Salah Sasaran

13 6 0
                                    

Layla berjalan gontai menuju kelasnya, berulang kali ia menghela napasnya kasar. Seseorang menggenggam erat tangannya, menyalurkan energi untuk Layla. Sungguh, Layla merasa sangat damai hanya karena senyuman yang dilemparkan oleh Bima kepadanya.

"Jangan takut, semua akan baik-baik saja selagi Layla mengikuti kata hati Layla, sekaligus menggunakan otak Layla"

"Iya, Bima"

Layla memasuki kelasnya dan tentu saja ia sudah disambut oleh banyak orang di sana. Layla melangkah sabar dan duduk di bangkunya sambil menenggelamkan wajah di tangannya. Ia menutup telinga rapat, menolak semua perkataan yang dilontarkan oleh teman-temannya.

Suara gebrakan meja berhasil membuat Layla mendongakkan wajahnya, menatap sang pelaku sinis. Orang itu memberikan sebuah cengiran yang menurut Layla sangat menyebalkan. Tanpa segan Layla langsung melemparnya dengan kotak pensil yang ia pegang.

"Salah aku apa, La?!" ujar Tono tak terima.

"Ya kamu! Kenapa pakai gebrak gebrak meja? ganggu aja!" timpal Layla.

"Itu ... aku minta jawaban matematika dong"

"Hah? emangnya matematika ada tugas? duuh Layla lupa"

Tono memutar bola matanya malas, lalu melangkah menuju meja Nia. Nia yang memang sudah tau tentang apa yang akan diminta oleh Tono, langsung memberikan buku latihan matematikanya.

"Nia! Layla boleh liat?"

"Bayar sepuluh ribu"

"Gak jadi, Layla bisa sendiri"

Setelah lama berkutik dengan buku dihadapannya, Layla langsung keluar dari kelasnya, mencari udara segar untuk menyegarkan otak dan pikirannya. Bukannya Layla pemalas, hanya saja dia benar-benar tidak mengingat jika gurunya memberikan tugas.

Layla menyandarkan tubuhnya pada tembok kelas, menatap lapangan sekolah yang begitu luas dengan siswa siswi yang berlalu lalang. Layla menoleh ke kiri saat sebuah tangan mencubit pipinya.

"Bima kenapa sih?" tanya Layla terdengar begitu pelan.

"Gak apa, Bima cuma bosan di kelas. Layla kenapa lemes?"

"Kepala Layla pusing, Layla baru aja bikin tugas matematika"

Bima merubah posisinya, ia berdiri di hadapan Layla dengan kedua lengan yang disilangkan. Layla menatap bola mata Bima, dapat ia prediksi bahwa sebentar lagi Bina akan menceramahi dirinya.

"Makanya kalo ada tugas langsung dikerjain. Jangan main doang, kan pusing. Siapa yang mau tanggung jawab? kalo seandainya Layla ngomong sama Bima, Bima bakal bantu Layla buat ngerjain tugas," omel Bima panjang lebar.

"Bima ... Layla bukannya gak mau ngerjain. Tapi Layla benar-benar lupa kali ini, lagipula Bima belum tentu punya waktu untuk Layla. Kemarin Minggu, hari libur yang seharusnya Bima gunakan untuk istirahat malah digunakan untuk ngapel tugas"

Kini Layla yang mengomel kepada Bima, ia mengatakan hal yang sejujurnya. Bima merasa bahwa dirinya memiliki banyak kesalahan kepada gadis dihadapannya.

"Bima masih punya waktu untuk Layla. Layla jangan ragu untuk hubungi Bima, Bima akan bantu Layla sebisa Bima"

"Iya, Layla paham. Bima fokus aja dulu untuk ujian, Layla bisa kok ngerjain tugas"

"Siapp Tuan Puteri!"

🌻🌻🌻

Seseorang menarik Layla ke tengah lapangan, dengan takut Layla melangkah. Begitu banyak sorot mata yang mengiringi langkahnya hingga mereka berhenti tepat di tengah lapangan. Orang itu pergi menyelinap diantara ramainya orang-orang membuat Layla semakin kebingungan. Beberapa menit setelahnya, orang itu kembali lagi dengan sesuatu ditangannya.

Diary Layla [ SELESAI ]Where stories live. Discover now