"Tuh denger, gapapa kan kata mereka?"

Asya tidak masalah jika uang dan hartanya berkurang, karena Asya yakin harta yang kita gunakan untuk membatu orang yang membutuhkan itu tidak akan ada habisnya. Baginya lebih baik ia miskin tapi di penuhi dengan kebahagiaan daripada harus kaya tapi di penuhi dengan keserakahan.

"Setelah ini kita akan belanja untuk kebutuhan kalian!" gemuruh Anya merasa sangat senang, karena hal inilah yang kadang membuat mood nya menjadi membaik.

"Gue turun bentar ya, mau bantuin dibawah" imbuh Asya.

"Kak aku mau ikut ya?" ujar Moza antusias.

"Iya boleh"

"Kalian nikmatin aja makanan nya, kalau kurang panggil Mbak Dewi" Asya segera turun ke lantai dasar, sudah lama ia tidak melakukan hal ini, padahal ia sangat merindukan nya.

Asya mulai masuk ke ruangan khusus karyawan beristirahat. Karyawan yang sedang menyantap makanan langsung menghentikan aksinya saat melihat Asya masuk.

"Kenapa berhenti?"

"Lanjutkan saja, kalau kalian lelah istirahat saja ya"

"Oh iya, ini Moza. Dia akan membantu kalian disini. Jam bekerja dia setelah ia pulang dari sekolah" Asya mulai memperkenalkan Moza dihadapan semua karyawan nya.

"Jangan menatapku seperti itu, anggap saja kita teman" Asya terkekeh saat melihat pegawai nya yang begitu tegang tengah menatapnya.

"Rio, tolong ajari Moza sebentar, aku ingin mengurus didepan"

"Siap Mbak Asya" ucap seorang Chef yang berada di Cafe Bradizta. Cafe ini memiliki dua lantai. Wilayahnya sangat luas. Bangunanya sederhana tetapi ada kesan mewah di dalamnya. Menu disini juga tak kalah menarik, ia mampu menarik hati pelanggan untuk berkunjung setiap hari nya.

"Dewi, biar saya yang urus" Asya mengambil alih pekerjaan Dewi, sedangkan Asya menyuruhnya untuk beristirahat.

Lonceng pintu Cafe berbunyi, menandakan orang-orang mulai masuk berdatangan.

"Mau pesen apa untuk hari ini?" ucap Asya ramah, di tatapnya pelanggan itu juga dengan tatapan sumringah. Tapi tunggu, mengapa yang ada dihadapannya kali ini adalah Kelvin?

Ya Tuhan mengapa pria ini lagi....

"Mocha Latte satu" jawab Kelvin. Matanya terus memandang papan menu di atas gadis itu.

"Ngapain lu disini?"

"Mau pesen lah"

"Eh Sya, sama Macha Tea nya dua" ucap seseorang di belakang tubuh Kelvin, siapa lagi kalau bukan Alex dan Aland.

"Udah?"

"Belum belum"

"Apa lagi?"

"Udah deng" Asya menatap ketiga pria itu dengan tatapan kesal, sedangkan orang yang di tatap Asya hanya menunjukkan cengirannya.

"Yaudah, ditunggu ya pesenan nya"

"Sya, Aretta udah makan tadi?" tanya seorang gadis dari atas tangga, ia Ivana. Seketika Alex menatap Ivana dengan tatapan kagum.

"Ya Tuhan, apakah ini yang dinamakan jodoh?"

"Jodoh lambemu (mulutmu)" Aland langsung menarik panjang bibir Alex. Pria itu hanya bisa menatap Aland dengan mengerucutkan bibirnya.

"Hai Lex.."sapa Ivana.

"Gue ke toilet dulu kalau gitu" Ivana berjalan menuju arah toilet.

"Ikut dong"

"Eitsss, mau gue gampar?" Asya segera menarik kerah baju belakang Alex dengan tangan kiri yang sudah siap untuk menampol wajah pria itu, "Becanda Sya, suwer"

"Sya, Key ada juga?" Aland kembali angkat bicara.

"Ada di atas"

"Kalian disini kerja?" tanya Kelvin, ia masih saja berdiri di hadapan Asya dengan tangan yang ia gunakan sebagai penumpu dagunya.

"Menurut lu gimana?"

"Nggak sih kayak nya, jadi?"

"Ini Cafe punya kita"

"Serius Sya? yaudah entar gue sering-sering kesini deh "Alex sangat berterus terang. Niat pria itu hanya ingin mengambil kesempatan untuk bisa bertemu dengan Ivana saja.

"Jangan ngutang" ucapan Asya mampu membuat Alex di tertawai kedua sahabatnya.

"Sya" panggil Kelvin.

"Apaan?"

"Bibir lu kenapa?" Kelvin menyentuh sudut bibir Asya yang lebam. Tangan Kelvin terus mengelus luka itu, dengan mata yang begitu serius menatap nya. Pria itu terus memperdekat jaraknya dengan Asya. Apakah Kelvin tidak merasa jika mereka sedang berada di tempat umum? dan bisa-bisanya Kelvin terlihat acuh dengan tatapan orang-orang di sekitarnya.

Tetapi reaksi Asya hanya diam. Ia juga tidak memberontak saat ada lelaki yang mendekat dan menyentuh bagian wajahnya. Karena tidak mau terlalu lama mantap manik mata pria itu, Asya langsung memutuskan kontak mata mereka sepihak.

"I-ini tadi ketonjok Anya"

"Nggak ada yang sakit lagi kan?" tanya nya penuh kekhawatiran.

"Nggak Vin, aman"

"Lain kali hati-hati"

"Bawel"

"Bawel-bawel gini juga karena khawatir sama lu"

"Hah? Apa Vin?"

"Gak ada pengulangan. Males lu nya budeg" Kelvin memicingkan bibirnya mengejek Asya. Gadis ini tidak bisa mencerna ucapan Kelvin dengan baik karena sedang berbicara dengan salah satu karyawan nya.

"Sya, ayo pergi sekarang"Kata Key sambil menuruni tangga. Ivana, Anya dan yang lain nya juga ikut menuruni tangga satu persatu. Sedangkan Rasya tengah memanggil Moza yang berada di belakang.

"Eh ada Keane" Aland mulai menaik turun kan alis tebalnya.

"Apa? Tabok?"

"Galak banget dih"

"Eh kalian mau kemana?" Alex kembali menghentikan Ivana.

"Mau jalan-jalan"

"Gue ikut dong"

"Ooo...tidak bisa"

"Kali ini aja, yaa?"

"Gue injek biji lu ya?" ancam Ivana, Alex memanyunkan bibirnya karena tolakan dari Ivana.

"Dewi, tolong pesanan mereka nanti di antar" suruh Asya.

"Siap Mbak"

"Kalau gitu, Vin gue pergi dulu ya"

"Hati-hati dijalan, jangan ngebut"

"Tuhkan bawel" Asya menarik hidung Kelvin sampai memerah."Woy idung gue! Lepasin gak?!" Asya langsung melepas hidung pria itu dan tertawa puas.

Kelvin, Aland dan Alex hanya bisa menatap punggung keempat wanita itu hingga menghilang dari pandangannya.

Gue khawatir saat liat luka lu Sya batin Kelvin. Entah perasaan apa yang ada pada dirinya.

MOODYCLASS : THE FIRST WAR ✓Where stories live. Discover now