4.

1.2K 198 25
                                    

"Marsha, silakan." Ucap guru itu. Marsha mengangguk, ia beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan mendekati Vivi.

"Makasih, bu." Vivi menggenggam tangan Marsha dan mengajaknya keluar dari ruang kelas itu.

Satu hal yang membuat Vivi yakin Marsha oranganya itu karena Marsha memakai jaket tebal di saat cuaca sepanas ini. Ia yakin bom itu pasti disembunyikan di balik jaket tebal itu dan kalau dilepas maka akan meledak.

"Kak Vivi." Lirih Marsha setelah mereka berdua keluar dari kelas ipa 2.

Vivi menangkup kedua pipi Marsha, ia tersenyum, "Iya."

"Aku takut."

"Aku di sini. Oke, kamu jangan takut."

Vivi menarik turun resleting jaketnya Marsha, di balik jaket tebal itu ada rompi yang setiap kantong sakunya berisi bom. Bukan hanya di sisi depan saja, tapi di sisi belakang juga ada bom dan lebih banyak daripada di sisi depan.

"Ya ampun." Gumam Vivi.

"Gimana, kak? Aku takut." Ucap Marsha.

Vivi menegakkan tubuhnya, ia membenarkan posisi jaketnya Marsha, "Berapa sisa waktunya kalo rompinya dilepas?"

"15 detik."

Semalam 20 detik, sekarang 15 detik. Semakin lama bomnya semakin banyak, tapi waktunya semakin singkat.

Tidak mungkin Vivi melepas rompi itu saat berada di sekolah, ia perlu waktu 2 menit agar bisa keluar dari sekolah ini dan sudah pasti bom itu meledak dan menghancurkan semua bangunan di sekolah ini. Ia juga tidak bisa menjinakkan bom, jadi satu-satunya pilihan yang ia punya adalah membawa Marsha jauh dari kerumunan lalu meledakkan bom itu di tempat sepi.

"Kak Vivi." Panggil Marsha, kedua bola matanya sudah berkaca-kaca. Ia benar-benar ketakutan.

"Jangan nangis, aku gak bakal ninggalin kamu." Vivi menepuk pundak Marsha beberapa kali, ia masih tersenyum. "Aku tetep sama kamu."

"Iya."

"Sebelumnya kamu cerita dulu gimana kamu bisa make rompi ini?"

Marsha menggelengkan kepalanya, "Ada surat, kalo aku gak pake rompinya, orang tuaku bakal dibunuh."

"Trus sekarang orang tuamu di mana?"

"Kerja."

Ini sudah direncanakan sejak awal. Pelaku dibalik ledakan bom semalam dan surat ancaman untuk Marsha adalah orang yang sama. Ia sengaja menjadikan Striper dan Marsha sebagai umpan untuk membuat dirinya celaka. Lebih parahnya lagi, kelasnya Marsha berada tepat di bawah kelasnya Chika dan Fiony. Kalau seandainya bom ini meledak, yang terkena imbasnya adalah dua kelas itu.

"Sekarang ikut aku." Vivi menarik tangan Marsha, ia akan membawa Marsha ke tempat yang sepi dan melepaskan rompi itu dan Marsha selamat.

"Kak." Panggil Marsha, "Denger suara detikan jarum jam gak?"

Vivi menghentikan langkahnya, ia membuka jaket Marsha, melihat ke jam digital yang ada di balik rompinya Marsha. Benar ucapan Marsha, detikan jarum itu sudah mulai bergerak mundur, sekarang tersisa 2 menit sebelum bom itu meledak.

"Gawat. Gawat. Gawat." Gumam Vivi.

Vivi buru-buru melepaskan jaket dan rompi itu dari tubuh Marsha, ia membungkus rompi dengan jaket lalu berlari cepat meninggalkan Marsha. Ia akan membawa bom itu sendiri ke tempat yang sepi.

Selalu seperti ini, pikir Vivi. Saat ia merasa masih punya waktu untuk sedikit berpikir, ada saja hal-hal yang membuatnya panik.

Vivi mengambil sepeda milik penjual makanan yang sedang mengantar makanan ke kantin sekolahnya. Ia meletakkan jaket bomnya itu di keranjang makanan lalu menaiki sepeda itu keluar dari halaman sekolahnya. Akan terlalu beresiko jika ia membawa motor, kalau tiba-tiba meledak di jalan maka ledakannya akan semakin kuat. Jadi lebih baik ia mengenakan sepeda curiannya.

AlmostWhere stories live. Discover now