Tersadarkan

23 5 6
                                    

"Layla paham apa yang Bima maksud"

"Apa yang Layla pahami?" tanya lelaki itu dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Tatapan dingin dan nada bicara yang serius.

Gadis itu terdiam membisu seakan lupa bagaimana caranya berbicara. Pertanyaan Bima membuatnya berpikir keras untuk menemukan jawabannya. Matanya terus bergerak seiring otaknya berpikir. Pertanyaan yang mampu membuatnya kehilangan semua kosakata yang selama ini ia pelajari. Seakan mempelajari banyak kosakata hanyalah hal sia-sia baginya. Otaknya mencoba tuk merangkai kata-kata yang tepat.

"Layla paham kalo Bima ..." ucapnya menggantung saat mata coklat milik Bima menembus netranya, terlihat jelas kesedihan dari pancaran matanya saat ini. Apa yang sebenarnya Bima sembunyikan darinya?

Layla selalu gugup jika Bima menatapnya lekat seperti itu. Terbesit suatu rasa di hatinya, desiran halus mulai memenuhi rongga dadanya. Layla menggigit bibir bawahnya menunjukkan kegugupannya. Tidak biasanya ia merasakan hal seperti ini di rongga dadanya.

"Kalo?" tanya Bima penasaran dengan penuturan Layla tadi.

"Layla tau kalo Bima sayang sama Layla," ujar gadis itu mantap untuk menyembunyikan kegugupannya. Meski ia tidak benar-benar yakin atas jawabannya yang menurutnya absurd.

"Lebih dari sekedar itu," batin Bima menatap gadis itu sendu.

"Bima harus pergi sekarang !" tegas lelaki itu megambil ancang-ancang untuk melangkah.

"T-tapi Bima," cegah Layla.

"Apa? Bima pergi bukan atas kehendak Bima sendiri, melainkan kehendak orang tua. Mau bilang Bima jahat? silahkan, La"

"Bima! Bima gak tau perasaan Layla! Bima pergi tanpa memikirkan perasaan Layla saat ini! Bima benar-benar jahat!"

"Iya aku jahat, jahat karena sudah berharap terhadap seseorang yang sama sekali tidak memiliki perasaan terhadapku. Jahat karena tidak memberitahu hal ini lebih awal. Bima benar-benar harus pergi, Bima udah gak punya waktu lagi, Layla," ujar lelaki itu beranjak pergi.

"Bima please,"mohon Layla sambil mencengkram erat lengan Bima.

"See you again ..." ucapnya pelan sambil melepas cengkraman gadis itu.

"My dear," sambungnya lirih hingga tak terdengar di telinga gadis itu.

Perlahan ia melangkah menjauh dari gadis itu, sejujurnya ia tidak tega meninggalkan gadis itu disini tanpanya.Tetapi sebisa mungkin ia mengukuhkan hatinya untuk melakukan hal itu .Hatinya memerintahkan untuk tetap tinggal, setidaknya memberikan sebuah pelukan hangat sebelum benar-benar pergi. Namun, otaknya terus menyuruhnya pergi.

Sedangkan Layla hanya bisa menangis untuk kesekian kalinya. Air matanya tak mampu tertahan lagi saat melihat seseorang yang ia sayangi pergi meninggalkannya. Pandangannya menyapu sebuah kotak yang ia pegang sejak tadi, perlahan bibirnya bergumam mendapati secarik kertas yang terselip di sana. Air matanya berhenti mengalir, ia menatap kosong secarik kertas dihadapannya, berbeda dengan otaknya yang lagi-lagi harus berpikir keras untuk memahami sejumlah kata yang tertulis di atas kertas itu. Hatinya begitu tertusuk membaca kalimat tersebut.

"Happy Birthday, Cantik. Aku mencintaimu"

Layla tersenyum pedih mengingat bahwa Bima sudah pergi meninggalkannya. Sepertinya akan sia-sia dan banyak waktu yang terbuang jika ia harus menunggu kepulangan Bima. Belum tentu Bima akan pulang lagi ke negara ini, jika ia kembali, belum tentu ia akan mengingat Layla.

Layla hanya berharap suatu saat nanti mereka akan bertemu kembali, meski itu hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Layla menatap tulisan tangan indah milik Bima dengan sejuta bayangan tentangnya. Pesawat tersebut sudah lepas landas sejak tadi, Bima sudah pergi meninggalkan begitu banyak kenangan bersama bayangannya.

Diary Layla [ SELESAI ]Where stories live. Discover now