uhuk! Hatchi!" Chika mengusap bawah hidungnya menggunakan tisu yang sedari tadi ia genggam. Ia meringis merasakan tenggorokannya terasa sakit karena ia terus batuk-batuk.

"Ambilin apel." Ucap Chika sambil menunjuk buah apel yang terletak di atas meja.

Ara melirik atas meja lalu pandangannya beralih ke wajah Chika, "Gue tanya sekali lagi, mau apel?"

"Iya."

"Beneran mau apel?"

Kepala Chika mengangguk, ia masih terbatuk-batuk, "Uhuk-uhuk-uhuk, iya."

"Sekali lagi, nih. Masih mau apel?"

"Iya, Ara. Aku mau apel. Ah udahlah, kamu ngeselin." Chika mengerucutkan bibirnya, menenggelamkan wajahnya dari balik selimut, pura-pura merajuk.

"Oke." Ara tidak ambil pusing dengan kelakuan aneh Chika, ia kembali bersantai di atas sofa dengan koran kompas yang tadi ia ambil dari ruang tunggu.

Chika melirik ke arah Ara yang tidak menggubrisnya, "Araa."

Ara menurunkan korannya, alisnya terangkat satu ke atas, "Apa?"

"Laper."

"Trus?"

"Ya, aku pengen makan." Kesal Chika.

Ara menghela napas panjang, ia pindah dari duduk atas sofa menjadi duduk di kursi sebelah ranjangnya Chika. "Makan apa?"

"Apa aja."

"Nih, yang gak gue suka dari elo." Sinis Ara sambil menunjuk Chika menggunakan korannya.

"Apa?"

"Lu biar bilang 'apa aja' trus gue minta perawat buat nganter makanan. Trus baru pantat gue nyentuh sofa, belum ngerasain empuknya sofa, lu udah bilang, 'ih, aku gak mau makan ini'. Gue udah kapok, ya. Gak lagi lu nyuruh-nyuruh gue." Omel Ara sambil memukul kepala Chika menggunakan koran yang sudah ia gulung.

Chika mengusap kepalanya, "Aku gak gitu, ya."

"Oh, mau bukti?" Tantang Ara, ia mengangkat koran dan ia perlihatkan kepada Chika. "15 menit yang lalu lo pengen liat koran kompas hari ini, gue udah muter satu rumah sakit, dan waktu gue bawa koran kompas, lu bilang 'udah ada tivi, ngapain nyari koran?'."

Ara menarik napas dalam-dalam, ia menatap tajam ke arah Chika kemudian berseru, "Aaahhhh, gue pengen jambak rambut lo!"

"Aku kan--"

"--lagi sakit." Cibir Ara yang seolah-olah sudah tahu dan hapal beragam tingkahnya Chika saat menginap di rumah sakit.

Ara menghela napas panjang, ia menatap Chika, kepalanya menggeleng, "Kenapa juga Vivi bisa suka sama cewek ribet kayak elo?"

Mendengar nama Vivi disebut membuat Chika terdiam. kepalanya yang tadi berisi makanan-makanan yang enak, kini langsung dipenuhi oleh Vivi. Sudah seminggu lamanya ia tidak mendengar kabar tentang Vivi juga Viny, mereka berdua seolah-olah menghilang dari peradaban dunia.

Vivi memang sudah berpesan kalau selama Vivi pergi, tidak akan memberi kabar kepada siapapun, termasuk Chika. Entah apa tujuan dan motivasi Vivi melakukan itu, yang jelas Chika membenci Vivi karena ia belum mendapat kabar apapun dari Vivi.

AlmostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang