2.

1.4K 214 45
                                    

Vivi melipat kedua tangannya ke depan dada, bibirnya mengerucut seperti pantat ayam setelah mengeluarkan telur. Ia melihat Viny dan Chika masih mengobrol ringan, Shani datang sambil membawa nampan berisi empat gelas jus jeruk dingin.

Kedatangan Chika sudah membuat jantung Vivi turun dari tempat seharusnya dan mengetahui kalau Viny adalah kakaknya Chika membuat jantung Vivi seketika turun sampai ke lutut. Sekarang jantungnya berdetak di lututnya.

Bukan hanya itu saja, kedatangan Chika sebagai adiknya Viny memang sesuatu yang luar biasa, tapi ada satu hal yang mengganggu Vivi saat ini. Dua buah koper besar yang terletak di samping sofa, Vivi tidak tahu apa isi koper itu tapi ia menebak kalau koper itu berisi pakaian.

Saat ini Chika masih mengenakan seragam sama persis dengan dirinya, bedanya Chika berbau wangi sedangkan dirinya berbau ikan asin yang sedang dijemur di pantai.

Vivi menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya Viny, kakinya memutar-mutar kursi itu. Kalau Chika itu adiknya Viny, mengapa Viny tidak memberitahuinya lebih awal? Lagipula ada sesuatu yang janggal, Viny tadi sempat lupa kalau memiliki adik. Seingatnya Viny hanya mengatakan kalau selama ini hidup sendiri, karena itulah Viny berani memungutnya yang baru diusir.

Ada yang aneh, pikir Vivi.

"Nah, mulai sekarang Chika pindah ke sini." Ucap Shani dengan santai.

"Uhuk!" Viny hampir menyemburkan jus jeruknya ke depan.

Brak! Lagi dan lagi, Vivi terjatuh dari atas kursinya. Kini posisinya Vivi masih duduk dan roda kursinya tergelincir ke samping. Dua kali dalam waktu yang berdekatan, ia jatuh dari kursinya Viny. Mungkin Shani benar, kursi ini harus diganti.

"Aduh." Lirih Vivi, ia berguling ke samping sambil merasakan sakit di pinggangnya.

"Vi!" Viny membulatkan kedua bola matanya, ia berjalan cepat ke arah kursinya. "Kan, patah, kan. Patah, kan."

Vivi mengubah posisinya menjadi duduk, ia melihat kaki kursi itu patah menjadi dua. Tidak menyangka dirinya bisa membuat kursi itu patah.

"Kok bisa patah?" Tanya Vivi.

Viny menoleh, ia menatap tajam ke arah Vivi, "Yang duduk siapa?"

"Gue."

"Yang jatuh siapa?"

"Gue."

"Jadi yang matahin siapa?"

Vivi mengerutkan keningnya, ia menunjuk dirinya sendiri, "Gue."

Viny menjentikkan jarinya, "Jadi yang salah siapa?"

"Gue."

"Besok ganti!" Bentak Viny.

Vivi memejamkan matanya, ia menutup kedua telinganya yang mendadak berdengung. "Iya-iya, habis bayaran bulan depan gue ganti."

"Dasar." Gumam Viny.

Vivi melirik ke arah Chika yang sedang berbincang dengan Shani, ia mencondongkan tubunya mendekat Viny. "Kenapa lo gak ngasih tahu kalo Chika adik lo?"

Viny menoleh ke belakang sekilas, "Gue juga gak tahu."

"Kok bisa? Lo kakaknya."

"Gue lupa."

"Kakak macam apa yang lupa sama adiknya sendiri?" Sinis Vivi.

Viny menghela napas panjang, ia menjatuhkan patahan kursi yang ia bawa. "Keluarga gue ribet, bisa jadi satu novel kalo dijelasin sampe detailnya."

"Nah, Chik. Karena kamarnya ada dua, dan aku udah sama kak Viny, jadi kamu satu kamar sama Vivi."

Vivi menoleh cepat, kedua bola matanya membulat sempurna. "APA?!"

AlmostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang