16.

1K 167 34
                                    

"Gue masih gak percaya lo jatuh dari tangga, kak." Ucap Vivi, matanya memicing mencoba memberikan tatapan penuh intimidasi kepada Viny.

Viny menghela napas panjang, ia masih asik memainkan ponselnya, "Namanya juga keslipet kaki sendiri."

"Lagian ada lift, kenapa turun pake tangga coba?"

Viny menurunkan ponselnya, ia menatap Vivi yang masih duduk di sampingnya, "Listrik mati, gue buru-buru mau keluar. Eh, baru jalan selangkah malah jatuh sampe bawah. Jadinya patah."

Vivi menatap kaki kanan Viny yang dibalut dengan sesuatu keras dan berwarna putih. Ia mengulurkan tangannya dan mengetuk-ngetuk permukaan gips itu. "Sakit gak kak?"

"Gak, sih."

Vivi menegakkan tubuhnya, "Kalo gini lo bakal susah nyelesain kasus."

"Bilang aja kalo lo pengen nyelesain semua kasus yang masuk."

Vivi tersenyum lebar, kepalanya mengangguk, "Bener banget."

"Terserah lo, deh. Kasus yang kemarin juga udah kelar, kan?"

"Udah, jadi sebenernya yang-"

"-gue udah tahu." Ucap Viny, ia menunjuk kertas koran yang di atas meja. "Udah masuk berita."

Vivi menatap koran itu kemudian beralih menatap Viny, ia tersenyum tipis, "Nah, kalo gitu gue balik dulu."

Hari ini adalah hari kedua Viny dirawat di rumah sakit. Kecelakaan yang dialami Viny tidak cukup parah, hanya sedikit retakan di tulang kering dan betisnya Viny, perlu waktu sedikit lebih lama lagi supaya Viny bisa berjalan dengan normal. Sedikit ketidak beruntungan menghampiri Viny, tapi disisi lain Viny terbebas dari ajakan Shani ke Trans Studio.

"Hei, Cebol." Panggil Viny.

Vivi yang sudah berdiri langsung duduk kembali, "Ya?"

Viny menunjuk remote tivi yang terletak di sofa panjang warna cokelat, "Tolong ambilin, dong. Gue mau liat berita."

"Oh, oke." Vivi mengambil remote tivi itu lalu ia berikan kepada Viny. "Ada lagi?"

Viny menggeleng, "Gak, lo bisa pulang."

"Yoi." Vivi mengambil tas punggungnya yang tergeletak di atas lantai, ia berjalan keluar dari ruang perawatan Viny.

Kali ini hanya Vivi saja yang menjenguk Viny, teman-temannya yang lain termasuk Chika memilih untuk pulang lebih awal karena besok ujian bahasa Inggris dan mereka berlima mendapat tantangan dari bu Sisca agar mereka semua mendapatkan nilai yang baik atau minimal di atas KKM, kalau tidak mereka akan mendapatkan hukuman.

Vivi duduk di kursi panjang depan kamarnya Viny, ia tidak berniat untuk pulang ke apartemen. Sejak awal ia menemui Viny karena ia sangat ingin membicarakan tentang kasus yang semalam ia pecahkan bersama teman-temannya. Ia ingin memamerkan bagaimana dirinya dan Ara mengikat pak Dandi di atas pohon tinggi. Ia ingin bercerita kepada seseorang dan mendengar orang itu berkata bangga kepada dirinya.

"Lahir sendiri, mati sendiri, hidup sendiri." Gumam Vivi, ia menghembuskan napas panjang lewat mulutnya.

"Papah-papah, ayo main bola lagi. Rio pengen main bola sama papah."

Vivi menoleh, ia melihat anak laki-laki berusia 7 tahun mendorong kursi roda yang diduduki laki-laki paruh baya. Bapak-anak itu terlihat sedang asik membicarakan bermain bola. Vivi ikut tersenyum saat laki-laki itu menyanggupi permintaan anak laki-laki itu.

"Besok papah udah pulang, kita bisa main bola lagi."

"Yes!! Aku sayang papah!" Seru anak itu dan semakin kuat mendorong kursi roda, melewati Vivi begitu saja.

AlmostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang