Konflik yang Berbeda

15 4 3
                                    

Sudah satu bulan lebih, Layla tidak bersama Bima maupun Nia, dan selama itulah mereka merasa sepi tanpa seorang Layla disisi mereka. Bima telah banyak meneteskan air matanya kala mengingat semua kejadian yang pernah ia alami bersama Layla. Berawal dari pertemuan tak terduga, hingga melewati hari-hari bersama layaknya sepasang kekasih.

Nia hanya bisa menenangkan Bima yang setiap hari menangis di sampingnya. Nia benar-benar membenci sifat Layla kali ini, bukan raganya melainkan sifatnya. Kehidupan Layla seharusnya sudah lebih tenang saat ini, sudah tak ada lagi seorang Erina. Karena ia sudah dilaporkan ke polisi akibat tindakan kekerasan yang ia lakukan kepada banyak siswi di sekolah. Tapi mengapa Layla belum kembali?

"Bima ... makan dulu ih. Nia lagi yang repot kalo begini"

"Maaf, jadi ngerepotin"

"Gak apa kok"

Bima menarik selimut tebal dan menutupi tubuhnya yang kedinginan. Suhu tubuhnya sangat tinggi untuk saat ini, tangannya mulai meraih sebuah bingkai foto yang menampakkan keakraban antara dirinya dan Layla. Setetes air mata mulai jatuh ke pipinya lagi.

"Bima ... makan dulu. Nangisnya ditunda"

"Nia ... kenapa Layla gak kembali lagi? kenapa dia dengan mudahnya lupain aku disini? kenapa? kenapa aku harus bikin dia begitu?"

"Jangan cuma salahkan diri kamu, salahkan Layla juga!"

"Gimana, Nia? rasa ini udah terlanjur tumbuh. Aku gak bisa lagi ngelak bahwa aku gak suka sama Layla!"

"Bima ... dia tuh! Udahlah"

Seketika bibir Bima terbungkam, air matanya terhenti untuk mengalir lagi. Bima meletakkan bingkai foto yang ia pegang degan perasaan hampanya. Nia menatap Bima dengan mata berkaca-kaca.

"Lebih baik Bima gak usah buang air mata buat Layla, Layla udah pergi ninggalin Bima! Dia udah sama yang lain, jangan taruh harapan lagi ... Nia mohon"

Bima memutar kembali ingatan menyakitkan yang ia simpan. Dadanya terasa begitu sesak, hatinya seketika terasa nyeri seperti ditusuk ribuan belati. Nia ikut menangis bersama dengan Bima, hingga bubur yang ia pegang telah tercampur dengan air mata.Perlahan ia berjalan menuju balkon, menatap rumah yang berdiri tegak di depan sana.

Siang itu, di taman sekolah ...

"Layla ... kamu tau? aku selalu ada buat kamu. Gak peduli saat suka maupun duka. Kali ini, aku gak bohong akan perasaan yang aku rasain. Jujur ... aku suka sama kamu. Mau gak jadi pacarku?" tanya Lintang sambil memegang sebuket bunga mawar berwarna merah ditangannya.

Raut wajah Layla bersemu merah, dengan cepat ia mengangguk dan berhambur kedalam pelukan Lintang. Riuh orang-orang yang menyaksikan adegan romantis tersebut terdengar begitu menyakitkan bagi Bima. Dengan cepat, Bima dan Nia berjalan menjauh dari kerumunan.

"Mengapa semua tersenyum? padahal aku slalu menangis," nyanyi Bima di balik pohon.

"Biasalah! Usap air matamu, aku tak ingin ada kesedihan," sambung Nia dengan ekspresi mendukung.

"Heh! Ini lagi sad loh, kok malah muncul kamu?"

"Ya sudah, saya tenggelam saja"

Memori itu berhenti berputar saat Nia muncul di dalam sana. Benar-benar merusak suasana yang sedang bersedih.

"Tante ... kenapa Bima kangen sama masakan Tante? Bima kangen sama cookies Tante. Layla juga pernah janji, kalo udah gede dia bakal bikinin cookies buat Bima. Tapi, mana? Bima sakit dan Layla gak ada." Bibir Bima perlahan berucap meskipun dengan berat hati.

Diary Layla [ SELESAI ]Where stories live. Discover now