24.

1K 168 66
                                    

Viny melipat kedua tangannya ke depan dada, ia menatap tajam ke dua remaja tanggung yang duduk di sofa tepat di depannya sambil menundukkan kepala karena merasa bersalah atau malu karena terpergok berciuman di dapur.

Viny tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh Mira, ia tahu kalau Mira menyukai Chika, tapi tidak seharusnya menjadi seperti ini. Awalnya ia menduga kalau Mira akan menemui Vivi di rumah sakit, makanya setelah ia dari Malio Club ia mampir ke apartemennya karena ia tahu kalau di rumah sakit sudah ada Shani yang bisa menangani Vivi dan Mira.

Ia tidak mendukung hubungan Vivi dan Chika, tapi bukan berarti ia memberikan kelonggaran kepada Mira untuk bertindak sebebasnya seperti ini.

"Kak, ini salah gue-"

Viny mengangkat tangan kirinya dan seketika Mira kembali mengatupkan bibirnya. Mau dilihat dari sisi manapun memang Mira yang bersalah, bukannya ia membela Chika dalam hal ini. Tapi memang Mira yang salah.

"Lo berdua bukan adik gue, jadi gue gak peduli sama kalian berdua. Tapi kalian pernah gak sih sedikit mikir tentang Vivi?" Viny beralih menatap Mira, "Mir, lo bisa bayangin gimana reaksinya Vivi kalo tahu hal ini?"

Viny mengusap kasar wajahnya, "Lo sama Vivi kan temenan udah lama, kenapa lo tega ngelakuin itu ke temen lo sendiri?"

Mira mengangkat kepalanya, keningnya berkerut, "Gue emang tega. Tapi apa Vivi gak lebih tega ninggalin Chika gitu aja? Lo sebenernya gak tahu apa yang udah kita lewatin tadi, kan? Kita bertiga cuma anak SMA lawan laki-laki yang mahir gunain senjata, kita hampir mati, kita hampir nabrak roller coaster. Setelah semua itu lo masih bela Vivi?"

"Gue gak bela Vivi."

"Trus apa?" Mira beranjak dari tempat duduknya, ia berdiri di depan Viny, "Lo gak seharusnya belain Vivi, dia bukan adik lo juga. Tapi kenapa lo selalu belain Vivi?"

"Gue-"

"-Mira bener, kak."

Semuanya langsung menoleh ke arah pintu yang terbuka dan memperlihatkan satu-satunya orang yang tidak mereka inginkan untuk hadir malam ini.

Vivi berdiri di depan pintu, kondisi sangat jauh dari kalimat baik-baik saja. Beberapa luka lebam di wajahnya, tidak ada plester yang menempel di wajahnya itu berarti Vivi kabur dari pengawasan Shani saat Shani hendak mengobati lukanya. Tangan kiri Vivi digantung dengan menggunakan kain seadanya karena luka bekas tembakan beberapa hari yang lalu kembali terbuka.

Vivi berjalan mendekati Viny, sebuah berkas terselip di lengan kirinya. Tatapannya sangat berbeda dengan yang biasa ia perlihatkan, raut wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan ada cahaya. Semua yang bisa mereka lihat dari Vivi hanyalah sebuah kegelapan.

"Vivi." Chika berdiri dan hendak menghampiri Vivi, "Kamu gapapa?"

Vivi menatap sinis ke arah Chika, "Lo gak usah sok perhatian, dasar pembohong."

Mira mengepalkan kedua tangannya, ia tidak terima Vivi mengatakan kalimat itu kepada Vivi. Selama ini Chika selalu mengkhawatirkan Vivi dan malah mengatakan hal itu kepada Chika.

Vivi beralih menatap Mira, ia menepuk pipi kanannya, "Kenapa? Ayo pukul sama kayak lo pukul gue tadi. Ayo."

Mira hanya terdiam, ia benar-benar ingin memukul Vivi dan membungkam mulut Vivi dengan pukulannya, tapi sudah jelas kalau Chika tidak menginginkan dirinya memukul Vivi, lagipula wajah Vivi sudah cukup menerima pukulan dari dirinya.

Vivi tertawa kecil, ia menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kebetulan banget kalian bertiga di sini, gue gak perlu nyari kalian satu-satu. Tinggal nunggu satu orang lagi, maka semuanya lengkap."

AlmostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang