9.

1.1K 182 50
                                    

"Aku berangkat dulu." Ucap Chika sambil menutup pintu kamarnya Vivi.

Shani menoleh, "Sarapan dulu."

Chika menggeleng pelan, "Aku gak terbiasa sarapan, aku nanti makan di kantin."

"Kamu harus sarapan." Shani berjalan menghampiri Chika, ia menarik tangan Chika agar ikut bergabung dengan Vivi dan Viny. "Sarapan itu penting."

Chika tidak punya pilihan lagi selain menuruti ucapan Shani. Hari ini adalah hari jum'at, hari terakhir berangkat sekolah dalam minggu ini. Ia tidak mau memulai perdebatan yang tidak perlu di pagi hari.

"Minggu depan kalian karya wisata?" Tanya Shani sambil meletakkan piring berisi roti kepada Chika.

Vivi mengangguk, ia memasukkan satu lembar roti tawar langsung ke dalam mulutnya. "Piknik."

"Kalo makan ditelen dulu, Cebol." Kesal Viny.

Vivi menelan roti di dalam mulutnya, "Suka-suka gue, dong. Lagian gue gak pendek-pendek amat."

"Mau bukti?" Tantang Viny, ia tersenyum miring. "Ayo gue buktiin kalo lo emang cebol."

"Kak Shani." Rengek Vivi, ia menunjuk ke arah Viny, berharap Shani mau membela dirinya.

Shani menghela napas panjang, ia menarik telinga Viny dengan cukup kuat. "Jangan ganggu Vivi terus, kak."

"Aduh-aduh." Viny mengusap telinganya yang terasa perih, "Iya-iya."

Vivi tersenyum penuh kemenangan, ia masih menyimpan satu hal yang bisa ia gunakan untuk mengancam Viny. Kalau ia memberitahu Shani tentang apa yang dilakukan Viny kemarin saat di kamar mandi sekolah, Shani pasti akan marah besar dan mungkin tidak berbicara dengan Viny selama beberapa hari. Dan juga ia sudah menyiapkan satu hadiah spesial untuk Viny. Tinggal menunggu waktu saja sampai Viny sadar hadiah dari dirinya.

"Itu karya wisata atau studi tour?" Tanya Shani.

Vivi mengangkat kedua bahunya ke atas, "Hampir sama kayak piknik."

"Kemana?"

"Aku pernah denger tujuannya kemana, tapi aku lupa. Mungkin ke Jogja."

Chika menoleh, "Jogja? Bukannya ke--"

Ucapan Chika terhenti saat telepon berkabel yang terletak di dekat sofa depan televisi berbunyi cukup nyaring. Shani yang kebetulan sedang tidak sarapan langsung berjalan mendekati meja itu untuk menjawab panggilan tersebut.

Hal yang membedakan antara telepon berkabel yang ada di kamarnya Vivi, Viny, dan di samping sofa adalah pemiliknya. Kalau telepon berkabel di kamarnya Vivi itu berarti semua panggilan yang masuk khusus untuk Vivi, dan kalau telepon berkabel di kamarnya Viny itu bisa berarti panggilan untuk Viny atau Shani. Tapi kalau telepon berkabel di dekat sofa itu tidak bisa diketahui untuk siapa, jadi bisa dianggap seperti telepon umum di apartemen ini.

Shani mengangkat telepon itu dan menempelkan ke telinganya, "Halo."

"Ah, kak Shani, ya."

"Iya. Ini siapa?"

"Aku Ara, kak."

"Loh Ara? Tumben telfon lewat ini? Mau ngomong sama Vivi?"

"Bukan-bukan. Aku mau ngomong sama kak Viny."

"Tunggu bentar." Shani menurunkan sedikit telepon itu, ia menatap Viny. "Kak, Ara pengen ngomong sama kamu."

Viny menunjuk dirinya sendiri, "Aku?"

"Iya, cepetan sini."

Viny menghela napas panjang, ia berjalan menghampiri Shani, "Kenapa harus aku coba?"

AlmostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang