57 || Kejutan Tak Terduga

Beginne am Anfang
                                    

"Farzaaan! Denger gue gak?"

"Gak denger, Ra. Telinga gue ditutupi aura negatif."

"Terserah deh, Zan...."

***

"Aneh."

Mereka yang awalnya asik bercanda lantas berhenti dan mengalihkan atensi ke arah Dara yang tadi berujar.

"Aneh kenapa, Ra?"

"Jam pertama kan Pak Tegar. Udah setengah jam, tapi beliau belom dateng."

"Ngaret kali," sahut Alfa kembali fokus pada ponselnya. "Pak Tegar kan tipe guru nyantuy."

"Iya, sih. Tapi...---gue samperin aja deh."

"Gue aja," sela Revan menawarkan diri sembari bangkit berdiri dan pergi ke luar kelas, tanpa mendengar jawaban yang lain.

Namun, baru terhitung lima menit kepergiannya, Revan sudah balik dan langsung disambut oleh kernyitan heran dari yang lain.

"Cepet amat."

"Siapa yang cepet, Jan?"

Farzan lantas tersentak kecil mendengar sahutan yang tiba-tiba itu. "Astagfirullah, Pak. Doyan bener bikin kaget."

"Kamu aja yang kagetan. Masih muda kok gampang kaget," balas Pak Tegar dengan nada tak acuh dan membuat---seperti biasa---Farzan mendelik sebal.

"LOH, DUDUK. KENAPA MALAH PELANGA-PELONGO MACAM AYAM NYARI INDUK? MAU MINTA BAPAK PANGGILIN BU PUSPA?"

Mereka yang tadinya berkumpul di meja Dara lantas bergerak mengambil posisi masing-masing. Pak Tegar menyipitkan mata sembari berjalan ke meja guru dan menaruh tas serta bukunya.

"Dih, Bapak bulol Bu Puspa, ya? Kayak Pak Fucek---eh, Pak Rizky maksudnya," celetuk Ardi iseng mengingat bagaimana eksistensi Pak Rizky yang pernah dilempar sepatu oleh Bu Puspa.

Dengan wajah angkuh Pak Tegar menggelengkan kepala. "Gak, lah. Bu Puspa bukan tipe Bapak."

"Terus tipe Bapak yang gimana?"

"Mau kamu cariin, Dra?"

"Kagaklah. Saya aja masih jomlo, boro-boro," gerutu Andra langsung.

"Cari pacar makanya. Udah SMA kok masih jomlo. Kalah sama anak SD tetangga sebelah rumah Bapak."

"Pak."

"Iya, Sya?" sahut Pak Tegar menanggapi panggilan Ersya.

"Perlu saya cabut spion motor saya biar Bapak bisa ngaca?"

"Nice!" seru Ardi spontan sembari mengacungkan jari jempolnya.

"Agak sakit, tapi gapapa. Saya oke, Sya."

"Alay."

"Lama-lama Pak Tegar kayak gak ada harga dirinya lagi jadi guru," papar Asep yang disetujui oleh Dara.

Pak Tegar yang tadinya masih berdiri lantas bergerak duduk di meja---seperti biasa. "Udah diem dulu kalian. Bapak mau ceramah bentar."

"Pak, itu kursi kalo gak ada guna buang aja dah mending," saran Ardi menunjuk kursi yang masih tersusun rapi di balik meja guru.

"Iya, abis itu kamu yang Bapak buang."

"Asiyap."

"Udah diem dulu, Ya Allah. Salah apa Tegar punya anak murid congornya kok gak bisa tenang."

utopia (segera terbit)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt