Terkuak

18 6 11
                                    


Layla berjalan dengan langkah kaki yang begitu lemah, kedua matanya terlihat membengkak saat ini. Hatinya begitu rapuh jika seseorang membahas tentang cinta. Belum lama ini ia diputuskan oleh pacarnya, Layla mendengus sebal setiap kali ada seseorang yang mengumbar kemesraan dihadapannya.

"Cih! dasar buaya! dan bodohnya lagi, Layla malah nerima cinta si buaya darat. Mulut manis milik Lintang harusnya enggak Layla percaya waktu itu!"

Layla menendang kerikil di hadapannya, tanpa sengaja kerikil tersebut mengenai lengan Bima yang sedang berjalan bersama Nia. Keduanya sempat bertatapan, sebelum Layla berlari menghindar. Bima dan Nia tidak memedulikan kehadirannya, sungguh hari yang menyedihkan. Layla menatap kearah tangan keduanya yang saking menggenggam.

"Apa mereka pacaran? jika iya, baguslah. Setidaknya Bima bisa bahagia, tentunya tanpa Layla. Dari segi manapun, Nia yang lebih pantas memiliki Bima"

Layla kembali berjalan diiringi oleh semua rasa penyesalan dalam dirinya. Menyesali semua ucapan serta tindakan yang ia perbuat kepada Bima sewaktu itu.

"Layla kangen, tapi apa yang bakal Layla perbuat?"

Siang ini matahari memancarkan cahaya dengan suhu yang tak kalah panas. Bima begitu sibuk dengan seorang pria di dalam ruang kepala sekolah. Sudah satu jam lebih, Bima berkutik di dalam sana. Sedangkan Nia, masih asyik mencoret kertas yang ia pegang sambil bersandar pada tembok.

Ia mengangkat kepalanya, menatap seseorang dihadapannya dengan sorot mata dingin. Ia bertolak pinggang dengan senyum sinisnya. Sedangkan seseorang dihadapannya hanya menunduk dengan kedua kaki gemetar.

"Mau apa kesini?! Mau ketemu sama Bima? gak cukup dengan bikin Bima terpuruk selama satu bulan lebih?!"

"La-Layla cuma mau ngasih ini"

Nia menatap dua kartu yang dipegang oleh Layla. Kartu berwarna biru muda yang dengan sekilas dibaca oleh Nia. Ia menatap Layla lalu mengalihkan pandangannya, setelah dirasa bahwa bola matanya memanas.

"Jangan lupa datang, ya. Layla tunggu kehadirannya"

"Pergi sana!"

Setelah kepergian Layla, Bima keluar dari ruang kepala sekolah dengan perasaan leganya. Ia menatap kedua kartu yang di pegang oleh Nia saat ini. Timbul beberapa pertanyaan dalam benaknya kali ini.

"Itu apa? kartu ucapan?"

"Kartu undangan, Bim"

"Undangan apa? pernikahan? Nia kalo mau nikah bilang-bilang dong"

"Enak aja! ada hati yang harus aku jaga"

"Dih sok-sokan punya hati yang mau dijaga"

"Gini gini, ada hati yang harus dijaga keasliannya"

"Hmm"

"Ngomong-ngomong, tadi Layla kesini"

Kedua mata Bima terbuka sangat lebar, ia menatap Nia dengan sorot mata sulit diartikan. Bima menepuk jidatnya cukup keras, hingga menimbulkan bunyi.

"Jangan bilang kalo Layla tau soal ini"

"Dia gak tau. Dia cuma ngasih ini doang, dia ulang tahun. Kamu ingat?"

Diary Layla [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang